Kejatuhan Imran Khan dan Tantangan Pemerintahan Baru
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan dijatuhkan lewat mosi tak percaya di parlemen. Untuk pertama kali dalam 74 tahun sejarah berdirinya Pakistan, perdana menteri dijatuhkan melalui mosi tak percaya.
Setelah kisruh panjang dengan partai-partai oposisi, pada 10 April 2022, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan dijatuhkan lewat mosi tidak percaya di parlemen.
Untuk pertama kali dalam 74 tahun sejarah berdirinya Pakistan, perdana menteri (PM) dijatuhkan melalui mosi tidak percaya. Ini juga melengkapi catatan sejarah berakhirnya kekuasaan semua PM di negeri itu sebelum periode lima tahun sebagaimana digariskan konstitusi. Kejatuhan Khan terkait dengan berbagai kebijakan domestik dan luar negeri yang kontroversial di tengah kesulitan ekonomi yang dihadapi rakyatnya.
Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, militer Pakistan memainkan peran menentukan dalam politik nasional. Bahkan, naiknya Khan ke kursi PM pada Juli 2018 tak lepas dari peran militer. Hasil pemilu Pakistan tahun itu mengejutkan parpol-parpol tua yang mapan. Partai Tahreek-e Insaf (PTI) pimpinan ikon kriket Pakistan, Imran Khan, menang besar atas dua rival utamanya: Partai Liga Muslim-Nawaz (PML-N) pimpinan Nawaz Sharif dan Partai Rakyat Pakistan (PPP) pimpinan Bilawal Bhutto Zardari.
PTI meraih 117 dari 272 kursi Majelis Nasional, PML-N mendapat 63 kursi, dan PPP 43 kursi. Sisa 49 kursi terbagi ke parpol-parpol kecil. Dengan hasil ini, Khan untuk pertama kali menjadi PM setelah berkoalisi dengan parpol-parpol kecil untuk minimal memperoleh 137 kursi demi menjadi mayoritas di parlemen.
Untuk pertama kali dalam 74 tahun sejarah berdirinya Pakistan, perdana menteri (PM) dijatuhkan melalui mosi tidak percaya.
Berakhirnya bulan madu
Bagaimanapun, pemerintahan Khan yang belum berpengalaman sudah harus menghadapi banyak masalah sejak awal. Pertama, menenangkan lawan-lawannya yang tak mengakui hasil pemilu. Pemilu waktu itu memang lebih buruk ketimbang pemilu tahun 2013, di mana Khan memprotes hasilnya. Misi pengamat Uni Eropa (UE) menyatakan pemilu tidak berjalan jujur dan ada kecurangan dalam proses penghitungan suara.
Asesmen UE menyatakan upaya sistematis untuk mengalahkan partai penguasa (PML-N) melalui kasus-kasus korupsi, pelanggaran tata tertib pengadilan, dan dakwaan teroris terhadap para pemimpin dan kandidatnya. Nawaz Sharif memang ditangkap menjelang hari pencoblosan dengan tuduhan korupsi. Terkait dengan peran militer, pengamat UE mengatakan bahwa personel keamanan kedapatan merekam dan mentransmisi hasil penghitungan suara.
Laporan itu konsisten dengan tuduhan parpol oposisi sebelum pemilu dan saat penghitungan suara. Militer dan agen intelijen Pakistan (ISI) dianggap berpihak kepada PTI. Mereka dituduh mengintimidasi wartawan, membungkam media arus utama, dan menyensor konten berita selama masa kampanye. Dukungan militer kepada Khan berdasar asumsi dia, yang belum berpengalaman bisa disetir, terutama dalam kebijakan pertahanan dan luar negeri. Pemerintahan Nawaz Sharif memang sering cekcok dengan militer terkait dengan kebijakan luar negeri.
Namun, selain memuji-muji sistem pemerintahan Iran dan China, dua musuh AS, terbukti Khan juga sangat kritis terhadap AS. Padahal, militer ingin tetap berhubungan baik dengan AS karena mengharapkan pemulihan bantuan keuangannya kepada Pakistan sekaligus untuk mengimbangi India yang berhubungan erat dengan AS.
Memang, pada masa Presiden Trump, AS menghentikan bantuan tahunan 1,3 miliar dollar AS karena menganggap Pakistan tak mau mengendalikan Taliban dalam perangnya melawan AS. Hubungan mesra Pakistan dan Iran, rival berat Arab Saudi sebagai mitra strategis Pakistan sejak lama, tentu juga tak dikehendaki militer.
Yang juga merisaukan AS, pada hari invasi Rusia ke Ukraina, Khan terbang ke Moskwa menjumpai Putin untuk menunjukkan dukungannya. Ini ia lakukan untuk mengimbangi India yang tak mau mengecam Rusia. Bahkan, New Delhi meningkatkan pembelian minyak Rusia saat NATO dan UE menjatuhkan sanksi keras atas Moskwa.
Yang juga merisaukan AS, pada hari invasi Rusia ke Ukraina, Khan terbang ke Moskwa menjumpai Putin untuk menunjukkan dukungannya.
Rusia memang pemasok senjata utama ke India sejak dulu. Sikap Khan ini juga untuk menunjukkan solidaritasnya dengan China, sekutu tradisional Pakistan, yang menyalahkan NATO karena abai pada keprihatinan keamanan Rusia terkait dengan rencana NATO mengintegrasikan Ukraina ke keanggotaannya. Awal Februari, menjelang invasi Rusia, Khan salah satu dari segelintir pemimpin dunia yang menghadiri Olimpiade Musim Dingin Beijing.
