Pertanggungjawaban ”Influencer” Investasi
Pengaruh ”influencer” pada investasi perdagangan berjangka komoditas dapat berbahaya bagi masyarakat. Dengan berkembangnya iklim investasi di Indonesia, sudah selayaknya OJK lebih bersungguh dalam pengawasan.
Kejahatan merupakan bayangan dari peradaban yang sedang berkembang. Crime is the shadow of civilization. Dengan begitu, kejahatan akan selalu mengikuti perkembangan zaman.
Semakin berkembang teknologi dan sosial dari suatu masyarakat, maka kejahatan itu akan semakin berkembang, semakin canggih, dan sulit ditangani. Dalam perkembangan teknologi dan ekonomi saat ini, kejahatan-kejahatan semakin beraneka ragam dan memerlukan perhatian khusus.
Salah satu bentuk perkembangan kejahatan itu adalah ketika dilakukan dengan modus yang advanced dan tidak mudah tercium sebagai sebuah kejahatan, seperti dilakukan dalam modus investasi.
Pemblokiran ratusan situs investasi berjangka, termasuk binary option yang melibatkan banyak influencer (pemengaruh) investasi, oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), menjadi efek kejut dalam perkembangan investasi indonesia. Saling lapor antara investor dan afiliator membuat perkara tersebut semakin menarik.
Terlebih kemudian para selebritas menciptakan token kripto dengan berbagai brand yang menarik. Bahkan ada token kripto yang kemudian merugi dan diminta pertanggungjawabannya kepada Tuhan.
Pengaruh selebritas dan pemengaruh pada investasi perdagangan berjangka komoditas dapat berbahaya bagi masyarakat. Selain kasus-kasus canggih tersebut, investasi bodong juga semakin menjamur dan merugikan ribuan korban.
Selain kasus-kasus canggih tersebut, investasi bodong juga semakin menjamur dan merugikan ribuan korban.
Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (SWI OJK) mencatat, selama sepuluh tahun terakhir, kerugian korban akibat investasi bodong lebih dari Rp 100 triliun. Tulisan ini mengkaji bagaimana investasi menjadi tindak pidana dan kiat untuk menghindarinya.
Ada beberapa kasus kejahatan yang menggunakan modus investasi, dari mulai investasi bodong sampai dengan investasi di pasar modal resmi.
Sebagian besar investasi bodong menawarkan profit yang tinggi dengan modus skema Ponzi, dengan konsep investasinya seperti konsep piramida. Charles Ponzi menciptakan skema ini pada 1919 dengan metode investor-investor lama mendapatkan keuntungan dari dana investor-investor baru.
Semakin banyak investor baru, investor lama akan tetap mendapatkan keuntungan. Namun, pada skema Ponzi sudah dipastikan skema akan berhenti mendapatkan keuntungan ketika investor baru berkurang atau bahkan tidak ada lagi. Skema Ponzi yang dilakukan di Amerika Serikat itu juga hanya berjalan satu tahun. Pada Agustus 1920, Ponzi ditangkap dengan tuduhan fraud atau penipuan.
Baca juga Investasi Bodong yang Tak Lekang oleh Waktu
Skema sama juga dilakukan oleh Koperasi Pandawa di Indonesia. Diperkirakan kerugian investor Pandawa mencapai Rp 6 triliun. Bahkan, kegagalan investasi bodong Koperasi Pandawa berdampak pada kerugian First Travel—perusahaan kedok untuk praktik skema Ponzi dan pencucian uang dengan dalih bisnis travel umrah murah—yang juga menanamkan investasi di Koperasi Pandawa.
First Travel menggunakan konsep skema Ponzi pada usahanya sehingga para pendaftar umrah yang baru juga tidak mendapatkan hak berangkatnya. Investasi bodong tidak selesai begitu saja.
OJK mencatat, pada 2008- 2018 terdapat kerugian investor pada investasi bodong dengan nilai akumulasi Rp 88 triliun. Sampai dengan masa pandemi Covid-19 ini, masih banyak investasi yang menggunakan skema Ponzi yang kemudian terungkap dan melahirkan korban-korban baru.
Selain investasi bodong, investasi pada efek, seperti saham, reksa dana, dan mekanisme tercatat lain di pasar modal, bisa saja berujung pada mekanisme pemeriksaan pidana.
Sebagai contoh, kasus kegagalan investasi Jiwasraya pada ”saham gorengan” yang saat ini sedang diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Kasus Jiwasraya diproses dalam konteks ”korupsi” karena Jiwasraya dianggap melakukan investasi pada saham-saham yang underperformed dan tidak dilakukan berdasarkan kajian yang wajar.
