logo Kompas.id
Bebas AksesPerjuangan Jusman Jaga Terumbu...
Iklan

Perjuangan Jusman Jaga Terumbu Karang Tobok Batang di Bontang

Jusman pernah membuat terumbu karang Tobok Batang di Bontang, rusak. Kini, dia berjuang menyelamatkan kawasan itu.

Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
· 5 menit baca
 Jusman, ketua kelompok konservasi terumbu karang Kimasea, Bontang, Kalimantan Timur.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Jusman, ketua kelompok konservasi terumbu karang Kimasea, Bontang, Kalimantan Timur.

Kenangan buruk di Selat Makassar pada pertengahan 2017 masih terekam dalam ingatan Jusman (46). Meski berbahaya, hal itu membuat niatnya semakin besar menjaga terumbu karang di Bontang, Kalimantan Timur.

Matahari tepat di atas kepala Jusman saat bertemu dengan seorang nelayan kenalannya di kawasan terumbu karang Tobok Batang. Letaknya di Selat Makassar, berjarak 4 kilometer dari rumah Jusman di Kampung Selambai, Kelurahan Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Bontang.

Membawa alat selam, Jusman hendak memantau pertumbuhan terumbu karang. Kontras dengan Jusman, kedatangan nelayan asal kecamatan lain itu justru berpotensi menghancurkan terumbu karang. Di sampannya tersimpan bom ikan yang dikemas dalam botol kaca 600 mililiter.

Sudah kenal sebelumnya, Jusman memberanikan diri menyapa. Setelah berbasa-basi, dia lantas mengutarakan keinginannya. ”Sebaiknya jangan bom ikan di sini. Ini daerah konservasi. Terumbu yang kami rawat bisa rusak,” kata Jusman saat menceritakan kejadian itu lagi pada Jumat (20/10/2023).

Responsnya di luar dugaan. ”Laut ini bukan punya siapa-siapa,” begitu kira-kira jawaban ketus dari lawan bicaranya.

Jusman sebenarnya tersinggung dengan jawaban itu. Namun, ia coba bersabar. Dia tahu, ujungnya bisa berbahaya bila emosi mereka bertemu di tengah lautan.

Baca juga: Persembahan untuk Terumbu Karang Indonesia

 Jusman, ketua kelompok konservasi terumbu karang Kimasea, Bontang, Kalimantan Timur.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Jusman, ketua kelompok konservasi terumbu karang Kimasea, Bontang, Kalimantan Timur.

Dia lantas bersiasat. Jusman mengeluarkan ilmu barunya tentang terumbu karang. Dia bicara tentang pertumbuhan karang yang lambat hingga hingga dampak panjang bila ikan tidak bisa bertelur di sana. Bekal itu didapatkan setelah didampingi PT Pupuk Kaltim (PKT) untuk merevitalisasi terumbu karang Tobok Batang.

Cara itu berhasil. Entah karena mengerti atau kesal, pengeboman urung dilakukan. Nelayan itu pulang meski menggerutu.

”Sampai di darat, saya di telepon bos nelayan tadi. Dia bertanya kenapa dilarang cari ikan. Saya jelaskan lagi kalau bom bisa merusak karang dan dia mau mengerti,” katanya.

Ilmu baru

Bersyukur tidak terjadi gesekan, Jusman memetik banyak pelajaran dari kejadian itu. Bukan perkara mudah mengajak banyak orang menjaga terumbu karang di Bontang. Padahal, keberadaannya menjadi bagian dari kawasan Segitiga Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle). Ia juga semakin paham bila berjuang bersama ilmu pengetahuan, hasilnya lebih ampuh ketimbang kekerasan, hukuman, apalagi senjata.

”Saat pendampingan dengan PKT, saya juga belajar cara berbicara, selain memantau dan mendata pertumbuhan karang,” kata Jusman, yang dari pelatihan mendapatkan sertifikat penyelaman.

Kini, enam tahun kemudian, lewat berbagai ilmu baru dan dinamika di lapangan, Jusman masih setia melindungi Tobok Batang. Dia dan 14 rekan, sekarang bergabung dalam kelompok konservasi Kimasea. Kima diambil dari nama kerang besar. ”Sea” adalah bahasa Inggris berarti lautan.

”Sejak 2017, kami merawat 14 gugus terumbu di lahan seluas 4 hektar, dari potensi 20 hektar, bersama PKT. Di sana ada ribuan media terumbu. Dari kubah beton hingga perahu dan bus yang sengaja ditenggelamkan menjadi rumah ikan baru,” katanya.

Hasilnya menggembirakan. Evaluasi tahun 2020, ada 34 jenis karang di Tobok Batang. Di tahun 2020, ada tiga jenis baru muncul, seperti Comaster, Riftia, dan Colpophyllia.

Jumlah ikan juga meningkat. Di tahun 2011, tercatat hanya ada enam yang tersisa di Tobok Batang. Sembilan tahun kemudian, tercatat ada 35 jenis. Bahkan, untuk pertama kalinya, ada ikan pari (Dasyatidae) berkeliaran di sana.

