Pencabutan 2.283 izin usaha pertambangan dan kehutanan, serta hak pertanahan dalam perkebunan merupakan sinyalemen penting untuk mengukur komitmen pemerintah dalam penataan izin usaha dan percepatan reforma agraria.
Oleh
USEP SETIAWAN
·4 menit baca
Membuka tahun baru 2022, Presiden Joko Widodo mengumumkan pencabutan ribuan izin usaha pertambangan dan kehutanan, serta hak pertanahan dalam perkebunan pada tanggal 6 Januari 2022. Hal ini menjadikan denyut politik agraria tahun 2022 terasa lebih hidup.
Presiden mengumumkan hal tersebut didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Pencabutan 2.283 izin usaha korporasi ini dapat ditempatkan sebagai sinyalemen penting untuk mengukur kadar komitmen pemerintah dalam penataan izin usaha dan percepatan pelaksanaan reforma agraria. Selama ini, izin usaha dan hak guna usaha ini telah menjadi faktor dominan penyumbang konflik tenurial dan sengketa agraria, penurunan kualitas lingkungan hidup dan layanan alam, serta ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah.
Presiden Jokowi yang gencar melakukan deregulasi dan debirokratisasi menjadi konteks dari pencabutan ribuan izin tersebut. Evaluasi menyeluruh yang dijalankan Menteri ESDM, Menteri LHK, dan Menteri ATR telah membuahkan daftar ribuan perusahaan yang mengantongi izin usaha/hak guna usaha tetapi tidak melaksanakan operasi seperti izin diberikan.
Pencabutan izin
Merujuk siaran Sekretariat Presiden (6 Januari 2022), pemerintah terus memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar pemerataan, transparan dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan alam. Untuk itu, izin-izin pertambangan, kehutanan, dan penggunaan lahan negara dievaluasi menyeluruh.
Izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan, kita cabut. Demikian tegas Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor.
Presiden merinci pencabutan 2.078 izin perusahaan pertambangan mineral dan batubara (minerba) karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja.
Presiden merinci pencabutan 2.078 izin perusahaan pertambangan mineral dan batubara (minerba) karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja. Izin yang sudah bertahun-tahun telah diberikan tetapi tidak dikerjakan, ini menyebabkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pemerintah juga mencabut 192 izin sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektar. Izin-izin ini dicabut karena tidak aktif, tidak membuat rencana kerja, dan ditelantarkan.
Untuk Hak Guna Usaha perkebunan yang ditelantarkan seluas 34,448 hektar juga dicabut. Dari luasan tersebut, 25.128 hektar adalah milik 12 badan hukum, sisanya 9.320 hektar merupakan bagian dari HGU yang telantar milik 24 badan hukum.
Menurut Presiden, pembenahan dan penertiban izin ini merupakan bagian integral dari perbaikan tata kelola pemberian izin pertambangan dan kehutanan, serta perizinan yang lainnya. Presiden menekankan bahwa kita harus memegang amanat konstitusi bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Selain itu, pemerintah memberikan kesempatan pemerataan pemanfaatan aset bagi kelompok masyarakat dan organisasi sosial keagamaan yang produktif, termasuk kelompok petani, pesantren, dan lainnya, yang bisa bermitra dengan perusahaan yang kredibel dan berpengalaman.
Terkait investasi, Presiden menyatakan Indonesia terbuka bagi para investor yang kredibel, yang memiliki rekam jejak dan reputasi baik, serta punya komitmen untuk ikut menyejahterakan rakyat dan menjaga kelestarian alam.
Wujud komitmen
Apa makna di balik keputusan Presiden Jokowi untuk mengumumkan pencabutan izin usaha bagi ribuan korporasi ini?
Pencabutan izin ini dapat dilihat sebagai bagian dari perwujudan komitmen yang kuat dari Presiden untuk menata ulang sektor pertambangan, kehutanan dan perkebunan sebagai tiga sektor strategis dalam pembangunan nasional. Hal ini ditempuh dengan cara mengingatkan para pengusaha di bidang pertambangan, kehutanan dan perkebunan untuk lebih berhati-hati dan sungguh-sungguh dalam menanamkan investasinya di sektor-sektor ini.
Presiden memberi sinyal agar korporasi yang sedang mengurus atau sudah mendapatkan izin usaha atau hak atas tanah untuk segera melakukan langkah operasional yang nyata di lapangan sehingga bisa memproduktifkan tanah, menyerap tenaga kerja yang luas dan menghasilkan pendapatan yang layak bagi pekerja dalam usaha mereka. Jika tidak, izinnya bisa dicabut.
Para menteri, pejabat dan jajaran birokrasi di kementerian dan lembaga agar lebih selektif dalam menerbitkan izin usaha atau hak atas tanah bagi korporasi. Pemerintah terbuka kepada para investor yang kredibel dan memiliki komitmen untuk ikut menyejahterakan rakyat dan melestarikan alam patut diresapi dalam berbagai kebijakan seluruh kementerian, lembaga dan daerah. Jangan obral konsesi tapi lebih selektif investasi.
Selain itu, Presiden juga mengisyaratkan optimisme kepada rakyat yang selama ini jadi penonton atau bahkan korban dari operasi perusahaan pertambangan, kehutanan dan perkebunan besar. Optimisme bagi percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria. Selanjutnya skenario pengalokasian tanah dan kawasan hutan yang sudah dicabut izinnya untuk diakses oleh rakyat miskin yang terorganisir menjadi agenda penting.
Berangkat dari gebrakan Presiden di awal tahun 2022, bolehlah kita berharap reforma agraria dapat berlangsung lebih cepat, tepat dan akurat. Arah dan orientasi yang layak dijadikan patokan adalah menurunnya tensi sosial-politik akibat konflik agraria, terselesaikan kasus-kasus konflik agraria yang sudah menahun, akselerasi redistribusi tanah untuk rakyat dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lebih lanjut.
Kita memahami tahun 2022 merupakan tahun emas bagi percepatan pelaksanaan program-program strategis yang populis dari pemerintah. Untuk itu, harus lebih sigap dalam menghidupi denyut politik agraria sebelum hiruk pikuk politik elektoral jelang Pemilu 2024.
Usep Setiawan, Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden Republik Indonesia