Sejumlah kejaksaan negeri di Aceh mendalami dugaan korupsi penggunaan dana otonomi khusus. Kerugian negara mencapai miliaran rupiah.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Kejaksaan Negeri Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, mendalami dugaan korupsi penggunaan dana otonomi khusus di daerah itu. Proses hukum telah memasuki tahap penyidikan, tetapi belum ada penetapan tersangka.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tenggara mendalami dugaan kasus korupsi pengadaan benih jagung. Program tersebut berada di bawah dinas pertanian setempat. Sementara Kejari Aceh Tamiang mendalami dugaan korupsi pembangunan Jalan Marlempang di Kecamatan Bendahara.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Aceh Tenggara Edwarto, Rabu (30/6/2021), mengatakan, kasus ini baru saja dinaikkan ke tahap penyidikan. Hasil perhitungan sementara dari pagu pegadaan benih jagung sebesar Rp 2,8 miliar sehingga terjadi kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1 miliar.
”Untuk melakukan pengembangan, kami akan memeriksa beberapa saksi,” kata Edwarto.
Kabupaten Aceh Tenggara merupakan sentra produksi jagung dengan produksi mencapai 220.000 ton per tahun. Program pengadaan benih jagung tersebut diproyeksi bagi kelompok tani untuk meningkatkan produksi. Namun, diduga program itu tidak dilaksanakan sesuai dengan spesifikasi.
Adapun Kejari Aceh Tamiang mendalami dugaan korupsi pembangunan jalan dengan pagu anggaran Rp 6,6 miliar. Pembangunan jalan menggunakan dana otonomi khusus Aceh tahun anggaran 2019.
Kepala Kejari Aceh Tamiang Agung Ardyanto menuturkan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh untuk melakukan audit kerugian negara. Pihaknya menyatakan menangani kasus ini dengan profesional dan transparan.
Penanganan jangan pandang bulu, semua yang diduga terlibat harus harus diperiksa. (Askalani)
Koordinator Gerakan Anti Korupsi Aceh Askalani mengatakan, dugaan korupsi pembangunan jalan di Aceh Tamiang harus diusut tuntas dengan memeriksa semua pihak yang terlibat, termasuk aktor utama. Penyidik juga diminta menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) agar ke mana saja dana mengalir diketahui.
”Penanganan jangan pandang bulu, semua yang diduga terlibat harus harus diperiksa,” kata Askalani.
Hingga saat ini, persoalan korupsi masih menjadi masalah serius di Aceh. Selain dua kasus tersebut, kasus dugaan korupsi yang sedang didalami Kepolisian Daerah Aceh adalah korupsi beasiswa dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Hasil audit BPKP Aceh menunjukkan terjadi kerugian negara mencapai Rp 10 miliar.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri saat berkunjung ke Aceh pada 26 Maret 2021 mengingatkan pejabat daerah Aceh agar menghindari perilaku korupsi. Setiap rupiah pengelolaan anggaran publik harus dapat dipertanggungjawabkan.
”Dana otonomi khusus Aceh cukup besar, harus dipastikan setiap rupiah untuk pembangunan. Tidak boleh ada lagi praktik-praktik korupsi di Aceh,” kata Firli.
Aceh sebagai daerah otonomi khusus mendapatkan dana otonomi khusus setiap tahun. Sejak tahun 2008 hingga tahun 2020, Aceh memperoleh dana otonomi khusus Rp 81 triliun.