Konflik di Yaman berpotensi makin meluas. Tekanan koalisi Arab pada kelompok Houthi ditanggapi sangat serius oleh kelompok itu. Kini Houthi menggunakan rudal jarak jauh mereka.
Oleh
Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir
·5 menit baca
Perang Yaman yang berkecamuk sejak tahun 2015 kini menghadapi eskalasi luar biasa. Kelompok al-Houthi yang dikenal sebagai loyalis Iran secara mengejutkan menyerang kota Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab (UEA), dengan rudal balistik dan pesawat tanpa awak, sebanyak dua kali dalam satu pekan saja.
Serangan pertama dilakukan pada Senin (17/1/2022), yang menyebabkan tiga orang tewas dan enam orang luka-luka. Serangan kedua dilakukan sepekan kemudian, Senin (24/1/2022). Tidak ada korban dalam serangan ini. Dalam serangan tersebut, Kementerian Pertahanan UEA mengklaim berhasil mencegat dua rudal balistik yang ditembakkan Houthi ke arah kota Abu Dhabi sehingga tidak ada korban akibat serangan itu.
Menurut Aljazeera dalam lamannya pada Selasa (18/1/2022), dalam serangan itu, Houthi menggunakan rudal balistik jarak jauh Burkan-2H yang berdaya jangkau hingga 1.500 kilometer. Jarak antara kota Sana’a (ibu kota Yaman) dan kota Abu Dhabi sekitar 1.450 kilometer. Burkan-2H merupakan modifikasi varian rudal Scud buatan Rusia. Burkan-2H ditembakkan pertama kali ke arah Arab Saudi pada 22 Juli 2017.
Keberhasilan UEA mencegat Burkan-2H (dalam serangan kedua) memperlihatkan kemampuan negara itu meredam ancaman Houthi. Keberhasilan ini sangat penting bagi UEA untuk menenangkan para investor dan wisatawan asing.
Seperti diketahui, perekomonian UEA—selain berbasis minyak dan gas—sangat mengandalkan pariwisata, investasi asing, dan perdagangan internasional. Kota Dubai merupakan tujuan wisata kelima terpopuler di dunia.
Sebelum pandemi, yaitu pada tahun 2019, sebanyak 21.001.000 wisatawan mengunjungi UEA. Sektor pariwisata menyerap 604.300 tenaga kerja di UEA dan meraup pendapatan hingga 38,41 miliar dollar AS. Menurut World Bank Group tahun 2017, UEA menempati posisi ke-26 sebagai tempat bisnis terbaik di dunia.
Dengan catatan positif itu, UEA tentu berusaha maksimal menciptakan keamanan di negeri itu. UEA sangat khawatir, gangguan sekecil apa pun akan berdampak buruk pada perekonomian UEA. Apalagi UEA kini berusaha keras memulihkan industri pariwisata dan masuknya investasi asing setelah terpukul akibat pandemi Covid-19. Salah satu upaya yang mereka lakukan adalah menggelar perhelatan Dubai Expo yang digelar dari 1 Oktober 2021 hingga 31 Maret 2022.
Tak heran bila kemudian UEA mengucurkan dana sangat besar untuk membeli segala jenis senjata modern. Stockholm Institute untuk Perdamaian (SIPRI) melansir, UEA dalam lima tahun terakhir ini telah menerima sistem anti-serangan rudal buatan AS, THAAD, dan Patriot PAC-3. Pada 3 Desember di arena Dubai Expo, UEA menandatangani transaksi pembelian 80 pesawat tempur Rafale dan 12 helikopter militer Caracal buatan Airbus Helicopters, Perancis. Nilai transaksi persenjataan antara UEA dan Perancis itu mencapai 17 miliar euro atau sekitar Rp 277 triliun.
Laman The Jerusalem Post hari Sabtu lalu mengungkap, pada serangan pertama, THAAD berhasil mencegat sejumlah rudal balistik jarak jauh Houthi. Dan pada serangan kedua, rudal-rudal Houthi—menurut Aljazeera—dirontokkan oleh Patriot PAC-3.
