Membawa Predator Seksual di Depok Kembali Menjadi Terdakwa
Meski sudah mendapatkan hukuman dari persidangan sebelumnya, secara hukum pidana Syahril Parlindungan Martinus Marbun tetap dapat dibawa ke pengadilan kembali dengan kasus berbeda.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
Perkara kasus kekerasan seksual oleh Syahril Parlindungan Martinus Marbun kepada anak-anak pelayan gereja atau misdinar Gereja Herkulanus, Depok, Jawa Barat, terus berlanjut di meja hijau. Keluarga korban dan pihak gereja masih berupaya mencari keadilan hukum.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Depok, Rabu (6/1/2021) silam, mengetuk palu hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 200 juta untuk Marbun karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana kekerasan seksual kepada J (13) dan BA (14).
Sebagai seorang pendidik, perbuatan Marbun melawan dan melanggar Pasal 82 Ayat 2 juncto 76 E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2020 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Selain pidana dan denda, Marbun juga mendapat pidana tambahan berupa pembayaran restitusi kepada korban J sebesar Rp 6,5 juta dan kepada BA sebesar 11 juta.
Hukuman yang sudah Marbun terima ternyata tidak berhenti di perkara kasus J dan BA. Kali ini, pendamping dan keluarga korban kembali menyeretnya ke meja peradilan atas kasus kekerasan seksual kepada korban D (14). Pada sidang pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum, SPM dikenai pasal yang sama seperti kasus kekerasan seksual sebelumnya.
Kuasa hukum Azaz Tigor Nainggolan yang mewakili keluarga korban mengatakan, dari hasil investigasi internal gereja, D setidaknya mendapat perlakuan kekerasan seksual sebanyak tiga kali. Tindak kekerasan seksual terakhir ia terima pada 29 Desember 2019 silam.
Ancaman Marbun membuat D dan beberapa anak korban lainnya tak berdaya. Bahkan, Marbun pernah mengancam akan menyebarkan foto bugil sehingga itu menjadi senjata pelaku untuk berbuat tindakan bejatnya seperti di perpustakaan gereja.
”Tindakan pelaku jelas tidak benar dan salah secara hukum. Ini upaya kami untuk terus mencari dan menegakkan keadilan. Kasus ini merupakan kasus kedua yang kami bawa dengan satu korban, meski dari sidang pertama dengan dua korban PN Depok sudah menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara. Selain itu, berkas kasus D juga sudah P21 dari Polres Depok sehingga tetap maju dan hari ini pembacaan dakwaan,” kata Tigor, Senin (24/1/2022).
Ini akan menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan tuntutan karena residivis menjadi hal pertimbangan yang memberatkan.
Meski sudah mendapatkan hukuman dari persidangan sebelumnya, kata Tigor, secara hukum pidana pelaku bisa dibawa kembali ke meja peradilan karena berkas dan kasus korbannya berbeda dengan peradilan sebelumnya. Pihaknya pun akan mengajukan hak restitusi yang harus dibayar pelaku kepada korban.
”Ini tetap harus maju karena ini untuk memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual. Ini juga agar korban lainnya mau melaporkan. Dari investigasi gereja setidaknya ada 23 korban anak. Kami berharap hukuman Marbun menjadi akumulatif lebih berat,” kata Tigor.
Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Depok Andi Rio Rahmatu melanjutkan, terdakwa Marbun yang sudah menerima hukuman 15 tahun penjara dari kasus sebelumnya akan menjadi pertimbangan bagi jaksa penuntut umum lalu keputusan majelis hakim untuk menentukan hukuman yang akan diterima terdakwa.
”Ini akan menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan tuntutan karena residivis menjadi hal pertimbangan yang memberatkan,” ujar Andi.
Dari dakwaan kepada pelaku terhadap kasus korban D, lanjut Andi, kuasa hukum Marbun mempunyai hak untuk mengajukan keberatan dalam sidang eksepsi pada 7 Februari mendatang. Penasihat hukum Marbun, Violen, menilai, persidangan lanjutan oleh kliennya dianggap berlebihan dan gila karena Marbun sudah menjalani hukuman 15 tahun.
”Ini permainan. Praperadilan kita ajukan lebih awal. Kelihatan dong permainan untuk menggugurkan praperadilan. Ini sudah diputuskan, kemudian ada lagi, dilaporkan kembali. Dan saat ini pelapornya sudah meninggal. Dia di dalam (penjara) juga manusia, dia sudah menjalani itu,” ujar Violen.
Menurutnya, Marbun berhak mendapatkan kesempatan untuk bertobat. Konsekuensi dari kesalahan Marbun pun sudah dijalankan.
Menanggapi hal tersebut, Tigor meminta kuasa hukum Marbun untuk menjelaskannya di persidangan selanjutnya.
”Hukum di negara kita berjalan. Tidak ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual. Akan ada banyak korban jika hukum diam. Ada banyak korban pula yang perlu kita lindungi dan perhatikan masa depannya,” kata Tigor.