Secara sederhana, bisa dilihat ini merupakan malaadministrasi bisnis oleh Jiwasraya karena tak menerapkan business judgement rule dalam berinvestasi. Namun, jika terdapat insider trading atau kepentingan tertentu oleh pihak-pihak Jiwasraya sehingga menanam modal pada perusahaan-perusahaan yang tak seharusnya, maka memang terdapat indikasi melawan hukum yang merugikan keuangan negara karena Jiwasraya adalah sebuah BUMN.
Kasus ”binary option”
Selain investasi pada pasar modal itu, investasi di bidang perdagangan berjangka komoditas telah menimbulkan masalah ekonomi besar di masyarakat, seperti mekanisme binary option (opsi biner) yang menggunakan pemengaruh dan para selebritas yang mengeluarkan token-token. Binary option adalah salah satu instrumen trading online. Dalam opsi biner, trader hanya perlu menebak harga aset akan naik atau turun dalam jangka waktu tertentu.
Binary option bisa dikatakan judi berkedok trading online karena trader akan merugi jika ia salah menebak, dan sebaliknya mendapatkan keuntungan jika tebakannya benar.
Masalah utama dalam semua kegiatan tersebut, pemasaran (marketing) dari keseluruhan skema itu dilakukan dengan melibatkan pemengaruh yang masuk sebagai afiliator dari skema-skema itu. Padahal, sebagian besar skema itu jelas belum memiliki izin.
Padahal, sebagian besar skema itu jelas belum memiliki izin.
Berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, perdagangan berjangka komoditas tanpa izin masuk ke dalam perbuatan pidana. Oleh karena itu, ketika sudah diblokir oleh Bappebti, tetapi tetap berjalan, sudah seharusnya ditindak tegas. Fenomena binary option seharusnya menjadi pembelajaran dalam pembentukan token kripto oleh para pemengaruh.
Dalam pendirian token kripto, seharusnya perizinan dan studi kelayakan harus dikedepankan terlebih dahulu. Bukan malah mengajak para pemengaruh lain membeli hanya berdasarkan ”kepercayaan” semata, bukan pada hukum dan tanggung jawab dari token kripto itu.
Hal ini akan berujung pada masalah yang sama. Terlebih, kebanyakan skema itu tak hanya melanggar aturan, tetapi juga menimbulkan kerugian yang sangat besar. Permasalahan selanjutnya adalah kerugian itu malah menguntungkan pihak afiliator. Masalah-masalah ini menimbulkan mekanisme yang merugikan secara melawan hukum.
Jika suatu skema investasi didasarkan pada kepentingan untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum, hal tersebut dapat menjadi bentuk penipuan atau fraud. Perbuatan itu dapat melanggar ketentuan soal penipuan pada Pasal 378 KUHP, di mana terdapat unsur ”tipu muslihat atau rangkaian perkataan bohong” untuk memperoleh keuntungan tertentu.
Baca juga : Kenali dan Hindarilah Investasi Ilegal
Ketika suatu skema investasi hanya untuk mengambil dana dari investor dan kerugiannya pasti, mekanisme itu harus dihentikan dan penyelenggara dan yang terlibat harus bertanggung jawab secara pidana. Jika skema investasi dibuat seakan-akan untung, tetapi faktanya pasti merugikan, perbuatan itu masuk dalam bentuk ”tipu muslihat atau rangkaian perkataan bohong”.
Argumentasi para pemengaruh yang berdalih mereka tak memahami bahwa skema investasi itu ”merugikan” dan bahwa keuntungan dan risiko adalah sesuatu yang jamak dalam investasi tidak sepenuhnya dapat dibenarkan.
Untuk memengaruhi masyarakat dalam investasi, perlu pengetahuan dasar mengenai investasi yang diiklankan.
UU Pasar Modal, UU Perdagangan Berjangka Komoditi, dan UU terkait investasi lainnya selalu melarang ajakan investasi yang tidak didasarkan pada fakta dan didasarkan pada pengaruh orang dalam. Dengan demikian, ajakan investasi seharusnya hanya berupa edukasi dan bukan mengajak pada investasi tertentu secara spesifik. Oleh karena itu, semua pemengaruh yang terlibat dalam skema investasi tanpa izin dan merugikan harus bertanggung jawab secara pidana dan perdata.
Dengan berkembangnya iklim investasi di Indonesia, sudah selayaknya OJK bekerja lebih keras dalam mengawasi badan atau lembaga yang membuka mekanisme investasi. Selain itu, masyarakat harus meningkatkan literasi investasi sebelum melakukan investasi sehingga kerugian yang dialami dapat dicegah dan dikurangi.
Muhammad Fatahillah Akbar,Dosen pada Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada