OJK menghadapi tantangan dan pekerjaan rumah yang sangat besar. Ketidakcermatan dan kepentingan yang salah dalam memilih anggota DK OJK tidak hanya berakibat buruk pada IJK, tetapi juga pada bangsa dan rakyat Indonesia.
Oleh
HOTBONAR SINAGA
·4 menit baca
Seleksi calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau DK OJK periode 2022-2027 hampir memasuki babak akhir. Presiden Joko Widodo telah menyetor 14 nama kepada DPR. Komisi XI DPR akan memilih tujuh di antaranya untuk menjadi anggota DK OJK.
Berdasarkan Pasal 12 Undang-Unang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, DPR harus memilih calon anggota DK OJK paling lama 45 hari kerja sejak menerima nama calon dari Presiden. Jika DPR menerima pada 23 Maret, paling lambat 1 Juni sudah dilakukan pemilihan oleh DPR. Selanjutnya, paling lambat 21 Juli 2022 OJK akan resmi memiliki pemimpin baru.
Ke-14 nama ini hasil seleksi yang sangat ketat oleh panitia seleksi (pansel). Ada lebih dari 500 pendaftar. Pansel yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati itu memeras menjadi 155 nama, lalu mengerucut menjadi 33 nama, dan akhirnya menyerahkan 21 nama kepada Presiden, 7 Maret 2022.
Kualitas hasil pansel bukan hanya ditentukan oleh ketua dan delapan anggota yang terdiri atas tokoh-tokoh berintegritas tinggi, melainkan juga oleh proses dan metode seleksi yang bagus.
Ada seleksi administrasi, rekam jejak, asesmen, tes kesehatan, afirmasi, dan wawancara. Publik dilibatkan dalam memberikan masukan mengenai integritas, rekam jejak, dan/atau perilaku calon, termasuk melibatkan pihak ketiga dalam menilai kualitas, antara lain aspek kepemimpinan dan kerja sama.
Sebanyak 21 nama yang diserahkan kepada Presiden juga telah melewati seleksi makalah yang mencerminkan pemahaman, gagasan, dan program kandidat terkait industri jasa keuangan. Diskusi mendalam juga dilakukan pansel dengan satu per satu kandidat. Artinya, pansel mengetahui betul kualitas kandidat. Seharusnya, hasil kerja pansel tak perlu diragukan.
Dalam hal ini, pansel telah melakukan proses dan metode seleksi yang ketat, melibatkan banyak pihak.
Dalam diskusi yang mempermasalahkan proses seleksi dan meragukan kompetensi 21 nama yang diserahkan kepada Presiden, penulis mengungkapkan bagaimana kita bisa menilai kompetensi orang yang bahkan kita tak kenal sama sekali. Dalam hal ini, pansel telah melakukan proses dan metode seleksi yang ketat, melibatkan banyak pihak.
Tiga syarat anggota DK OJK ialah integritas, kompetensi, dan kepemimpinan yang kuat. Sebanyak 14 nama yang lolos hingga saat ini diyakini yang paling unggul dari sisi ketiga faktor tersebut dibandingkan dengan yang lainnya.
Kandidat terbaik
Kini, 14 nama itu telah berada di tangan DPR. Mereka ini best of the best di antara lebih dari 500 pendaftar. Presiden telah menyampaikan nama-nama itu dengan hasil terbaik dari proses seleksi yang sangat ketat dan berkualitas. Tahap akhir ini adalah ujian berat dan mengandung banyak unsur politis.
Kita tahu OJK merupakan lembaga independen. Namun, pemilihan anggota DK OJK dilakukan melalui proses politik yang melibatkan Presiden dan DPR. DPR diharapkan melakukan proses uji kemampuan dan kepatutan untuk memastikan bahwa yang diajukan ke DPR adalah kandidat terbaik. Tugas menguji oleh DPR telah diperingan dengan memastikan nama yang terseleksi oleh pansel adalah putra-putri terbaik bangsa di bidangnya, serta patut dan layak memimpin OJK dalam lima tahun ke depan.
Ada tiga harapan kepada Komisi XI DPR. Pertama, memberikan penghargaan pada hasil pansel dan pilihan Presiden yang telah mengerucutkan dan memeringkat kandidat berdasarkan seleksi, dengan proses dan metode yang berkualitas.
Kedua, faktor kompetensi, integritas, profesionalisme, dan kepemimpinan yang kuat harus menjadi unsur utama dalam proses uji kepatutan dan kelayakan oleh DPR. Faktor nonteknis, seperti kedekatan atau lobi dengan anggota Komisi XI, tak boleh menjadi penentu dalam pemilihan. Jangan sampai calon terbaik tak dipilih hanya karena kurang dekat/kurang lobi dengan anggota parlemen.
OJK menghadapi tantangan dan pekerjaan rumah yang sangat besar.
Ketiga, kepentingan bangsa, khususnya industri jasa keuangan (IJK), harus dikedepankan. Artinya, orang-orang yang terbaik untuk IJK-lah yang seharusnya dipilih. OJK menghadapi tantangan dan pekerjaan rumah yang sangat besar. Ketidakcermatan dan kepentingan yang salah dalam memilih anggota DK OJK tidak hanya berakibat buruk pada IJK, tetapi juga pada bangsa dan rakyat Indonesia.
Kini, tumpuan harapan ada di tangan DPR untuk memilih pemimpin OJK berdasarkan hasil penilaian terbaik secara obyektif. Kepentingan bangsa harus menjadi yang utama.
Hotbonar Sinaga,Pengajar pada Fakultas Ekonomi UI sejak 1973 dan Praktisi Perasuransian sejak 1980