Langkah Konkret Persempit Kesenjangan
Tema yang diusung Indonesia sebagai pemegang presidensi G-20, yaitu Recover Together, Recover Stronger, tak akan berhasil apabila tidak menjawab isu dan tantangan yang dihadapi perempuan di ruang publik dan domestik.
Women 20, kelompok yang dilibatkan dalam Group 20 untuk memberi rekomendasi berperspektif jender, memulai pertemuan pertama di Likupang, Sulawesi Utara, Selasa (15/2/2022). Presiden Joko Widodo sebagai pemegang mandat presidensi G-20 tahun 2022 meminta agar penyelenggaraan G-20 di Indonesia memberi manfaat nyata bagi rakyat.
Tema yang diusung Indonesia sebagai pemegang presidensi G-20 tahun 2022, yaitu Recover Together, Recover Stronger, tidak akan berhasil apabila tidak menjawab isu dan tantangan yang dihadapi perempuan di ruang publik dan domestik.
Pertemuan pertama Women 20 atau W-20 dalam periode presidensi Indonesia dalam G-20 membahas kendala yang masih dihadapi perempuan di negara-negara anggota G-20. G-20 terdiri atas 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia, terdiri dari (menurut susunan abjad) Afrika Selatan, Amerika Serikat (AS), Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, China, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Rusia, Perancis, Turki, dan Uni Eropa.
Jika dilihat dari tingkat kemakmuran di antara negara anggota, ada kesenjangan sangat besar. Bank Dunia membagi negara-negara anggota ke dalam kategori negara berpendapatan tinggi, negara berpendapatan menengah yang dibagi lagi menjadi menengah-atas dan menengah-bawah, serta negara berpenghasilan rendah. Negara berpendapatan tinggi adalah yang per kapita penduduknya berpendapatan di atas 12.695 dollar AS per tahun, dihitung pada 1 Juli 2021. Negara berpendapatan menengah-atas 4.096-12.695 dollar AS per kapita, negara berpendapatan menengah-bawah 1.046-4.095 dollar AS per kapita.
Baca juga: Perempuan Berdaya, Ekonomi Berjaya
Indonesia tahun 2020 naik kelas dari negara berpenghasilan menengah-bawah menjadi negara berpenghasilan menengah-atas. Namun, pada 1 Juli 2021 merosot kembali menjadi negara berpenghasilan menengah-bawah karena Bank Dunia menaikkan standar pendapatan per kapita kelas menengah-atas dari sebelumnya 4.046-12.535 dollar AS.
China, meskipun besar ekonominya setara atau terkadang mengungguli AS, termasuk negara berpenghasilan menengah mengingat penduduknya yang sekitar 1,5 miliar jiwa. Indonesia dan India termasuk negara berpenghasilan menengah-bawah, sementara Argentina, Brasil, China, Afrika Selatan, dan Rusia merupakan negara berpenghasilan menengah-atas.
Kesenjangan masih ada
Apa makna dari penggolongan negara-negara berdasarkan pendapatan per kapita itu bagi perempuan, fokus utama W-20?
Perempuan mengalami situasi ketidaksetaraan yang menghasilkan kesenjangan berlapis. Selain kesenjangan di antara negara anggota, di dalam satu negara kesenjangan itu dialami perempuan. Hal ini tampak dari data yang disajikan Bathylle Missika, Head of Networks, Partnerships and Gender Division OECD Development Centre, salah satu narasumber pertemuan di Likupang.
Kesenjangan dalam berbagai aras itu manifestasinya muncul pada upah yang berbeda, kesempatan kerja yang berbeda. Berawal dari banyak hal, biasanya kesenjangan dimulai dari rumah. Interpretasi atas agama umumnya membangun relasi jender yang biner sebagai dua entitas yang saling berlawanan atau berbeda dan tidak selalu setara.
Baca juga: Menarasikan Perempuan Bekerja
Indonesia tak terkecuali. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan kesenjangan dalam partisipasi perempuan di tempat kerja dan upah yang diterima.
Cara pandang yang membedakan itulah yang terus diperangi melalui jalur peraturan, perundang-undangan, yang memberikan tindakan khusus sementara. Tindakan khusus menjadi penting karena ketertinggalan yang begitu besar dan dari data statistik sudah terlihat dari waktu ke waktu kesenjangan itu lambat sekali menyempit.
