Perubahan Revolusioner Arab Saudi
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman menjadi sosok revolusiner di Arab Saudi. Sejak diangkat menjadi Putra Mahkota sekaligus Menteri Pertahanan, gelombang pembaruan terjadi meliputi kebijakan ekonomi.
Judul: Revolusi Sosial-Budaya Goncang Arab Saudi
Penulis: Musthafa Abd Rahman
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tahun terbit: 2022
Jumlah halaman: xxi + 217 halaman
ISBN : 978-623-346-712-4
Perubahan fundamental terjadi di Arab Saudi seiring diluncurkannya Visi Arab Saudi 2030 yang mengusung visi diversifikasi ekonomi pada April 2016. Dampaknya, Pemerintah Arab Saudi mengizinkan industri hiburan dan bioskop beroperasi, mengizinkan kaum perempuan untuk mengemudi, serta mengizinkan kaum perempuan untuk menonton berbagai pertandingan olahraga di stadion terbuka.
Kebijakan ini menjadi pertanyaan besar mengingat selama ini Arab Saudi menganut ideologi Wahabi yang dikenal puritan, bahkan menjadikannya dasar negara. Sebenarnya apa yang terjadi di Arab Saudi? Mengapa negara dengan identitas konservatif dan tertutup berubah menjadi terbuka bahkan cenderung liberal?
Pertanyaan-pertanyaan terkait dinamika di Arab Saudi ini dijabarkan dalam buku Revolusi Sosial-Budaya Goncang Arab Saudi karya Musthafa Abd Rahman. Penulis merupakan wartawan Kompas untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara yang berkedudukan di Kairo, Mesir. Selama tiga dekade menulis soal Timur Tengah, Musthafa Abd Rahman merasakan langsung proses transformasi di Arab Saudi sejak diluncurkannya Visi Arab Saudi 2030 pada 2016.
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) bisa disebut sebagai figur sentral penggagas Visi Arab Saudi 2030 yang menjadi sumber revolusi sosial-budaya di Arab Saudi. Selain menjabat sebagai Putra Mahkota, MBS merangkap sebagai Menteri Pertahanan. Posisinya MBS memungkinkan untuk mengambil kebijakan strategis negara.
Bagi MBS, Arab Saudi akan sulit bersaing dengan negara-negara tetangganya, seperti Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, dan Kuwait, bila gagal mewujudkan Visi Arab Saudi 2030. Tak hanya kemunduran bagi Arab Saudi, kegagalan Visi 2030 juga mengancam keberlangsungan kekuasaan dinasti keluarga besar Al-Saud yang telah memerintah sejak 1932.
Kemampuan keluarga besar Al-Saud berkuasa di Arab Saudi tak lepas dari kekayaan minyak yang melimpah. MBS menyadari suatu saat minyak akan habis. Untuk itu, perlu dilakukan langkah antisipasi demi masa depan kekuasaan keluarga besar Al-Saud di Arab Saudi.
Kerajaan Arab Saudi
Keluarga besar Al-Saud memerintah di Arab Saudi saat Raja Abdelaziz Al-Saud memproklamirkan negara Arab Saudi pada tahun 1932. Dalam catatan sejarah, ada negara Arab Saudi I, II, dan III. Proklamasi yang dilakukan pada 1932 disebut negara Arab Saudi III.
Arab Saudi I lahir pada tahun 1744, di mana awalnya berkuasa di kota Riyadh. Kemudian pada tahun 1805 berhasil menguasai Mekkah dan Madinah. Arab Saudi I merupakan kerja sama antara Muhammad bin Saud (sayap politik) dan Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab yang merupakan pendiri gerakan Wahabi (sayap agama). Hasil kolaborasi ini mengantarkan Wahabi sebagai ideologi negara Arab Saudi I.
Akhir masa negara Arab Saudi I terjadi pada tahun 1818 akibat invasi pasukan Ottoman ke kota Riyadh, Mekkah, dan Madinah. Negara Arab Saudi II berdiri pada tahun 1824 yang berkuasa di wilayah Nejd, Arab Saudi bagian tengah. Namun, negara ini tak bertahan lama dan kembali runtuh pada 1891 akibat kalah perang dengan Klan Al-Rashid. Kekalahan ini memaksa Ibn Saud mengungsi ke sejumlah daerah sebelum menetap di Kuwait.
