Mengalami sakit mungkin sesekali diperlukan. Ada hal-hal baik yang diajarkan oleh rasa sakit.
Oleh
KRISTI POERWANDARI
·4 menit baca
Jatuh sakit merupakan hal yang tidak diinginkan untuk terjadi. Sebagian orang kemudian menjalankan pola hidup sehat dengan makan sehat, berolahraga, dan antara lain, tidur cukup. Sebagian yang lain sesungguhnya tidak menjaga pola hidup sehat, tetapi, toh, tetap berharap bahwa hidupnya akan tetap sehat.
Barangkali benar yang dibilang sebagian orang bahwa hidup kaya raya tetapi sakit itu tidak ada gunanya. Sebab, kita tidak dapat menikmati kekayaan yang dimiliki dan meski bergelimang materi, mungkin hanya dapat terbaring dengan lidah pahit dan rasa tubuh yang sangat tidak nyaman.
Bagaimanapun mengalami sakit mungkin sesekali diperlukan. Dalam istilah seorang kerabat yang sedang sakit, untuk kita dapat ”naik tingkat” menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Ada hal-hal baik yang tak lekang oleh tempat dan waktu yang diajarkan oleh rasa sakit. Di antaranya adalah kesabaran, kemampuan berempati pada keterbatasan yang dialami orang lain, dan kerendahan hati.
Ketika saya jatuh sakit dan menjadi ”lemot”, tidak dapat bergerak sigap dan berpikir cepat, saya diingatkan tentang ketidaksabaran saya menghadapi orang lain yang memerlukan tambahan waktu untuk menyelesaikan tugasnya. Ternyata saya sendiri mengalaminya.
Kepedulian
Satu hal baik lain yang mungkin sedang diupayakan kehidupan untuk terjadi dengan kita diberi sakit adalah kerendahan hati. Apabila sebelumnya kita terlalu percaya diri dengan kemampuan kita, kita jadi mengerti bahwa dalam sekejap kita dapat kehilangan yang kita miliki. Jadi, kesombongan itu tidak ada gunanya.
Ada pula orang-orang yang karena kedudukannya merasa lebih istimewa daripada orang lain. Disadari atau tidak, ia menjalankan standar ganda: bagi orang lain menetapkan aturan ketat yang harus diikuti, tetapi bagi diri sendiri, ia menuntut perlakuan berbeda. Jatuh sakit mungkin dapat membuatnya menjadi sedikit rendah hati dan peduli.
Bagi orang-orang di sekitar si sakit, peristiwa sakit orang dekat mungkin juga akan banyak menghadirkan pembelajaran baru. Sebelumnya kita bergantung dan taking for granted dipenuhi segala kebutuhan oleh si sakit. Ketika ia sakit, kita mendadak tersadar harus lebih peduli, bersedia berbagi, dan mengambil tanggung jawab lebih besar daripada sebelumnya.
Satu hal baik lain yang mungkin sedang diupayakan kehidupan untuk terjadi dengan kita diberi sakit adalah kerendahan hati.
Dalam alam sangat modern yang penuh kesibukan ini, mungkin dengan orang-orang dekat pun kita jarang bertemu dan bertegur sapa. Karena perhatian utama kita adalah pada tuntutan capaian kerja yang digariskan oleh orang lain atau diri sendiri.
Jatuh sakitnya diri atau anggota keluarga membuat kita sadar tentang kurang pedulinya kita terhadap satu sama lain. Kita lalu secara khusus mencari waktu untuk bertemu lagi dan menyeimbangkan kembali kehidupan lewat mempererat hubungan sosial.
Perilaku ekonomi pun dapat berubah. Sebelumnya kita merasa orang lain cerewet dan berlebihan mengingatkan soal harus hidup sederhana dan berhemat. Kini mendadak kita mengerti sendiri mengapa keluarga harus berdisiplin soal uang, memiliki prioritas mengenai apa yang harus diambil dan tidak, menabung, serta memiliki perencanaan jangka panjang.
Keberserahan
Sebagian dari kita memiliki kebutuhan besar untuk mandiri. Kita tidak mau bergantung pada orang lain. Kita semaksimal mungkin melakukan sendiri apa yang dibutuhkan dan merasa sangat sulit kalau harus meminta bantuan orang lain. Kita terbiasa memberi dan menolak untuk meminta bantuan karena hal itu membuat kita merasa sangat lemah dan malu.
Pengalaman sakit menyadarkan bahwa hidup itu kadang perlu take and give. Ternyata kita bukan manusia super. Apabila kita terbiasa memberi, mungkin ada saatnya kita belajar untuk menjadi orang yang menerima pertolongan. Peristiwa sederhana mengakui bahwa kita memiliki keterbatasan itu dapat menjadi suatu pencerahan baru yang akan diingat sepanjang hidup.
Bersedia mengakui bahwa kita memiliki keterbatasan itu ternyata merupakan suatu bentuk pemberdayaan juga. Kita justru jadi merasa lega dan lebih bahagia karena terlepas dari impitan harus menjadikan diri selalu sempurna. Pengakuan akan keterbatasan tidak jarang juga mengubah pola hubungan dengan orang lain menjadi lebih jujur, terbuka, dan seimbang.
Pengalaman sakit, tidak berdaya, dan ada dalam ketidakpastian dirasakan oleh semua kita secara universal saat pandemi yang lalu. Sebegitu dahsyatnya pembelajarannya, karena di awal-awal pandemi bahkan ada saat di mana kita tidak dapat mengantar orang terdekat pulang ke haribaan pencipta karena kekhawatiran akan penyebaran Covid-19.
Mungkin pembelajaran utama dari pandemi Covid-19 bagi kita adalah bahwa sepintar, sehebat, dan seberkuasa apa pun kita, ada hal-hal dalam hidup di luar kemampuan kita mengendalikannya. Apabila sebelumnya kita lebih mampu membuat peramalan dan antisipasi, perencanaan dan persiapan matang dapat ambruk seketika, kemudian disadari adalah fakta ketidakpastian.
Bagaimana menghadapi sakit, kegagalan, dan ketidakpastian? Kita dapat memilih untuk tetap fokus pada sisi-sisi negatif: terpuruk, marah, sedih, tanpa harapan. Akan tetapi, kita juga dapat memilih untuk mencari sisi-sisi positif dengan kerendahan hati dan keberserahan. Juga dengan harapan akan kesembuhan, dapat diatasinya tantangan, serta hadirnya kehidupan yang lebih baik.
Semoga pengalaman kegagalan dan sakit kita menjadikan kita manusia yang lebih baik. Semoga ibu bapak pembaca yang sedang mengalami sakit atau sedang mendampingi orang terdekat yang sakit diberi kekuatan, kesembuhan, dan jalan keluar mengatasi masalah.