Polisi Tetapkan Lima Tersangka Pengeroyokan Kakek di Pulo Gadung
Polisi akan terus mendalami kasus pengeroyokan Wiyanto Halim (89) hingga meninggal yang dinilai janggal oleh pihak keluarga korban.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi menetapkan lima tersangka terkait kasus pengeroyokan terhadap Wiyanto Halim, kakek berusia 89 tahun, di Kawasan Industri Pulo Gadung, Cakung, Jakarta Timur. Polisi akan terus mendalami kasus yang dinilai janggal oleh pihak keluarga korban itu.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan, dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Timur, Selasa (25/1/2022), menjelaskan, terjadi tindak pidana pada Minggu (23/1/2022) pukul 02.00 berupa pemukulan hingga koban meninggal di Jalan Pulo Kambing di Kawasan Industri Pulo Gadung, Cakung, Jakarta Timur.
”Korban atas nama Wiyanto Halim (89) yang meninggal di TKP. Dari kasus ini, penyidik melakukan pemeriksaan maraton terhadap 14 orang. Dari 14 ini ada saksi dan ada yang menjadi tersangka,” tutur Zulpan.
Lima dari 14 orang yang terlibat pengeroyokan telah dinaikkan statusnya menjadi tersangka. Tersangka satu adalah TB, ia berperan menendang mobil, menendang korban dengan kaki kanan ke arah pinggang, kemudian menendang perut. Kedua, JI, yang berperan menendang, menggunakan kaki kanan, tubuh korban dan mobil.
Ketiga, RYN, perannya menendang mobil, menarik paksa tangan korban dengan dua tangannya saaat korban di mobil sampai keluar. Ia juga memukul kepala korban dengan tangan kosong. Keempat, MA, yang menginjak kaca bagian depan hingga pecah, dan kelima, MJ, yang menendang korban dan mobil. Kelima tersangka yang rata-rata masih remaja usia 20 tahunan itu beramai-ramai mengeroyok Wiyanto dengan benda tumpul, seperti batu, kayu, dan helm. Akibatnya, kepala Wiyanto pecah dan meninggal di tempat. Video teriakan, pengejaran, perusakan, dan pemukulan korban viral di media sosial.
Menurut keterangan sementara yang didapatkan polisi dari kelima tersangka, mereka menyerang karena tersulut emosi. Terkait dengan kasus ini, para tersangka dikenai Pasal 170 Ayat 1 dan 2 juncto Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Zulpan menjelaskan, kasus ini bermula adanya kejadian penyerempetan kendaraan korban dengan pengendara motor di daerah Cipinang Muara, Pulo Gadung. Pengendara motor yang melihat mobil korban tidak berhenti kemudian melakukan pengejaran dan aksi provokatif dengan menyebut kata ”maling”.
”Karena itu, diartikan mobil itu mobil curian. Ini yang mengakibatkan banyaknya pemotor lain simpatik, secara beramai-ramai mengejar mobil korban sampai TKP akhir di Jalan Pulo Kambing dan dikeroyok,” tuturnya.
Dalam video yang viral di media sosial itu, sebuah mobil patroli polisi mengikuti pengejaran itu. Zulpan membenarkan hal tersebut. Menurutnya, polisi sesuai SOP ikut membuntuti mobil korban untuk menghentikan mobil korban, salah satunya dengan memberi imbauan melalui pengeras suara.
Di TKP, mobil korban berhenti dan massa yang berjumlah banyak segera menyerang mobil dan korban. Polisi pun ikut memberikan peringatan kepada massa untuk bubar. Namun, karena kalah jumlah, imbauan polisi tidak diindahkan massa sehingga pengeroyokan tetap terjadi.
”Secara psikologis kalau massa sudah berkumpul, apalagi ada provokasi, bisa sangat berbahaya. Oleh sebab itu, pelajaran penting yang bisa kita petik adalah bahayanya provokasi dan main hakim sendiri,” ujar Zulpan.
Kejanggalan
Pihak keluarga meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus pengeroyokan yang berujung tewasnya Wiyanto. Kuasa hukum keluarga korban, Freddy Y Patty, mengatakan, kasus pengeroyokan secara membabi buta dan keji itu dinilai keluarga tak sekadar pengeroyokan biasa.
”Sepertinya ini sengaja digiring ke tempat tersebut. Kemudian ada orang yang membuat video dan memviralkan. Berikutnya, dari paling belakang, ada pihak-pihak tertentu yang terus mengajak orang-orang sekitar untuk ikut,” kata Freddy, Senin kemarin.
Freddy menambahkan, korban secara pribadi tidak mempunyai musuh. Namun, korban sejak 1979 hingga saat ini masih terlibat sengketa kepemilikan tanah di Tangerang, Banten. ”Proses hukum (sengketa tanah) masih berlangsung. Kedua pihak saling lapor, saling gugat. Prosesnya masih berjalan,” tuturnya.
Bryna OPC, anak perempuan korban, mengatakan, pihaknya tidak bisa menerima ayahnya tewas menggenaskan akibat pengeroyokan massal itu. Ayahnya yang sudah lanjut usia itu juga tidak biasanya pergi dari rumah dalam jangka waktu lama.
Posisi awal ayahnya sebelum diteriaki maling, kata Bryna, sudah berada di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Jarak lokasi tersebut dengan rumah korban hanya 10 menit. ”Ini kenapa papa harus sampai sana (Pulo Kambing). Dan kenapa pulangnya malam. Kami minta keadilan,” tuturnya. Polisi pun berjanji untuk mengembangkan penelusuran kasus yang diduga melibatkan lebih dari lima pelaku ini.