Bathylle memperlihatkan kesenjangan terus terjadi dalam kesempatan kerja di negara-negara anggota G-20. Perempuan memberi waktu lebih banyak melakukan pekerjaan yang tidak diberi nilai ekonomi, seperti hamil, melahirkan, mengurus rumah dan keluarga. Keadaan itu membuat sumbangan perempuan dalam perekonomian sering tidak tampak sehingga penghargaan pada kerja perempuan juga lebih rendah daripada penghargaan pada kerja laki-laki.
Meskipun memiliki kesamaan dalam isu yang dihadapi perempuan, seperti diperlihatkan narasumber dari Jepang, Yoriko Meguro, dan dari Indonesia, Nursyahbani Katjasungkana, setiap negara memiliki sejarah perjuangan hak perempuan masing-masing yang khas.
Indonesia, seperti telah banyak dicatat dalam berbagai dokumen, masih berjuang menghadapi isu beban ganda, seperti disebut Bathylle. Situasi ini menghalangi partisipasi perempuan dalam pasar kerja dan membangun karier. Beban ganda itu secara tidak langsung, menurut Nursyahbani, menyumbang pada masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, antara lain, akibat anemia.
Ketimpangan relasi jender akibat norma adat dan budaya, terutama di perdesaan, membuat banyak perempuan tidak memiliki hak atas tanah meskipun mereka mengolah tanah tersebut. Situasi ini ikut mempersulit perempuan mengakses kredit perbankan.
Memantau kemajuan
Pertemuan W-20 yang sudah dilakukan sebelumnya, seperti disampaikan Yoriko, sudah mengakui ada kesenjangan kesempatan berpartisipasi di pasar tenaga kerja antara perempuan dan laki-laki. Komunike sudah dikeluarkan sejak pertemuan G-20 di Brisbane, Australia, tahun 2014. Bahkan, sudah disepakati pembentukan gugus tugas untuk memantau kesetaraan jender di negara-negara G-20.
Walakin, kesenjangan masih terjadi. Penyebabnya karena kesenjangan bagi perempuan dimulai di ruang domestik, di dalam rumah, dan ini belum dapat diatasi. Data yang dikumpulkan United Nations Women di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan ketimpangan tersebut semakin melebar pada situasi pandemi Covid-19. Perempuan menanggung beban lebih berat dibandingkan dengan laki-laki melalui ketimpangan berlapis.
Banyak perempuan kehilangan pekerjaan atau berkurang jauh penghasilannya karena lebih banyak perempuan bekerja di bidang yang berhubungan langsung dengan pelanggan, seperti di rumah makan, hotel, salon, toko, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di dalam rumah, kehilangan penghasilan memengaruhi posisi tawar perempuan.
Ketimpangan relasi jender akibat norma adat dan budaya, terutama di perdesaan, membuat banyak perempuan tidak memiliki hak atas tanah meskipun mereka mengolah tanah tersebut.
Ketika anggota keluarga harus berada di rumah, karena pembatas aktivitas di ruang umum, mengurus anggota keluarga dan orangtua menjadi beban perempuan. Pada saat yang sama perempuan tetap dituntut ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Berada di rumah terus-menerus dan dalam tekanan psikis terbukti meningkatkan kekerasan terhadap perempuan.
Situasi dalam rumah tangga tersebut memengaruhi produktivitas perempuan di ruang publik dan partisipasi perempuan di tempat kerja.
Apabila semangat Pulih Bersama, Pulih Lebih Kuat akan memiliki makna bagi rakyat negara-negara anggota G-20, terutama bagi Indonesia, pertemuan W-20 seyogianya mengusulkan langkah konkret dan praktis.
Pemantauan kemajuan pelaksanaan kesetaraan jender di tiap negara akan lebih baik jika ditangani oleh suatu badan tetap yang melapor kepada ketua presidensi. Harus tersedia juga pendanaan untuk membantu mengatasi kesenjangan jender, terutama di negara berkembang, dari negara-negara anggota yang lebih kaya. Tiap negara didorong memiliki program konkret mengatasi kesenjangan jender dan memiliki organisasi pemantau.
Alat ukur yang dipakai dapat disatukan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
Ketersediaan dana abadi untuk pelatihan, bantuan keuangan bagi perempuan pelaku UMKM, serta akses pasar adalah langkah konkret dan praktis yang layak diupayakan. Terutama untuk membantu perempuan segera mengadopsi teknologi informasi dan internet, memitigasi dampak perubahan iklim, dan menghadapi kemungkinan ancaman kesehatan yang bersifat katastrofi global, seperti pandemi Covid-19 pada masa datang.