logo Kompas.id
Bebas AksesJaga Alam dengan Ekonomi Hijau...
Iklan

Jaga Alam dengan Ekonomi Hijau Digital, Cuan Pun Datang

Digitalisasi dan keberpihakan pada ekonomi hijau bisa menjadi kunci menghadapi masa depan. Pelaku UMKM punya peluang besar meraup untung ideal saat menerapkan keduanya.

Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
· 5 menit baca
Yuli Hasan menjemur kain yang menggunakan teknik <i>ecoprint </i>di Swarna Alam, Jalan Ketilang Raya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023). Dengan <i>ecoprint</i>, Yuli membuat motif menggunakan bahan alam, seperti dedaunan. Usaha mikro, kecil, dan menengah binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon ini kerap mengikuti pameran di sejumlah kota.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Yuli Hasan menjemur kain yang menggunakan teknik ecoprint di Swarna Alam, Jalan Ketilang Raya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023). Dengan ecoprint, Yuli membuat motif menggunakan bahan alam, seperti dedaunan. Usaha mikro, kecil, dan menengah binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon ini kerap mengikuti pameran di sejumlah kota.

Ciayumajakuning Entrepreneur Festival usai digelar pada Jumat-Minggu (21-23/7/2023). Ajang ini tidak hanya memanggungkan produk usaha mikro, kecil, dan menengah yang fokus pada ekonomi hijau digital, tetapi juga mencatatkan transaksi penjualan hingga Rp 1,2 miliar.

Ingatan Yuli Hasan (46) belum bisa lepas dari Ciayumajakuning Entrepreneur Festival (CEF). Kegiatan yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon itu adalah ajang yang kedelapan kali tahun ini.

CEF menampilkan aneka produk UMKM dari Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan atau Ciayumajakuning. Puluhan pelaku UMKM, termasuk Yuli, mencoba membawa pesan sesuai tema, ”Ciayumajakuning Tumbuh, Hijau, dan Berkelanjutan”.

Saat ditemui di rumahnya di Kelurahan Larangan, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023), pemilik UMKM dengan jenama Swarna Alam ini antusias bercerita soal CEF. Bahkan, ia masih memajang papan kaca berisi merek produknya yang dilengkapi lambang CEF di ruang tamunya.

”Saya sudah tiga kali ikut CEF. Setiap ikut, omzetnya bisa sampai Rp 10 juta,” ucap Yuli yang menjual produk fashion berbasis ecoprint.

Yuli Hasan menunjukkan aneka produk Swarna Alam yang menggunakan teknik <i>ecoprint</i> di rumahnya di Jalan Ketilang Raya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023).
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Yuli Hasan menunjukkan aneka produk Swarna Alam yang menggunakan teknik ecoprint di rumahnya di Jalan Ketilang Raya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023).

Ecoprint merupakan teknik mewarnai kain dan membentuk motif menggunakan bahan alam, seperti dedaunan, bunga, hingga ranting pohon.

Bagi Yuli, meraup uang sejumlah itu dalam tiga hari hanya bisa terwujud dalam ajang seperti CEF. Tanpa pameran, ia ragu bisa mengumpulkan omzet sebanyak itu. Ibu tiga anak ini kudu berjuang lebih keras. Mulai dari menghubungi via telepon hingga mendatangi calon pelanggan.

Itu sebabnya, ia bersyukur bisa berpartisipasi dalam CEF. Namun, cuan bukan satu-satunya tujuannya. Baginya, ajang itu menjadi ruang kampanye ecoprint yang belum setenar batik dalam masyarakat.

”Batik kan ada Hari Batik. Memang ada Hari Ecoprint?” ucapnya tersenyum.

Menurut dia, ecoprint lebih ramah lingkungan karena minim limbah tekstil. ”Baju dari pabrik, misalnya, hanya digunakan dua tahun. Tapi, kalau baju ecoprint bisa bertahan empat tahun. Bahannya juga tidak buat kulit iritasi,” ucapnya menunjukkan telapak tangannya yang mulus.