Klan Al-Rashid yang menguasai Nejd melemah selepas wafatnya pemimpin mereka, Muhammad bin Rashid, pada 1897. Pada tahun 1902, Abdelaziz dari Klan Al-Saud berhasil menguasai kembali kota Riyadh. Keberhasilan ini berlanjut dengan menguasai Ahsa, Arab Saudi bagian timur, pada 1913 dengan bantuan milisi Ikhwan yang menganut paham Wahabi.
Puncaknya Abdelaziz berhasil menguasai Hejaz yang terletak di kota Makkah dan Madinah pada tahun 1925 dengan bantuan Inggris dan milisi Ikhwan. Pada 1932, Abdelaziz mendeklarasikan negara Arab Saudi III dengan kekuasaan meliputi hampir seluruh Jazirah Arab.
Saat ini Arab Saudi dipimpin oleh generasi kedua, Raja Salman bin Abdelaziz. Bila skenario tak berubah, MBS, anak Raja Salman, akan menjadi raja pertama Arab Saudi dari generasi ketiga. Berdasarkan visi Arab Saudi 2030, era Raja Salman dan MBS bisa disebut sebagai era negara Arab Saudi IV.
Visi 2030
Perubahan besar di Arab Saudi terwujud berkat Visi Arab Saudi 2030 yang disetujui pada 25 April 2016 dalam Sidang Dewan Kabinet Arab Saudi. Visi tersebut dirancang Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan (CEDA), yang dipimpin oleh Pangeran MBS yang saat itu masih menjabat sebagai Deputi Putra Mahkota.
Pengumunan Visi Arab Saudi 2030 ditayangkan oleh stasiun televisi Al-Arabiya. Tayangan itu menyebutkan program privatisasi modal senilai 400 miliar dollar AS akan memberi peluang besar bagi sektor swasta. Visi 2030 juga disebut-sebut akan membuka lapangan kerja kepada 6 juta warga Arab Saudi dan menambah pendapatan keluarga hingga 60 persen.
Visi Arab Saudi 2030 merupakan penjabaran dari visi reformasi yang disampaikan MBS saat wawancara dengan majalah The Economist pada Januari 2016 dan kantor berita Bloomberg pada awal April 2016. Dalam wawancara dengan kantor berita Bloomberg pada 1 April 2016, MBS mengumumkan akan mendirikan kotak dana investasi negara dengan modal 2 triliun dollar AS demi persiapan pascamigas 20 tahun mendatang.
Visi ini disampaikan menyusul anjloknya harga minyak dunia pada akhir tahun 2015 yang mengakibatkan APBN Arab Saudi defisit hingga 87 miliar dollar AS. Arab Saudi menjadi salah satu negara paling terpukul akibat anjloknya harga minyak. Sebanyak 90 persen devisa negara berasal dari minyak.
Salah satu geliat pembaruan lain yang tampak di Arab Saudi adalah isu jender. Berkat Visi Arab Saudi 2030, status perempuan di Arab Saudi bertransformasi. Perempuan bisa menduduki jabatan tinggi di pemerintahan, seperti duta besar dan menteri. Arab Saudi juga berupaya meningkatkan partisipasi perempuan pekerja dari 22 persen menjadi 30 persen. Oxford Group menyebut, diizinkannya perempuan Arab Saudi mengemudi kendaraan akan meningkatkan partisipasi perempuan dari 17 persen menjadi 40 persen.
Tampilnya MBS dalam panggung politik Arab Saudi menunjukkan transisi kekuasaan di Arab Saudi. Manuver MBS sebagai generasi ketiga dari Dinasti Al-Saud cukup memberi harapan bagi masa depan Arab Saudi. MBS diharapkan mampu mengulang kesuksesan Syekh Mohammed bin Rashid Al-Maktoum yang berhasil membangun kota Dubai menjadi salah satu kota modern di dunia. (LITBANG KOMPAS)