logo Kompas.id
Artikel OpiniYang Lain dari Burung Kayu
Iklan

Yang Lain dari Burung Kayu

Novel Burung Kayu menyajikan realitas yang selama ini berseliweran di media, baik televisi, maupun media sosial. Konflik perebutan lahan antara penguasa dan yang ‘dikuasai,’ yang katanya demi kesejahteraan dan kemajuan.

Oleh
HUBBI S HILMI
· 5 menit baca
Didie SW
Kompas

Didie SW

Peradaban telah hilang, diganti hanya tontonan. Muturuk tak lagi sakral, berubah hanya sebagai festival. Burung kayu tak lagi tertancap di pohon katuka, ia cukup digantung di sebatang bambu. Tak lagi sebagai simbol penjaga martabat uma dengan bertaruh nyawa, kini sebatas sebagai asesoris penghias panggung belaka. Pun ti’ti’ durukat berganti tato-tato dari spidol para guru di sekolah.

Mengeja Burung Kayu karya Niduparas Erlang menciptakan pemahaman terhadap pesan penting dari kisah yang diungkap dalam buku. Novel yang meraup juara Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) 2020 dan dinobatkan sebagai ‘Naskah yang Menarik Perhatian Juri’ dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2019 ini bercerita tentang kehidupan satu keluarga pada suatu suku di pedalaman Sumatera Barat. Dibuka dengan sebuah ritual sakral, muturuk dan diakhiri dengan sebuah festival yang dinamai dengan muturuk.

Editor:
YOHANES KRISNAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000