Baca juga : Eksplorasi Flora dalam ”Ecoprint”

Iswahyudi, suami Yuli Hasan, menjemur kain yang menggunakan teknik <i>ecoprint</i> di Swarna Alam, Jalan Ketilang Raya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023).
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Iswahyudi, suami Yuli Hasan, menjemur kain yang menggunakan teknik ecoprint di Swarna Alam, Jalan Ketilang Raya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023).

Dengan ecoprint, warga bisa mengurangi limbah tekstil. Apalagi, limbah fashion termasuk penyumbang polusi terbesar di dunia. Secara global, industri tekstil menghasilkan emisi karbon 1,2 miliar ton per tahun (Kompas.id, 16/4/2023). Kesadaran akan hal itu disebut slow fashion.

Dulu, Yuli mengaku masih buta soal keterkaitan fashion dengan lingkungan. Sejak 2013, ia mulai menggeluti dunia busana dengan menjahit pakaian hingga menjual batik. Namun, pandemi Covid-19 pada 2020 menghancurkan usahanya. Pelanggannya tak lagi memesan baju.

Yuli pun tertarik mencoba membuat ecoprint, yang pernah ia lihat dalam sebuah pameran. Ia menganggap teknik itu lebih praktis dan masih jarang di Cirebon. Sekitar setahun, ia jatuh bangun belajar memproduksi pakaian ecoprint, termasuk mempromosikannya.

Dibandingkan batik cetak, pakaian ecoprint memang lebih mahal. Sehelai kain ukuran 2,5 x 1,15 meter, misalnya, Yuli membanderol Rp 500.000 hingga lebih dari Rp 2 juta. Salah satu biaya tertinggi ada pada kain serat alam yang bisa mencapai lebih dari Rp 1 juta sehelai.

Aneka produk Swarna Alam yang menggunakan teknik <i>ecoprint</i> terpajang di rumah Yuli Hasan di Jalan Ketilang Raya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023).
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Aneka produk Swarna Alam yang menggunakan teknik ecoprint terpajang di rumah Yuli Hasan di Jalan Ketilang Raya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023).

Namun, persoalan pemasaran ini mulai terpecahkan ketika KPw BI Cirebon mendampingi Yuli awal 2021. Ia mendapat pelatihan soal pemasaran produk secara digital, bertemu dengan sejumlah desainer, hingga pameran ke sejumlah kota.

Bulan ini saja ia menghadiri CEF, Karya Kreatif Jabar yang digelar BI Jabar, dan terbaru Karya Kreatif Indonesia oleh BI. Bahkan, karyanya jadi bahan peragaan busana dalam ajang tersebut. Inilah buah dari kegigihan Yuli mengembangkan ecoprint yang ramah lingkungan.

Iklan

Tidak hanya meraup untung, ia pun turut menjaga alam. Setidaknya 10 jenis pohon untuk bahan ecoprint sudah ditanam. Seperti, pohon ketapang, pepaya, hingga pohon lanang yang sudah jarang ditemukan di Cirebon. Semakin banyak produksi, kian banyak pula pohon yang ditanam.

Transaksi meningkat

Aneka motif batik Ciwaringin dari Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
KOMPAS/WINDORO ADI

Aneka motif batik Ciwaringin dari Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Suja’i, pengelola Galeri Batik Ciwaringin, juga menikmati berkah CEF. Mengusung batik tulis dengan pewarna alam, produknya termasuk jadi incaran pengunjung.

”CEF tahun ini, hasil penjualan semuanya Rp 12 juta. Ini meningkat dibandingkan tahun lalu, Rp 6 juta,” katanya.

Ia pun semakin percaya diri, batik ramah lingkungan yang ia produksi sejak 2010 akan mendatangkan cuan. Apalagi, dengan warna alam, ia tidak lagi bergantung dengan pewarna sintetis impor. Bahkan, produknya sudah terbang ke Amerika Serikat.

Suja’i dan Yuli hanyalah bagian dari sekitar 80 pelaku UMKM yang meraup untung dari CEF. Mereka mendapatkan promosi dan lapak jualan gratis selama tiga hari di mal. Aneka acara, seperti lomba mewarnai hingga pertunjukan artis Ibu Kota, pun turut menyedot pengunjung.

Baca juga : Ekonomi Hijau Digital

Suasana kegiatan Ciayumajakuning Entrepreneur Festival Ke-8 di Grage Mall, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (21/7/2023). Kegiatan tahunan itu mendukung promosi lebih dari 70 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan atau Ciayumajakuning.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Suasana kegiatan Ciayumajakuning Entrepreneur Festival Ke-8 di Grage Mall, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (21/7/2023). Kegiatan tahunan itu mendukung promosi lebih dari 70 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan atau Ciayumajakuning.

Sekitar 50.000 orang diprediksi datang saat CEF. Mereka pulang tidak tangan kosong, tetapi belanja. ”Perkiraan penjualan UMKM selama periode kegiatan (CEF) mencapai Rp 1,2 miliar, yang mana meningkat hampir 15 persen dari tahun lalu,” ucap KPw BI Cirebon Hestu Wibowo.

Jumlah transaksi selama tiga hari itu setara anggaran dana desa sekitar Rp 1 miliar per tahun setiap desa. ”Capaian CEF ini menunjukkan ekonomi hijau yang diterapkan UMKM bisa meraup untung. Artinya, warga juga sudah semakin sadar pentingnya menjaga alam,” ujarnya.

Konsep ekonomi hijau ini berupaya meningkatkan kesejahteraan manusia dan mengurangi risiko kerusakan lingkungan. Bahan baku hingga kemasan produk, misalnya, harus ramah lingkungan. ”Targetnya, UMKM bisa melestarikan alam juga meningkatkan daya saing,” ungkap Hestu.

Ia mencontohkan, pakaian ecoprint punya daya saing lebih tinggi dibandingkan baju biasa. Begitu pun dengan makanan. Beras organik, misalnya, lebih mahal dari pada nonorganik. Konsep ini dibutuhkan di tengah perubahan iklim serta ancaman krisis energi dan pangan.

Kalau tidak hijau dan digital, UMKM kita akan ketinggalan.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon Hestu Wibowo saat diwawancarai di Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (27/3/2023). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon menyiapkan uang tunai Rp 3,74 triliun untuk kebutuhan masyarakat selama Ramadhan.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon Hestu Wibowo saat diwawancarai di Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (27/3/2023). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon menyiapkan uang tunai Rp 3,74 triliun untuk kebutuhan masyarakat selama Ramadhan.

Menurut Hestu, model bisnis ini harus dimulai dari UMKM sebagai salah satu penopang perekonomian Indonesia. Sebab, sekitar 61 persen produk domestik bruto nasional berasal dari sektor UMKM. Lebih dari 97 persen penyerapan tenaga kerja juga dari UMKM.

Tidak hanya itu, pihaknya juga berupaya mengawinkan ekonomi hijau dengan digitalisasi melalui penerapan transaksi nontunai Standar Kode Respons Cepat Indonesia (QRIS). QRIS tidak hanya praktis, tetapi juga mengurangi penggunaan uang kertas yang berasal dari pohon.

Suasana kegiatan Ciayumajakuning Entrepreneur Festival Ke-8 di Grage Mall, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (21/7/2023). Kegiatan tahunan itu mendukung promosi lebih dari 70 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan atau Ciayumajakuning.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Suasana kegiatan Ciayumajakuning Entrepreneur Festival Ke-8 di Grage Mall, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (21/7/2023). Kegiatan tahunan itu mendukung promosi lebih dari 70 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan atau Ciayumajakuning.

Hingga akhir Juni 2023, sebanyak 505.109 gerai dan pelaku usaha di Ciayumajakuning telah memanfaatkan QRIS. Jumlah ini meningkat dibandingkan Oktober tahun lalu, yakni 420.014 gerai. Data ini, lanjutnya, menunjukkan masyarakat semakin melek pada digitalisasi.

Meski demikian, penerapan ekonomi hijau digital menuntut inovasi hingga teknologi yang ramah lingkungan. Hestu pun mengajak semua pihak, terutama pemerintah, berkolaborasi mendukung UMKM ke arah sana.

”Kalau tidak hijau dan digital, UMKM kita akan ketinggalan,” ucapnya.

Digitalisasi usaha adalah keniscayaan. Saat menjaganya tetap hijau, pesonanya berpotensi memberikan banyak keuntungan bagi manusia di sekitarnya.

Baca juga : Ekonomi Hijau dan Digital yang Menyejukkan Bumi

Editor:
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000