Indonesia akan menerapkan cukai untuk minuman berpemanis. Tujuan penerapan cukai adalah untuk menekan risiko penyakit tak menular, terutama diabetes. Bagaimana persiapan Indonesia dalam penerapan regulasi cukai tersebut?
Oleh
NURI ANDARWULAN
·5 menit baca
Ada wacana Indonesia akan menerapkan cukai untuk minuman berpemanis. Skema cukai belum secara jelas disampaikan, tetapi pakar advokasi Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Abdilah Hasan, merekomendasikan cukai untuk semua jenis produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), minimum 20 persen dari harga produk dan diterapkan secara multi-layer berdasar kandungan pemanisnya (Kompas, 1/4/2022).
Pendapatan negara atas cukai secara nasional telah dihitung dengan hasil yang fantastik. Tujuan penerapan cukai adalah untuk menekan risiko penyakit tak menular, terutama diabetes. Beberapa negara telah menerapkan cukai untuk minuman berpemanis (sugar sweetened beverages/SSB), di antaranya Barbados, Meksiko, India, Inggris, Afrika Selatan, Filipina, dan Thailand.
Cukai diterapkan pada jenis produk tertentu yang berbeda-beda dan terdapat beberapa pengecualian untuk jenis minuman yang berbeda-beda pula untuk masing-masing negara. Bagaimana persiapan Indonesia dalam penerapan regulasi cukai minuman berpemanis?
Tujuan penerapan cukai adalah untuk menekan risiko penyakit tak menular, terutama diabetes.
Konsumsi SSB
Data konsumsi gula di Indonesia bisa ditemukan pada Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI, 2014) yang datanya diolah Atmarita et al, yaitu rata-rata 25,61 gram/orang/hari. Semakin bertambah umur, konsumsi semakin meningkat dan konsumsi tertinggi pada orang dewasa di atas 55 tahun, yaitu 28,15 gram/orang/hari.
Angka konsumsi rata-rata ini memenuhi rekomendasi Menteri Kesehatan, yaitu kurang dari 50 gram/orang/hari (Permenkes No 30/2013). Pada regulasi itu juga disebutkan, konsumsi lebih dari 50 gram/hari berisiko pada kesehatan.
Data konsumsi gula berdasarkan hasil survei konsumsi oleh Andarwulan et al (2021) di Jakarta Selatan menunjukkan rerata 41,65 gram/orang/hari lebih tinggi dari data SKMI, tetapi masih memenuhi regulasi. SSB berkontribusi 46,6 persen terhadap konsumsi gula. SSB ini berasal dari pangan olahan (MBDK) 58 persen, minuman siap saji 26 persen, dan minuman rumah tangga 16 persen.
Artinya, MBDK berkontribusi sebesar 11 gram gula/orang/hari atau 25 persen pada total konsumsi gula harian. Data ini dapat digunakan untuk prediksi jika cukai minuman berpemanis (MBDK) diterapkan, penurunan konsumsi gula dari MBDK menyumbang solusi 25 persen untuk upaya menekan risiko penyakit tak menular.
Jenis SSB yang berkontribusi tinggi pada konsumsi gula adalah minuman teh dan kopi dalam kemasan. Jenis minuman ini berbeda dengan di negara-negara yang telah menerapkan cukai minuman berpemanis. Produk pangan yang berkontribusi pada asupan gula selain minuman berpemanis adalah makanan ringan (termasuk kue basah) dan produk susu (terutama susu kental manis). Jenis-jenis pangan tersebut juga perlu mendapatkan perhatian terhadap penerapan cukai.
Keterkaitan data konsumsi gula dari MBDK dengan risiko penyakit diabetes di Indonesia disajikan sebagai data prevalensi kenaikan jumlah penduduk dengan penyakit diabetes hasil Riset Kesehatan Dasar dan data pertumbuhan produksi MBDK selama 20 tahun terakhir.
