logo Kompas.id
Bebas AksesPemberdayaan Berbasis Data...
Iklan

Pemberdayaan Berbasis Data Kunci Mengatasi Kemiskinan di Perkotaan

Pemerintah kota di sejumlah daerah berupaya mengatasi kemiskinan dengan menerapkan kebijakan berbasis data. Meski demikian, keterbatasan anggaran masih menjadi tantangan.

Oleh
VINA OKTAVIA, PANDU WIYOGA
· 4 menit baca
Kepala Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan (Barenlitbang) Kota Surabaya Febrina Kusumawati, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor Rudy Mashudi, Kepala Barenlitbang Kota Depok Dadang Wihana, dan Kepala Bappeda Litbang Kota Palembang Harrey Hadi (dari kiri ke kanan) menjadi pembicara dalam Forum Kepala Bappeda di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (7/6/2023). Acara tersebut merupakan rangkaian Syukuran Hari Ulang Tahun Ke-23 Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia yang berlangsung pada 6-9 Juni 2023.
KOMPAS/PANDU WIYOGA

Kepala Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan (Barenlitbang) Kota Surabaya Febrina Kusumawati, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor Rudy Mashudi, Kepala Barenlitbang Kota Depok Dadang Wihana, dan Kepala Bappeda Litbang Kota Palembang Harrey Hadi (dari kiri ke kanan) menjadi pembicara dalam Forum Kepala Bappeda di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (7/6/2023). Acara tersebut merupakan rangkaian Syukuran Hari Ulang Tahun Ke-23 Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia yang berlangsung pada 6-9 Juni 2023.

PALEMBANG, KOMPAS — Setelah pandemi Covid-19 terkendali, kota-kota di Indonesia masih menghadapi tantangan besar untuk mengatasi kemiskinan. Berbagai strategi, mulai dari pendataan secara digital, pemberian bantuan sosial, hingga pemberdayaan ekonomi, digulirkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hal itu mengemuka dalam diskusi Forum Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (7/6/2023). Acara ini merupakan bagian dari rangkaian acara Syukuran Hari Ulang Tahun Ke-23 Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) yang berlangsung pada 6-9 Juni 2023.

Kepala Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan (Barenlitbang) Kota Surabaya, Jawa Timur, Febrina Kusumawati menuturkan, upaya menurunkan jumlah warga miskin di kota itu dilakukan lewat program pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Ia menjelaskan, Pemerintah Kota Surabaya melakukan pendataan kemiskinan secara digital melalui aplikasi Sistem Layanan dan Pendampingan Warga Surabaya (Sayang Warga). Aplikasi itu memungkinan perangkat RT/RW di setiap kelurahan memasukkan data warga, mulai dari identitas, kondisi ekonomi, kesehatan, hingga pekerjaan.

Warga membeli makanan yang dijual oleh pelaku UMKM di kawasan Taman Bungkul, Kota Surabaya,Jawa Timur, Minggu (19/6/2022). Hingga saat ini, Pemerintah Kota Surabaya terus mendukung pelaku UMKM.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Warga membeli makanan yang dijual oleh pelaku UMKM di kawasan Taman Bungkul, Kota Surabaya,Jawa Timur, Minggu (19/6/2022). Hingga saat ini, Pemerintah Kota Surabaya terus mendukung pelaku UMKM.

Dari situ, Pemkot Surabaya dapat mengidentifikasi jumlah warga miskin dan program bantuan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Pemkot Surabaya juga melibatkan warga setempat untuk menjadi sukarelawan yang membantu mendata dan mendampingi warga.

Selanjutnya, digulirkan program pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk warga yang masuk dalam kriteria penduduk miskin. Mereka diberikan pendampingan, pelatihan, pembentukan kelompok, hingga modal untuk membuka usaha, seperti konfeksi, pembuatan bata beton, hingga penatu (laundry).

Baca juga: Tantangan Bonus Demografi Menuju 2045

Selain itu, Pemkot Surabaya juga memberikan akses kepada pelaku UMKM memanfaatkan aset pemerintah secara gratis untuk dikelola menjadi tempat usaha, seperti warung atau kafe. Untuk menggerakkan ekonomi, Pemkot Surabaya juga menggulirkan anggaran sekitar Rp 100 miliar setiap tahun untuk belanja UMKM.

Menurut Febrina, pengentasan warga miskin lewat pemberdayaan masyarakat masih akan menjadi program prioritas tahun ini. ”Kami ingin mereka tidak hanya mengandalkan bantuan, tapi juga bisa berusaha dan lepas dari kemiskinan,” ucapnya.

Para kepala badan perencanaan pembangunan daerah (bappeda) menghadiri Forum Kepala Bappeda di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (7/6/2023). Acara tersebut merupakan rangkaian Syukuran HUT Ke-23 Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia yang berlangsung pada 6-9 Juni 2023.
KOMPAS/PANDU WIYOGA

Para kepala badan perencanaan pembangunan daerah (bappeda) menghadiri Forum Kepala Bappeda di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (7/6/2023). Acara tersebut merupakan rangkaian Syukuran HUT Ke-23 Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia yang berlangsung pada 6-9 Juni 2023.