Karena sikap Khan ini, AS menekan Pakistan. Bagaimanapun, militer melihat kebijakan-kebijakan Khan bertentangan dengan kepentingan Pakistan. Tak heran militer mengakhiri bulan madunya dengan Khan. Beberapa jam sebelum mosi tidak percaya, Panglima Jenderal Qamar Javed Bajwa menemui Khan. Bisa dipastikan ia meminta Khan lengser keprabon.
Baca juga: Jejak-jejak Militer di Balik Drama Politik Penggulingan PM Pakistan
Masalah ekonomi
Selain kebijakan luar negeri Khan yang kontraproduktif bagi kepentingan Pakistan, perubahan sikap militer juga terkait dengan krisis ekonomi yang dihadapi rakyat. Dulu, salah satu faktor yang mendorong rakyat mencoblos PTI adalah agenda reformasi yang dijanjikan Khan, yang memprioritaskan ekonomi di tengah defisit besar perdagangan luar negeri Pakistan, cadangan devisa yang menyusut, dan nilai mata uang yang mengalami depresiasi tajam.
Dalam kampanyenya untuk ”Pakistan Baru”, Khan menjanjikan penciptaan 10 juta lapangan pekerjaan dan membangun 5 juta rumah bagi kaum miskin jika berkuasa kelak.
Untuk itu, ia mengandalkan orang-orang kaya Pakistan di luar negeri yang berjanji akan menginvestasikan miliaran dollar AS di Pakistan. Sebagai pemimpin terpilih, ia diharapkan memenuhi janji-janjinya itu. Nyatanya, ia gagal menghidupkan kembali ekonomi atau memenuhi janjinya membebaskan Pakistan dari korupsi.
Di luar itu, kinerja ekonomi pemerintah memang payah, ditambah harus menghadapi serangan kelompok-kelompok bersenjata dan menghadapi tantangan ekonomi sangat berat akibat pandemi Covid-19.
Meningkatnya harga-harga secara global telah berdampak pada banyak negara. Digabungkan dengan krisis politik, kenaikan harga-harga berakibat sangat buruk pada Pakistan yang mengandalkan pinjaman luar negeri, di bawah batasan IMF, dan importir bahan-bahan pokok, seperti bahan bakar.
Pemerintahan jinak
Jika pemeritahan Khan dikenal keras terhadap AS dan India, pemerintahan penggantinya akan bersikap lebih lunak kepada dua negara itu.
Ini merupakan jawaban Pakistan yang dipandang lebih realistis menghadapi krisis ekonomi. Pemerintahan baru sangat mungkin akan dipimpin PM Shehbaz Sharif (pengganti Nawaz Sharif yang pernah tiga kali menjabat PM) dari partai PML-N, partai oposisi terbesar, dalam sistem demokrasi parlementer Pakistan.
Sebagai bagian dari klan Sharif yang kaya, Shehbaz dikenal karena gaya pemerintahannya yang doyan melakukan apa saja—saat ia menjadi menteri utama Provinsi Punjab—yang umumnya relatif berhasil ketimbang dia sebagai politikus.
Adik Nawaz Sharif, Shehbaz, memimpin tawar-menawar oleh pihak oposisi di parlemen untuk menjatuhkan Khan. Ia punya hubungan akrab dengan militer dan berpandangan hubungan baik dengan AS merupakan hal sangat penting bagi Pakistan, yang tentunya sangat berbeda dengan Khan yang membangun hubungan antagonistik dengan AS.
Baca juga: Pakistan Kembali ke Jalur Politik Dinasti
Terkait dengan tetangga India, Shehbaz juga bersedia bersikap lebih lunak menghadapi kenyataan kebijakan pendudukan New Delhi atas Kashmir yang ditentang Pakistan. Memang masih ada beberapa langkah prosedur sebelum Sharif jadi PM ke-23 Pakistan, tetapi oposisi secara konsisten mengidentifikasi dirinya sebagai satu-satunya calon.
Dengan meredakan ketegangan dengan AS dan India, Shehbaz berharap dirinya mampu menghadapi tantangan ekonomi yang berada di depan mata meski kemungkinan besar ia tak dapat bertindak independen sepenuhnya karena ia harus bekerja berdasarkan agenda kolektif dengan parpol-parpol oposisi lain dan kakaknya.
Namun, untuk kepentingan ekonomi dan geopolitik, Shehbaz akan memperkuat hubungan dengan China yang telah ia bangun saat berkuasa di Punjab. Sebagai menteri utama Punjab, ia merencanakan dan mengeksekusi sejumlah megaproyek infrastruktur ambisius, termasuk sistem transportasi massal modern pertama Pakistan.
Menjelang kepulangannya setelah masa dinasnya selesai tahun lalu, Konjen China menulis kepada Shehbaz dengan memujinya melakukan eksekusi cepat proyek-proyek besar di bawah inisiatif Koridor Ekonomi China-Pakistan.
Namun, semua yang dikatakan di atas belum cukup kalau pemerintahan Shehbaz tak mampu merespons tekanan internasional yang menuntut Pakistan mendesak Taliban memenuhi komitmennya menghormati HAM, seraya berupaya mengurangi instabilitas di Afghanistan. Ini tidak mudah dilakukan berhubung Pakistan berkepentingan menjaga hubungan baiknya dengan Taliban untuk mencegah Afghanistan jatuh kembali ke dalam pengaruh India sebagaimana rezim Afghanistan sebelumnya.
Smith Alhadar Penasihat The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES)