Buku menjadi sumber permainan dan hiburan bagi anak-anak selama berada di rumah di masa pandemi ini. Di sejumlah negara, buku-buku edukatif berupa panduan aktivitas bermain di rumah mencatat penjualan yang pesat.
Oleh
ANTON KURNIA
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini membuat pergerakan manusia di ruang terbuka menjadi amat terbatas. Yang terdampak dalam situasi menjenuhkan ini tak hanya orang dewasa yang terhambat aktivitas perekonomiannya, namun ini juga dialami oleh anak-anak. Bahkan, bisa jadi anak-anak adalah yang paling terdampak secara psikologis.
Anak-anak belia yang semula bebas bermain riang di luar rumah, bercengkerama dengan kawan sebaya, bersekolah dan berinteraksi secara bebas, kini terpaksa harus “dikurung” di dalam rumah demi kesehatan dan keselamatan mereka. Tentu saja itu dapat menimbukan stres dan tekanan psikologis bagi mereka. Salah satu cara untuk mengurangi beban psikologis itu adalah dengan mengajak mereka beraktivitas yang menyenangkan saat berkurung diri di dalam rumah. Di antaranya dengan membaca buku-buku yang menarik.
Banyak orangtua membeli buku untuk anak-anak mereka agar buah hati mereka itu betah berada di rumah. Buku menjadi sumber permainan dan hiburan selama berada di rumah. Selain sebagai hiburan, buku anak pada masa pandemi ini juga bisa digunakan sebagai wahana penyampaian informasi kepada anak-anak tentang paduan hidup selama pandemi, terutama gaya hidup sehat dan penerapan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya cara mencuci tangan dengan benar, melakukan penjarakan sosial, mau disuntik vaksin, dan rela mengenakan masker. Tentu semua itu harus dikemas dengan cara menarik sehingga tidak membosankan dan menyenangkan dibaca oleh anak-anak.
Selain itu, buku juga membantu para orangtua mengarahkan kegiatan belajar di rumah bagi anak-anak mereka. Orangtua yang berusaha membantu anak-anak mereka belajar di rumah perlu menoleh ke sumber-sumber edukasi yang ada. Sebagian memilih ke sumber-sumber daring, tetapi banyak pula yang memanfaatkan buku-buku konvensional.
Fenomena di atas berlaku secara global, termasuk di Indonesia—tentu dengan skala yang berbeda-beda. Anak-anak kita terpaksa menghadapi tahun baru 2022 ini masih dalam suasana prihatin akibat pandemi yang berkepanjangan.
Alternatif ideal
Bagaimanapun, tampaknya anjuran untuk “stay at home” yang berlaku di hampir seluruh dunia telah membuat kegiatan membaca menjadi salah satu kegiatan alternatif selain menonton film, memelototi televisi dan komputer, atau bermain telepon seluler.
Buku bisa jadi salah satu pelipur lara bagi anak-anak kita di mana pun berada. Meskipun terpaksa mengurung diri di rumah dan tak bisa bertatap muka bersekolah, setidaknya ada buku-buku yang bisa dibaca. Buku-buku itu bisa membuat imajinasi anak-anak melambung ke mana saja, berkeliling dunia, bahkan menjelajah ke masa lalu.
Buku bisa jadi salah satu pelipur lara bagi anak-anak kita di mana pun berada.
Seperti dilaporkan oleh situs World Economic Forum, pada 30 April 2020 Presiden International Publisher Association (IPA) saat itu, Hugo Setzer, mengatakan bahwa buku dan membaca menjadi pelarian yang ideal dari kungkungan tembok di sekeliling bagi orang-orang yang terpaksa berdiam di rumah karena situasi pandemi.
Mungkin itu pula sebabnya angka penjualan buku anak sepanjang tahun lalu menjadi yang paling tinggi dibandingkan dengan kategori lainnya. Menurut data penjualan Toko Gramedia, pada 2020 buku anak unggul dengan meraih pangsa 16,6 persen, menggeser buku fiksi di tempat kedua dengan selisih 0,4 persen.
Itu selaras dengan angka penjualan buku anak di tingkat global. Menurut laporan BBC, di Inggris pada 2020 penjualan buku genre edukasi dan anak-anak naik sampai 234 persen, jauh mengalahkan penjualan buku fiksi yang “hanya” naik sampai 30 persen.
Di Amerika Serikat, penjualan buku anak-anak nonfiksi naik sampai 66 persen menurut data yang dilansir oleh NPD Group, sebuah perusahaan data dan konsultansi konsumen yang beroperasi di 20 negara dengan 2.000 klien. Hal ini terutama didorong oleh kategori buku yang berfokus pada pendidikan dan kegiatan anak-anak yang naik hingga 128 persen.
Menurut Kristen McLean, analis industri buku di NPD Group, buku-buku anak dengan karakteristik memiliki interaktivitas yang tinggi dan mengandung unsur permainan adalah yang paling banyak dicari di masa pandemi Covid-19 ini. Buku-buku edukatif berupa panduan aktivitas bermain di rumah mencatat penjualan yang pesat.
Apakah tren ini akan berlangsung lama? Lalu, apakah ini akan menjadi sinyal bangkitnya industri perbukuan yang terpukul karena pandemi Covid-19, termasuk di Indonesia?
Masih perlu waktu untuk menjawabnya. Namun, tentu saja kita boleh berharap. Di tengah situasi pandemi yang masih mencekam di Tanah Air, ditandai dengan merebaknya varian Omicron, kita tak putus berharap dan berupaya agar situasi semakin membaik meskipun dengan langkah-langkah kecil yang terbatas.