Berbasis data

Selain Surabaya, kota yang dinilai berhasil menangani kemiskinan adalah Sawahlunto di Sumatera Barat. Pada 2022, persentase penduduk miskin di kota dengan 66.413 jiwa itu hanya 2,28 persen. Hal itu membuat Sawahlunto menjadi kota/kabupaten dengan angka kemiskinan paling rendah di Indonesia.

Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Barenlitbang) Kota Sawahlunto Lelis Eprienti mengatakan, rendahnya angka kemiskinan di kota itu merupakan buah dari pengambilan kebijakan berbasis data. Hal itu telah dilakukan Pemkot Sawahlunto sejak lebih dari 10 tahun lalu.

Iklan

”Menanggulangi kemiskinan harus dimulai dengan mengumpulkan data dengan serius. Menangani kemiskinan tidak bisa cepat, butuh waktu belasan atau puluhan tahun, karena persoalannya memang amat kompleks,” kata Lelis.

Ia menuturkan, selama ini Barenlitbang Sawahlunto menggandeng sejumlah universitas dalam menyelenggarakan survei untuk mengetahui kondisi masyarakat di kota tersebut secara mendetail. Survei itu bertujuan untuk memetakan sumber daya dan potensi yang dimiliki setiap keluarga.

Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Barenlitbang) Kota Sawahlunto Lelis Eprienti menghadiri Forum Kepala Bappeda di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (7/6/2023).
KOMPAS/PANDU WIYOGA

Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Barenlitbang) Kota Sawahlunto Lelis Eprienti menghadiri Forum Kepala Bappeda di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (7/6/2023).

”Data tersebut benar-benar kami pelajari karena itu amat penting bagi kami untuk memutuskan program apa yang bisa pemerintah buat untuk membantu warga keluar dari kemiskinan,” ujar Lelis.

Kota Sawahlunto terdiri dari 10 kelurahan dan 27 desa. Menurut dia, hal itu menjadi kelebihan bagi Sawahlunto dibandingkan daerah lain. Karena hidup di desa, kebanyakan warga miskin masih memiliki lahan pertanian dan ternak.

Baca juga : Kereta Api Uap ”Mak Itam” di Sawahlunto Kembali Beroperasi

Untuk menangani kemiskinan, Pemkot Sawahlunto membuat program pengembangan sektor pertanian dan peternakan. Bantuan bibit, pupuk, dan ternak disalurkan kepada keluarga miskin.

”Program itu berhasil membantu warga keluar dari kemiskinan karena penyalurannya tepat berkat data yang didapat dari survei sebelumnya. Kuncinya, pemerintah daerah harus percaya dengan data saat membuat sebuah kebijakan,” ucapnya.

Pejalan kaki melintas di depan Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Rabu (22/6/2022). Gedung ini merupakan salah satu cagar budaya bagian dari warisan budaya dunia UNESCO berupa tambang batubara Ombilin. Tambang batubara Ombilin ditetapkan sebagai warisan budaya dunia UNESCO pada 6 Juli 2019.
KOMPAS/YOLA SASTRA

Pejalan kaki melintas di depan Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Rabu (22/6/2022). Gedung ini merupakan salah satu cagar budaya bagian dari warisan budaya dunia UNESCO berupa tambang batubara Ombilin. Tambang batubara Ombilin ditetapkan sebagai warisan budaya dunia UNESCO pada 6 Juli 2019.

Anggaran minim

Sementara itu, Kepala Bappeda Litbang Kota Palembang Harrey Hadi menilai, upaya pengentasan warga miskin di kota dengan penduduk lebih dari 1,8 juta jiwa seperti Palembang jauh lebih kompleks dibandingkan kota yang penduduknya hanya berjumlah puluhan ribu orang, seperti Sawahlunto. Dia menyebut, minimnya anggaran jadi kendala utama.

Harrey menuturkan, permasalahan pokok Kota Palembang ada empat hal, yakni banjir, permukiman kumuh, kemacetan lalu lintas, dan pengelolaan sampah. Pemkot Palembang harus memutar otak untuk mengatasi empat masalah besar itu dengan anggaran yang terbatas.

”Palembang terdiri dari 107 kelurahan, luas kota ini mencapai 400 kilometer persegi. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang hanya Rp 4,1 triliun jelas tidak cukup untuk mengatasi persoalan-persoalan utama yang dihadapi kota kami,” katanya.

Baca juga : Air Bersih, Asa Mengikis Tengkes di Sumsel

Menangani kemiskinan tidak bisa cepat, butuh waktu belasan atau puluhan tahun, karena persoalannya memang amat kompleks.

Suasana pengujung senja di Jembatan Ampera yang melintang di atas Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (7/3/2017).
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Suasana pengujung senja di Jembatan Ampera yang melintang di atas Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (7/3/2017).

Oleh karena itu, lanjut Harrey, Pemkot Palembang berupaya menjaring dana dari luar APBD, misalnya dana hibah pemerintah luar negeri ataupun investasi swasta. Dana tersebut diperlukan Pemkot Palembang untuk membangun sejumlah infrastruktur.

”Upaya itu sudah kami lakukan, dana hibah dari Pemerintah Australia kami gunakan untuk membangun instalasi pengolahan air limbah. Sementara dana dari investasi swasta kami gunakan untuk membeli insinerator untuk mengatasi masalah sampah yang menumpuk,” ucapnya.

Editor:
HARIS FIRDAUS
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000