Memperkuat Ketahanan Perempuan dengan Disabilitas Pelaku UMKM
Melalui kegiatan W-20 dalam Presidensi G-20 Indonesia 2022, Indonesia punya kesempatan bersama negara-negara lain mendorong perempuan berkontribusi lebih lagi di bidang ekonomi, tak terkecuali perempuan disabilitas.
Oleh
ANGKIE YUDISTIA
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 sudah berlangsung lebih dari dua tahun dan membawa dampak luar biasa pada ketahanan kesehatan yang memperburuk kondisi ekonomi di beberapa negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan survei Bank Indonesia, sebanyak 77,9 persen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian nasional, selama tahun 2021, mengalami penurunan pendapatan.
Di Indonesia terdapat 65 juta UMKM yang berkontribusi pada 61 persen perekonomian nasional. Dari jumlah tersebut, 64 persen pelaku UMKM Indonesia adalah perempuan, pihak paling terdampak pandemi Covid-19. Kerentanan ini semakin parah kondisinya pada perempuan disabilitas dengan kemampuan yang berbeda-beda yang sebagian besar menggantungkan pendapatannya di sektor informal.
Menurut laporan Indikator Kesejahteraan Rakyat Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, jumlah penyandang disabilitas di atas usia 15 tahun yang bekerja di sektor informal dan berwirausaha tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan yang bekerja di sektor formal. Sektor informal ini paling terdampak pandemi sehingga membawa pada beban ekonomi yang berat, yang kemudian mendesak terciptanya skema kebijakan untuk meringankan beban perempuan dengan disabilitas dan mendorong mereka untuk bangkit.
Berdasarkan data BPS, melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22.9 juta jiwa atau sekitar 8,5 persen dari penduduk Indonesia. Jumlah yang tidak sedikit dan perlu mendapatkan perhatian khusus, terutama di saat pandemi.
Ketahanan kesehatan masyarakat, termasuk perempuan penyandang disabilitas yang menjadi pelaku usaha, menjadi syarat utama pemulihan ekonomi. Penyandang disabilitas dengan komorbiditas penyakit lain dan belum divaksin akan berkali lipat menjadi lebih rentan. Padahal, mereka turut berkontribusi bagi kehidupan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, vaksinasi lengkap bagi penyandang disabilitas tidak boleh dinomorduakan.
Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mendorong percepatan vaksinasi kelompok disabilitas, seperti mengadakan sentra vaksinasi Covid-19, yang pernah dilakukan pemerintah pada 2021 di Istora Senayan, Jakarta, dan juga kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di enam provinsi di Pulau Jawa dan Bali-hingga upaya jemput bola mengunjungi penyandang disabilitas dari rumah ke rumah. Pemerintah bersama multipihak terus berupaya maksimal untuk menggelar vaksinasi Covid-19 yang ramah terhadap penyandang disabilitas.
Lebih jauh, diperlukan upaya lebih sistematis terkait validitas data, memantau dan menjangkau kelompok disabilitas, agar mereka terlindungi dengan vaksinasi, disiplin menjalankan protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan), dan berpartisipasi dalam 3T (test, trace, dan treat) Covid-19. Karena, sekali lagi, syarat utama pemulihan ekonomi adalah kemampuan masyarakat melindungi diri dan sekitarnya dari ancaman krisis kesehatan.
Pemerintah bersama multipihak terus berupaya maksimal untuk menggelar vaksinasi Covid-19 yang ramah terhadap penyandang disabilitas.
Upaya ini dapat diperkuat dengan komunikasi risiko oleh pemerintah, organisasi masyarakat sipil, universitas, media, masyarakat, dan swasta yang bergerak secara terpadu, di mana kelompok penyandang disabilitas diberi akses lebih luas terhadap informasi-informasi yang ramah terhadap semua ragam disabilitas, secara tepat dan efektif untuk membekali diri agar terhindar dari disinformasi. Pada akhirnya, ini dapat membantu mereka dalam membuat keputusan tepat bagi kebaikan dirinya.