Mantan pengepul

 Jusman, ketua kelompok konservasi terumbu karang Kimasea, Bontang, Kalimantan Timur.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Jusman, ketua kelompok konservasi terumbu karang Kimasea, Bontang, Kalimantan Timur.

Iklan

Jusman mengakui, dia yang sekarang berbeda dengan dahulu. Sebelum bersama Kimasea, dia salah satu pengepul ikan hasil pengeboman. Ledakan bom ikan ikut menjaga roda ekonomi keluarganya.

Bom ikan, katanya, menjadi cara instan mendapat ikan dalam jumlah besar. Hanya dalam dua jam bisa mendatangkan Rp 40 juta. Dengan durasi yang sama, nelayan pemancing hanya mendapat kurang dari Rp 50.000 atau sekitar 10 ikan.

”Satu bom ukuran botol 600 ml bisa merusak 4 meter persegi terumbu karang. Setelahnya, kehidupan bahari di kawasan itu pasti musnah,” katanya.

Tobok Batang jadi saksi. Dulu, kawasan itu menjadi terumbu karang terbaik di mata nelayan Selambai karena kerapatan, aneka warna, dan keragaman jenis.

Hingga nestapa itu datang medio 2000-an. Bom ikan semakin kerap terdengar. Kawasan itu hancur. Bom membuatnya seperti padang pasir. ”Sekitar 90 persen terumbu karang di sana musnah,” katanya.

Titik balik terjadi pada 2009. Awalnya dia hanya diajak PKT membantu proses bioindikator di Tobok Batang dan pesisir Bontang. Kemampuan menyelam secara otodidaknya berguna membantu pemantauan kualitas air dan ekosistem di sekitarnya.

Saat menyelam pertama kali, dia menyebut sudah terenyuh melihat Tobok Batang. Namun, dia masih bingung harus berbuat apa. Saat itu, dia belum punya alternatif pekerjaan lain.

Lama-kelamaan, dampaknya semakin terasa. Ikan semakin sulit dicari. Sebagai warga lokal, ia juga malu bila hanya diam ketika proses bioindikator hingga pembuatan terumbu buatan dilakukan. Padahal, biaya yang dikeluarkan untuk proses itu mencapai miliaran rupiah.

”Akhirnya di tahun 2017, saya putuskan bergabung ikut program konservasi PKT. Saya ajak rekan-rekan lain dan bertahan hingga sekarang,” kata Jusman.

Satu anggota Karaka adalah nelayan yang pernah mau ribut dengan saya enam tahun lalu. Seperti saya, dia sekarang berjuang agar Tobok Batang tidak mati lagi.

Replikasi

 Pekerja menurunkan material untuk terumbu karang buatan dari atas mobil pengangkut di Kampung Selambai, Kelurahan Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Bontang, Kalimantan Timur, Sabtu (21/10/2023).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Pekerja menurunkan material untuk terumbu karang buatan dari atas mobil pengangkut di Kampung Selambai, Kelurahan Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Bontang, Kalimantan Timur, Sabtu (21/10/2023).

Pendamping Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PKT di Kimasea Dimas Prasetyo mengatakan, tidak mudah menumbuhkan kesadaran warga melindungi terumbu karang. Selama puluhan tahun, Jusman dan nelayan setempat melihat pengeboman ikan sebagai hal biasa. Sosialisasi harus dilakukan terus-menerus.

”Meski kerap dicuekin, saya tetap keras kepala bercerita pentingnya terumbu karang, turun langsung menyelam ke lapangan, dan menawarkan alternatif pekerjaan. Pak Jusman menjadi yang paling semangat mengembalikan keindahan Tobok Batang,” katanya.

Saat pemahaman dasar sudah hadir, Jusman menyebut tidak sulit terus menelurkan ide dan belajar mewujudkannya. Nelayan Kimasea, misalnya, kini mampu membudidayakan kerapu lumpur (Epinephelus suillaus) dalam 10 petak keramba tancap. Setiap enam bulan sekali, mereka bisa panen 200 kilogram. Harganya Rp 45.000 per kg.

Keahlian pengelasan dan sertifikasi menyelam juga ikut menambah penghasilan. Mereka kerap disewa beberapa perusahaan untuk pekerjaan bawah air. ”Kami juga tengah merintis wisata air. Nantinya, wisatawan akan dibawa berkeliling pesisir Bontang, termasuk melintasi Tobok Batang,” katanya.

Tidak ingin sendirian, Jusman mengatakan, terbuka mereplikasi program ini. Salah satunya, sebanyak 14 warga asal Bontang Kuala setahun terakhir membentuk Kelompok Konservasi Terumbu Karang Bontang Kuala (Karaka).

”Satu anggota Karaka adalah nelayan yang pernah mau ribut dengan saya enam tahun lalu. Seperti saya, dia sekarang berjuang agar Tobok Batang tidak mati lagi. Terumbu karang memberikan banyak hal, dari mata pencarian hingga persahabatan,” kata Jusman.

Baca juga: Rehabilitasi Terumbu Karang Perlu Dilanjutkan

Jusman

Lahir: Kutai Kartanegara, 28 Juli 1977

Pendidikan terakhir: SMK Regomasi Bontang

Editor:
MOHAMMAD HILMI FAIQ, DWI AS SETIANINGSIH
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000