Meluas
Di sisi lain, Houthi juga bisa menepuk dada. Setidaknya mereka memiliki kemampuan menyerang Abu Dhabi. Houthi tampaknya ingin mengganggu psikologis para pemimpin politik UEA.
Perang tidak lagi sebatas di wilayah Yaman, tetapi bisa merambah ke wilayah yang lebih luas hingga Abu Dhabi dan wilayah lain di UEA. Houthi kini bisa menunjukkan mereka mampu membalas serangan UEA.
Kedua, Houthi ingin menggangu kenyamanan investor. Salah seorang pemimpin al-Houthi, Mohammed al-Bakheti, menyerukan, pelaku usaha dan wisatawan asing segera meninggalkan UEA demi keselamatan mereka.
Seruan itu, dalam batas tertentu, cukup berhasil. Pemerintah AS pada Kamis (27/1) mengeluarkan peringatan kepada warganya agar waspada jika bepergian ke UEA. Washington menganjurkan warga AS sebaiknya mengurungkan niat bepergian ke UEA, kecuali untuk keperluan darurat.
Ketiga, al-Houthi ingin menyampaikan pesan kepada UEA agar segera menghentikan ikut campur urusan Yaman.
Seperti diketahui, UEA bersama Arab Saudi bergabung dalam koalisi Arab yang melancarkan invasi militer ke Yaman pada tahun 2015. UEA melancarkan serangan udara dan darat ke Yaman, dan berhasil menguasai kota Aden serta wilayah lain di Yaman Selatan.
Pada tahun 2019, UEA menarik pasukannya dari Yaman. Namun, UEA membentuk milisi loyalis, Amaliqa atau Brigade Raksasa.
Satuan elite ini merupakan pasukan andalan almarhum Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh. Namun, pasukan elite Amaliqa berantakan menyusul meletusnya revolusi rakyat Yaman pada tahun 2011 yang menumbangkan rezim Abdullah Saleh.
UEA kemudian membangun kembali satuan itu pada tahun 2015 dengan merekrut para pemuda Salafi sebagai anggotanya. Satuan elite Amaliqa bentukan UEA itu berhasil membebaskan kota Aden dari tangan Houthi pada pertengahan 2015 dan kota Mocha pada awal 2017.
UEA kemudian memperbesar satuan elite Amaliqa hingga terdiri dari 13 batalyon, dengan jumlah anggota 1.800 hingga 3.600 personel pada setiap batalyon. Tujuan UEA memperbanyak jumlah personel satuan elite Amaliqa untuk membebaskan kota pelabuhan al-Hudaydah di Yaman barat pada tahun 2018.
Namun, gerak maju satuan elite Amaliqa menuju kota al-Hudaydah terhenti setelah tercapai kesepakatan gencatan senjata di kota al-Hudaydah dan sekitarnya pada akhir tahun 2018. Kesepakatan itu terjadi antara Houthi dan Pemerintah Yaman dengan sponsor PBB di Stockholm, Swedia.
Saat ini, UEA memindah Amaliqa dari Yaman barat ke Provinsi Shabwa dan Ma’rib untuk menghadapi Houthi di dua provinsi kaya minyak itu. Satuan elite Amaliqa berhasil membebaskan sebagian besar wilayah Shabwa dan berhasil memukul mundur pasukan Houthi di sebagian wilayah Ma’rib.
Kekalahan di dua provinsi itu membuat pimpinan Houthi di Sana’a marah. Mereka cemas, Amaliqa bakal menyebar ke provinsi lain yang dikuasai al-Houthi di Yaman.
Situasi itu yang membuat mereka kemudian memutuskan menyerang Abu Dhabi dan beberapa wilayah di Arab Saudi. Eskalasi terbaru ini menjadi tantangan dan makin memperumit solusi politik di Yaman. Tak hanya itu, eskalasi itu berpotensi menyulut ketegangan antara poros Iran dan poros Arab Saudi di Yaman dan wilayah lain di Timur Tengah. Atau sebaliknya semakin mendorong PBB mencari solusi politik di Yaman.