Women 20
Perempuan disabilitas pelaku UMKM tidak saja menghadapi ancaman kesehatan dan keselamatan jiwanya selama pandemi, tetapi juga minimnya akses permodalan, pelatihan untuk pengembangan usaha, saluran pemasaran barang dan jasa yang mereka perdagangkan. Belum lagi diskriminasi serta menurunnya rasa percaya diri dan optimisme dalam menghadapi situasi saat ini.
Melalui kegiatan Women 20 atau W-20 dalam Presidensi G-20 oleh Indonesia pada 2022 ini, Indonesia mempunyai kesempatan bersama negara-negara lainnya untuk mendorong perempuan berkontribusi lebih lagi di bidang ekonomi, tidak terkecuali perempuan dengan disabilitas. Pertemuan ini diharapkan mendorong kebijakan nasional dan global dari negara-negara G-20 untuk berkomitmen dan mendukung penuh perempuan disabilitas sebagai pelaku usaha dalam menjalankan usahanya.
Women 20 diharapkan dapat mencapai empat tujuan utamanya, yaitu (1) kesetaraan, keamanan, dan kesejahteraan dengan menghapuskan kebijakan yang diskriminatif dan dapat membantu mencapai ekonomi inklusif melalui dukungan ke UMKM, (2) berfokus pada UMKM (termasuk milik perempuan disabilitas), (3) berfokus pada kelompok perempuan marjinal di daerah pinggiran pedesaan dan disabilitas, dan (4) menekankan pada respons terhadap kesehatan akibat pandemi, untuk mendapatkan akses kesehatan yang inklusif dengan tujuan pemulihan kehidupan sosial dan ekonomi.
Dengan adanya kebijakan yang mendukung perkembangan usaha perempuan disabilitas, diharapkan terbuka akses yang lebih luas terhadap sumber barang dan jasa. Selain itu, penting untuk meningkatkan akses layanan keuangan, transfer teknologi, pengetahuan dan keterampilan, serta akses pasar, yang dapat dirasakan oleh semua.
Peluang usaha baru
Disabilitas bukanlah halangan bagi seseorang untuk memilih dan menjalankan karier sesuai dengan potensinya. Ada banyak contoh dan bukti yang menunjukkan penyandang disabilitas berhasil sesuai dengan pilihan karier mereka.
Pandemi telah memaksa kita berporos ke ”serba digital”, yang membuka peluang usaha lebih luas bagi semua pelaku usaha, termasuk perempuan penyandang disabilitas, asalkan mau belajar, dengan dukungan sejumlah pihak yang inklusif dan partisipatif. Mereka dapat mengandalkan soft skill yang dimilikinya untuk menciptakan peluang usaha baru, seperti menjadi pencipta konten, penulis, fotografer, editor video, pemasar digital, dan lainnya.
Profesi-profesi ini memiliki nilai komersial tinggi. Karena itu, sektor ekonomi kreatif perlu menjadi lebih ramah bagi penyandang disabilitas. Pendidikan vokasi perlu lebih adaptif dalam menciptakan desain pendidikan dan pelatihan yang layak bagi disabilitas, baik bagi pengembangan keterampilan yang berbasis teknologi digital maupun kegiatan ekonomi tradisional/konvensional, agar mereka mampu berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi negara.
Saat ini terdapat tujuh peraturan pemerintah serta dua peraturan presiden yang mengatur hak penyandang disabilitas dan telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Implementasi menyeluruh regulasi-regulasi ini menjadi kunci meningkatkan kompetensi penyandang disabilitas agar Indonesia yang inklusif bisa terwujud. Namun, pemerintah tidak bisa menyelesaikan persoalan penyandang disabilitas tanpa ada kolaborasi multisektor. Sinergi menuju Indonesia inklusif perlu ditingkatkan lagi karena tugas ini merupakan tugas rumah bersama.