Aplikasi Telemedik Atasi Layanan Kesehatan yang Terhambat
Layanan kesehatan daring atau ”telemedicine” jadi solusi bagi masyarakat yang kesulitan mengakses layanan kesehatan selama pandemi. Lebih jauh, telemedik diharap membantu pemerataan layanan kesehatan di Indonesia.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi membuat jumlah kunjungan masyarakat ke fasilitas layanan kesehatan turun sepanjang 2020 karena mereka khawatir terpapar Covid-19. Adanya layanan kesehatan jarak jauh atau telemedicine diharapkan jadi solusi alternatif. Lebih jauh, telemedik diharapkan membantu pemerataan layanan kesehatan di Indonesia.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Harbuwono mengatakan, angka kunjungan publik ke puskesmas sepanjang 2020 turun 83,6 persen. Selain itu, 43 persen puskesmas tidak menyelenggarakan posyandu dan 56,9 persen puskesmas mencatat penurunan cakupan imunisasi.
”Di sisi lain, kunjungan masyarakat ke layanan kesehatan digital meningkat. Ini hal yang positif,” kata Dante secara daring, Senin (1/3/2021), pada acara peluncuran aplikasi telemedik Good Doctor.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, kunjungan masyarakat ke aplikasi telemedik naik hingga 600 persen selama pandemi. Dante menambahkan, walau tidak bisa sepenuhnya mengganti pengobatan langsung, telemedik bisa membantu masyarakat yang butuh layanan kesehatan saat pandemi.
Salah satu penyedia telemedik, Good Doctor, meluncurkan aplikasi bagi pengguna di Indonesia hari ini. Sebelumnya, Good Doctor bermitra dengan perusahaan teknologi Grab untuk membuat layanan GrabHealth sejak 2019.
”Selama setahun terakhir kami tumbuh 8-10 kali. Kami bermitra dengan lebih dari 2.000 rumah sakit dan apotek serta ribuan dokter umum dan spesialis. Good Doctor diharapkan bisa membantu layanan kesehatan agar mudah diakses dan terjangkau,” ujar Managing Director Good Doctor Indonesia Danu Wicaksana.
Di sisi lain, kunjungan masyarakat ke layanan kesehatan digital meningkat. Ini hal yang positif.
Danu berharap aplikasinya bisa menjangkau seluruh kabupaten dan desa di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Untuk itu, pihaknya tetap akan bermitra dengan Grab. Kemitraan dengan pemerintah juga akan diteruskan, seperti dengan Kementerian Kesehatan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Disparitas layanan
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih, masih ada disparitas layanan kesehatan di Indonesia. Hal ini, di antaranya, dipengaruhi kondisi geografis Indonesia yang berupa negara kepulauan. Beberapa daerah sulit dijangkau karena keterbatasan akses.
Layanan kesehatan berbasis teknologi dinilai bisa menjembatani masalah itu. Publik bisa berkonsultasi dan mencari informasi kredibel tanpa terhalang jarak.
”Selain disparitas, masalah lain yang dihadapi adalah masyarakat masih memilih melakukan pengobatan sendiri daripada mendapat layanan kesehatan. Barangkali ada faktor yang mesti diperkuat agar layanan kesehatan bisa diperluas dan mudah dijangkau masyarakat,” kata Daeng.
Daeng mengajak publik agar tidak ragu menggunakan telemedik. Sebab, dokter yang tersedia di aplikasi telah terdaftar dan memiliki izin praktik. Dengan begitu, informasi dan diagnosis yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun aplikasi telemedik kini dikembangkan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Telemedik dalam layanan JKN-KIS diuji coba di sejumlah fasilitas kesehatan di Jakarta, Yogyakarta, Medan, Serang, dan Gorontalo. Layanan yang diuji coba ada tiga, yakni telekonsultasi, tele-USG, dan tele-EKG (Kompas, 17/12/2020).
Akses internet
Sekretaris Jenderal Komunikasi dan Informatika Mira Tayyiba mengatakan, pemerintah menyambut positif digitalisasi sektor kesehatan. Pemerintah membangun infrastruktur pendukung, salah satunya menyediakan akses internet bagi 3.126 fasilitas pelayanan kesehatan yang sebelumnya belum terhubung internet. Proyek ini rampung di akhir 2021.
”Kini ada 13.011 fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia yang terkoneksi internet. Ini hasil kolaborasi dengan sejumlah pemangku kepentingan. Hal ini selesai tujuh tahun lebih cepat karena target awalnya selesai di 2027,” tutur Mira.
Menguatkan ekosistem pendukung telemedik dinilai penting. Sebab, jasa kesehatan jadi salah satu sektor dengan pertumbuhan positif saat pandemi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jasa kesehatan tumbuh 11,6 persen di 2020 secara tahunan. Sektor informasi dan komunikasi juga tumbuh 10,58 persen.
”Ini membuka peluang pemulihan kesehatan dan ekonomi yang tidak bisa dilewatkan,” kata Mira.