Wakil Konsul Jepang di Medan Kubo Ryutaro menyukai lontong sayur dan bika ambon meskipun lontong sayur kadang masih membuat dia kepedasan.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·3 menit baca
Wakil Konsul Konsulat Jenderal Jepang di Medan Kubo Ryutaro (28) mengaku menyukai lontong sayur meski masih sedikit kepedasan saat makan makanan khas Medan itu. Karena itu, ia tak mau membubuhkan sambal.
Pria yang berasal dari Prefektur Saga, tetapi besar di Tokyo itu masih beradaptasi dengan makanan Medan yang bernuansa pedas. ”Saya juga suka bika ambon,” ceritanya saat saat berkunjung ke Kantor Perwakilan Redaksi Kompas di Medan, (Rabu, 9/1/2022), dalam bahasa Indonesia yang baik.
Untuk memperlancar tugas di Indonesia yang merupakan penugasan pertamanya, lajang lulusan Fakultas Hukum Universitas Sophia, Tokyo, itu belajar bahasa Indonesia di BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) Universitas Indonesia tahun 2018. Ia juga mengaku selalu membaca Kompas. ”Dari Kompas, saya belajar bahasa Indonesia,” katanya.
Ia lalu melanjutkan studi S-2 di FISIP Universitas Indonesia. ”Juni 2020 mulai ditugaskan ke Medan,” ujarnya.
Soal kepedasan, ia bercerita, ”Waktu belajar di BIPA, saya pernah ke restoran Aceh dan pesan mi Aceh. Saya pesannya tidak pedas, ternyata mi yang dihidangkan tetap pedas, jadi saya hanya bisa makan sedikit,” katanya. Kontan ceritanya disambut tawa pendengarnya.
Ia juga heran saat pesan teh. Ternyata tehnya rasanya manis karena ditambah gula. Ini beda dengan di Jepang yang air tehnya tidak ditambahi apa pun. Jadi, kalau di Indonesia, pesan teh harus bilang pesan teh tawar.
Meski waktu itu sudah mengetahui bahwa Jakarta adalah kota yang lalu lintasnya macet, ia tetap terkejut saat hidup di Jakarta. ”Saya tidak menyangka kemacetannya seperti itu,” katanya. Kalau Medan bagaimana? Kubo San (sebutan hormat dalam bahasa Jepang)tertawa dan mengiyakan kalau Medan kerap kali sudah mirip-mirip Jakarta.
Banyak anak-anak sekolah di Medan sering bertanya kepada staf Konjen Jepang di Medan saat kunjungan mereka ke sekolah-sekolah, bagaimana warga Jepang menjaga kota-kotanya sangat bersih, teratur, dan warganya sangat hormat kepada orang lain.
Di Jepang, pelajaran soal kebersihan dan keteraturan dimulai dari rumah, lalu diajarkan di sekolah. Selain mengajar ilmu pengetahuan, Jepang juga melakukan pendidikan karakter di sekolah sejak anak-anak sehingga sejak kecil warga Jepang tahu menghargai orang lain. Itu menjadi hal yang sangat lumrah di Jepang.
Nilai-nilai baik itu ditularkan salah satunya lewat program Hibah Grassroot. Ratusan kelompok warga utamanya sekolah dan kelompok penyelamatan lingkungan di Sumatera Bagian Utara mendapatkan bantuan sekaligus belajar nilai-nilai baik budaya Jepang, termasuk soal kebersihan dan keteraturan. Kelompok warga bisa mengajukan proposal untuk mendapatkan hibah itu.
Beasiswa untuk studi di Jepang juga terus diberikan Pemerintah Jepang melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahunan, dan Teknologi Jepang (Monbukagakusho/MEXT) untuk anak-anak muda di Indonesia.
Kembali soal rasa pedas, saat makan risoles, stafnya yang adalah orang Indonesia pun mengingatkan untuk mengecek jangan sampai ada cabai terselip di dalamnya. Karena acapkali pada makanan risoles cabai diselipkan di dalamnya sehingga banyak orang asing yang tersedak dan terbakar mulutnya karena tak tahu dan tidak sengaja mengigit cabai di dalam risoles.