Saat arus balik, bukan hanya kemacetan yang menjadi perhatian pemerintah, para pemangku kebijakan di kota juga mengkhawatirkan bertambahnya jumlah warga perdesaan yang migrasi ke kota.
Oleh
SIWI NUGRAHENI
·4 menit baca
Mudik adalah bukti nyata urbanisasi. Istilah mudik muncul karena tempat tinggal bukan sama dengan kampung halaman leluhur. Menjelang Lebaran tiba, urusan mudik mengerucut menjadi soal bagaimana mengatasi kemacetan di jalan menuju kampung halaman. Tahun 2022 ini, pemerintah memprediksi ada 85,5 juta pemudik di seluruh Indonesia.
Saat arus balik, tidak hanya kemacetan yang menjadi perhatian pemerintah, para pemangku kebijakan di kota juga mengkhawatirkan bertambahnya jumlah pemudik yang kembali ke kota. Dengan keterampilan pas-pasan, penduduk baru dari desa dianggap berpotensi menimbulkan masalah berikutnya di kota. Potensi masalah tersebut, antara lain, bertambahnya pengangguran dan meluasnya permukiman kumuh.
Migrasi penduduk dari desa ke kota biasanya hanya dilihat dari sudut pandang wilayah perkotaan, yakni dilihat sebagai sebuah potensi masalah. Sebenarnya, dalam perspektif desa, urbanisasi berdampak positif dan negatif.
Dengan keterampilan pas-pasan, penduduk baru dari desa dianggap berpotensi menimbulkan masalah berikutnya di kota.
Ungkit kesejahteraan warga
Urbanisasi terjadi karena ada faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong urbanisasi adalah kondisi di desa yang tidak menguntungkan, sedangkan faktor penariknya adalah situasi di kota yang memberikan harapan.
Persepsi tentang faktor pendorong dan faktor penarik itu biasanya dilihat dari sisi ekonomi. Keterbatasan kesempatan kerja dan penghasilan yang tidak memadai di desa dihadapkan pada harapan untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih tinggi di kota.
Jika harapan tersebut terpenuhi, para migran dari desa biasanya tidak melupakan keluarga dan kerabat yang tinggal di kampung halamannya. Pada saat mereka mudik, mengalir pula rezeki hasil bekerja di kota.
Banyak di antara mereka bahkan rutin mengirimkan uang kepada keluarganya yang masih tinggal di desa. Salah satu sisi positif urbanisasi ialah mengungkit kesejahteraan warga desa, baik melalui pemudik maupun uang kiriman mereka.
Tidak semua penduduk desa yang bermigrasi ke kota bersifat permanen. Petani yang sudah melewati masa tanam dan sedang menunggu masa panen adalah kelompok yang sering melakukan migrasi sementara ke kota. Mereka biasanya masuk ke sektor informal.
Tidak semua penduduk desa yang bermigrasi ke kota bersifat permanen. Petani yang sudah melewati masa tanam dan sedang menunggu masa panen adalah kelompok yang sering melakukan migrasi sementara ke kota. Mereka biasanya masuk ke sektor informal.
Penjual tahu petis di kompleks perumahan kami juga sejatinya petani. Bermigrasi dan bekerja di kota menjadi semacam diversifikasi pekerjaan baginya.
Hilangnya potensi di desa
Urbanisasi juga berdampak negatif pada wilayah perdesaan. Penduduk yang bermigrasi ke kota adalah kelompok usia produktif sehingga kepindahan kelompok ini akan mengurangi sumber daya manusia potensial di perdesaan.
Beberapa petani mitra kami dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat menyuarakan keluhan senada, yaitu kekurangan tenaga kerja. Dengan usia yang menua, mereka juga khawatir akan keberlanjutan usaha tani organiknya.
Tulisan saya di rubrik ini pada 2 November 2021 bertajuk ”Desa-desa yang Menggeliat” memang memperlihatkan optimisme karena di beberapa desa terlihat penduduk usia mudanya mau tinggal dan berkarya di desa mereka. Namun, harus diakui, kondisi itu bukan kecenderungan umum.
Data menunjukkan bahwa komposisi penduduk Indonesia yang tinggal di kota semakin besar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2020 sebesar 56,7 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Terjadi peningkatan jumlah penduduk kota karena pada 2015 tercatat 53,3 persen penduduk tinggal di perkotaan. BPS memperkirakan pada tahun 2025 sekitar 60 persen penduduk Indonesia adalah warga kota.
Kepindahan kelompok usia muda ke kota tidak selalu disebabkan alasan ekonomi. Kemilau kota besar dengan beragam fasilitas publik, itu daya tarik lain bagi kaum muda.
Media massa, terutama televisi di Indonesia, sangat urban-centric. Berita dan cerita tentang Jakarta dan kota-kota besar lain lengkap dengan karakteristik dan gaya hidup penduduknya mendominasi tayangan televisi Indonesia. Barangkali hanya TVRI yang masih menyiarkan suasana kehidupan perdesaan.
Jika pun stasiun-stasiun televisi itu menyiarkan suasana dan kehidupan perdesaan, lebih banyak dalam bungkus program acara jalan-jalan, wisata, atau liburan. Ini tayangan suasana desa atau daerah dari sudut pandang orang kota.
Situasi demikian akan membuat banyak orang memiliki mimpi pergi ke kota, tinggal dan mencari kerja di kota. Pendek kata, tinggal di kota itu keren di mata penduduk usia muda.
Tidak disangkal, urbanisasi memang meningkatkan kesejahteraan penduduk desa. Namun, juga tak boleh dilupakan bahwa migrasi penduduk desa usia produktif telah menjadikan desa kehilangan sumber daya manusia potensialnya.
Tidak disangkal, urbanisasi memang meningkatkan kesejahteraan penduduk desa. Namun, juga tak boleh dilupakan bahwa migrasi penduduk desa usia produktif telah menjadikan desa kehilangan sumber daya manusia potensialnya.
Kini, saatnya melakukan upaya lebih sungguh-sungguh untuk membuat desa menarik bagi pemuda-pemudinya. Sebuah tugas yang harus diemban semua kalangan, termasuk media massa.
Selamat mudik. Selamat bersilaturahmi dengan keluarga dan kerabat.