Data epidemiologi keterkaitan konsumsi gula (termasuk sumber pangannya) dengan penyakit diabetes pada penduduk Indonesia masih sangat terbatas. Diabetes tak hanya disebabkan oleh tingginya asupan gula harian, tetapi juga oleh obesitas, pola makan, dan sebab lain. Ada data penelitian yang menyebut asupan gula penduduk Indonesia turun empat tahun terakhir (2016-2020), tetapi penderita diabetes meningkat.
Diabetes tak hanya disebabkan oleh tingginya asupan gula harian, tetapi juga oleh obesitas, pola makan, dan sebab lain.
Reformulasi SSB
Pengurangan jumlah gula pada MBDK memerlukan upaya reformulasi produk agar tetap diterima oleh konsumen.
Substitusi gula dengan pemanis buatan adalah pilihan yang tersedia. Namun, konsumsinya bisa jadi penyebab peningkatan jenis penyakit tak menular lain, yaitu kanker. Studi kohort Nutri-Sante’ (2009- 2021) oleh Debras et al terhadap 102.865 orang dewasa Perancis selama 7,8 tahun menunjukkan asupan aspartam dan asesulfam-K meningkatkan risiko kanker. Aspartam juga disebutkan memberikan pengaruh pada kanker payudara.
Asupan harian pemanis buatan itu masih di bawah ADI (acceptable Daily Intake) untuk aspartam (40mg/kg berat badan/hari) dan asesulfam (9mg/kg berat badan/hari). ADI adalah batas aman konsumsi/asupan harian bahan tambahan pangan yang tak memberikan efek terhadap kesehatan sepanjang hayat. Dari studi kohort ini ditunjukkan asupan pemanis buatan dari makanan dan minuman berhubungan dengan risiko penyakit kanker walaupun asupannya di bawah ADI.
Dalam Peraturan BPOM No 26/2021 tentang informasi nilai gizi pada label pangan olahan terdapat aturan tentang Pilihan Lebih Sehat (healthier choice) untuk beberapa jenis MBDK. Persyaratannya, kadar gula maksimum 6 persen dan tanpa bahan tambahan pangan pemanis. Kadar gula pada MBDK saat ini berkisar 8-14 persen. Syarat itu merupakan tantangan untuk industri MBDK agar produknya tetap diterima oleh konsumen.
Saat ini penggunaan bahan tambahan pangan kelompok perisa yang dikenal dengan PAMs (positive allosteric modulators) merupakan suatu solusi agar rasa manis MBDK dengan kadar gula 6 persen bisa direspons rasa manisnya oleh konsumen seperti kadar gula 10-12 persen. Mekanisme respons rasa manis gula yang meningkat dengan adanya PAM merupakan mekanisme sinergisme pada reseptor rasa di taste bud lidah kita. Keterbatasan kelompok senyawa PAM disebutkan tentang kajian keamanannya, tetapi regulasi penggunaannya telah tersedia melalui Peraturan BPOM No 13/2020 tentang bahan tambahan pangan perisa.
Analisis dampak regulasi
Dua tujuan utama penerapan cukai minuman berpemanis adalah untuk menekan risiko penyakit tidak menular (terutama diabetes) dan ekonomi (pendapatan negara). Kedua tujuan utama ini perlu justifikasi ilmiah yang memadai agar penerapan kebijakan efektif dan efisien. Analisis dampak regulasi cukai minuman berpemanis harus dilakukan dengan baik.
Pembelajaran dan evaluasi negara lain yang telah menerapkan kebijakan terhadap kesehatan masyarakat perlu dilakukan. Bagaimana efektivitas penerapan kebijakan tersebut terhadap ketercapaian tujuan?
Kebijakan cukai minuman berpemanis perlu diimbangi dengan program lain yang perlu monitoring dan evaluasi pelaksanaannya. Program edukasi masyarakat untuk pola makan dan gaya hidup, pelabelan pangan, pemasaran, dan reformulasi produk pangan adalah program penyerta yang perlu dirancang dengan baik agar tujuan penerapan kebijakan jadi efektif.
Nuri Andarwulan Profesor Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB; Peneliti Senior SEAFAST Center-IPB, Pengurus PATPI