Mengungkap Dampak Utuh Pandemi Covid-19 Melalui Angka ”Kematian Berlebih”
Pengaruh pandemi ini begitu besar bagi kondisi kesehatan masyarakat hingga dapat menimbulkan kematian yang seharusnya tidak terjadi bagi mereka yang tidak terpapar virus korona. Hal ini disebut ”excess death”.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·3 menit baca
Pandemi ini berdampak lebih luas daripada angka jumlah kematian positif Covid-19 setiap hari yang mungkin dipublikasikan setiap hari di berbagai negara sejak pandemi melanda.
Pengaruh pandemi ini begitu besar bagi kondisi kesehatan masyarakat hingga dapat menimbulkan kematian yang seharusnya tidak terjadi bagi mereka yang tidak terpapar virus SARS-CoV-2.
Hal ini tecermin pada metrik yang disebut ”excess death”, dalam bahasa Indonesia mungkin bisa disebut sebagai angka ”kematian berlebih”, ”kematian yang tidak perlu”, ataupun ”kematian tidak langsung”.
Pada pertengahan Juni 2020, BBC melaporkan bahwa diperkirakan setidaknya ada 130.000 kasus excess death, atau mereka yang meninggal di luar catatan resmi kasus positif Covid-19, dari 27 negara di dunia. Ini artinya, ada jumlah orang yang meninggal sebagai imbas pandemi ini sekitar 30 persen lebih tinggi dari pasien positif Covid-19 yang meninggal.
Dalam penelusurannya ini, BBC tidak hanya mendapatkan contoh bagaimana beban fasilitas pelayanan kesehatan yang meningkat drastis menyebabkan kematian berlebih, tetapi juga mendapatkan gambaran baik dan buruknya instansi pemerintah dari berbagai negara mengolah data mereka.
”Misalnya Ekuador, catatan mortalitas nasional formatnya berubah-ubah. Kadang per hari, tetapi juga ada per bulan dan per pekan. Setiap negara pun memiliki format yang berbeda-beda. Kami harus menstandardisasi,” kata Becky Dale, jurnalis data BBC, dalam diskusi secara virtual bersama anggota komunitas pemerhati data Indonesia, Journocoders, Jumat (21/8/2020).
Becky bersama koleganya, Nassos Stylianou, adalah wartawan data BBC yang melakukan penelitian ini.
Penggalian data mortalitas diperlukan untuk menentukan baseline yang dijadikan asumsi jumlah kematian yang normal. Agar dapat menjangkau pembaca sebanyak mungkin, Becky dan Nassos berusaha untuk mencakup seluruh negara di mana BBC memiliki publikasi dalam bahasa lokal, yakni 41 negara.
BBC tidak hanya mendapatkan contoh bagaimana beban fasilitas pelayanan kesehatan yang meningkat drastis menyebabkan kematian berlebih, tetapi juga mendapatkan gambaran baik dan buruknya instansi pemerintah dari berbagai negara mengolah data mereka.
Sejak pertengahan April, Becky dan Nassos menggali data dari berbagai negara dan menemukan berbagai kesulitan. Dari inkonsistensi periode data seperti pada Ekuador tadi ataupun tidak adanya data mortalitas nasional yang rinci, seperti di Indonesia.
Kemudian, juga ada perbedaan format periode data seperti Korea Selatan yang per bulan dan Afrika Selatan yang datanya dalam format per pekan. Ini semua harus distandardisasi agar setara.
”Turki, misalnya, juga tidak memiliki data nasional, tetapi Istanbul ada. Di Indonesia kami akhirnya menggunakan data penguburan. Jadi intinya banyak penggalian data secara manual,” kata Becky. Total ada 27 negara dan kota yang akhirnya memiliki kelengkapan data yang memadai.
Dengan begitu tersebar dan beragamnya data ini, Becky dan Nassos melakukan penggalian data selama dua bulan, dimulai sejak April, hingga artikel dipublikasikan pada 18 Juni. ”Namun, kami tidak harus menulis artikel tiap hari, jadi kami punya waktu yang lumayan,” kata Becky.
Pada dasarnya, Becky dan Nessos ingin membandingkan rata-rata angka mortalitas selama lima tahun terakhir dengan data kematian selama 2020.
Beragam penyebab
Nassos mengatakan, pihaknya juga berkonsultasi dengan sejumlah ahli demografi di setiap negara untuk menghindari kesalahan interpretasi di setiap negara. Hal ini penting untuk memaknai anomali data seperti yang terjadi di Afrika Selatan.
Berbeda dari negara-negara lain, ternyata jumlah di Afrika Selatan justru lebih rendah 9 persen dibandingkan masa normal. Berkonsultasi dengan epidemiolog setempat, hal ini diperkirakan karena berkurangnya kasus pembunuhan akibat diberlakukan lockdown.
”Kita memang harus bicara ke banyak ahli di setiap negara, khususnya di negara-negara yang instansi pemerintahnya kurang kooperatif,” kata Nassos.
Selain grafik data di setiap negara, laporan BBC tersebut juga dilengkapi dengan cerita personal dari berbagai negara. Nassos mengatakan, cerita personal menjadi penting sebagai pendamping sebuah statistik.
Misalnya, untuk Indonesia, Nassos menyelipkan cerita tentang bagaimana pandemi Covid-19 secara tidak langsung menimbulkan kematian seorang anak balita penderita leukemia dan anemia di Ambon.
Anak balita bernama Rafa tersebut terlambat mendapat pertolongan karena ditolak berbagai rumah sakit karena salah satunya rumah sakit ditutup karena tenaga medisnya terpapar Covid-19.
”Ini untuk menunjukkan bahwa ini benar-benar berdampak langsung akibat Covid-19, bukan sekadar angka,” kata Nassos.