Negara-negara di dunia saling terhubung. Langkah satu negara akan memengaruhi negara lain dan dunia. Sakit pun dirasakan bersama.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Film Lord of War (2005) yang disutradarai Andrew Niccol mengisahkan sisi gelap perdagangan senjata. Film yang dibintangi Nicolas Cage, Jared Leto, dan Ethan Hawke itu menggambarkan pihak-pihak yang diuntungkan dalam perang. Perang menjadi ajang jual beli senjata.
Namun, perang lebih banyak menimbulkan kesengsaraan. Kemanusiaan kalah dalam peperangan. Bagi negara-negara yang tak terlibat langsung dalam perang, dampaknya dialami secara tidak langsung. Harga komoditas pangan dan energi, misalnya, naik selama perang Rusia-Ukraina. Hal ini mengguncang perekonomian dunia. Situasi yang semula diduga hanya akan berdampak kecil, ternyata berdampak signifikan bagi dunia. Perang menjadi faktor ketidakpastian.
Faktor yang juga jadi ketidakpastian global, adalah pandemi Covid-19. Naik turun gelombang pandemi membawa konsekuensi bagi tatanan dunia, termasuk perekonomian. Pergerakan manusia dan barang yang tidak lagi terbatas dalam satu-dua negara, membuat pandemi sungguh “menyiksa”. Bagi sebagian orang, keinginan bepergian mesti menyertakan kalkulasi pandemi. Adapun bagi produsen dan konsumen, perhitungan dalam proses produksi dan pembelian barang mesti menyertakan situasi pandemi sebagai faktor tambahan.
Bagi negara, situasi pandemi diperhitungkan dalam mengambil keputusan, di antaranya soal kesehatan, perekonomian, dan kehidupan manusia. Berbagai hal itu membuat banyak sektor perekonomian terpuruk selama pandemi. Krisis terjadi. Resesi membayangi. Negara miskin menghadapi masalah utang. Kemiskinan bertambah. Ketimpangan kian dalam.
Akhir pekan lalu di Bali, pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral kelompok negara G20 menyepakati penguatan kerja sama global. Disepakati pula pembentukan dan penguatan Financial Intermediary Fund (FIF) for Pandemic Prevention Preparedness and Response. FIF –yang tata kelolanya masih digodok- ini sudah mengumpulkan dana 1,28 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 18,94 triliun. Diharapkan, FIF bisa berperan mengantisipasi pandemi di kemudian hari (Kompas, 18/7/2022).
Sambil melangkah keluar dari situasi pelik akibat pandemi, ditambah faktor perang yang tak kunjung usai, negara-negara G20 bersiap mengantisipasi kondisi serupa terjadi di kemudian hari. Selaku Presidensi G20, Indonesia berperan dan memiliki kepentingan besar mewujudkan isu prioritas dalam periode presidensi. Sebagai platform multilateral beranggotakan negara-negara yang merepresentasikan 80 persen perekonomian dunia, 75 persen perdagangan internasional, dan 60 persen populasi dunia, langkah G20 mengatasi dan mengantisipasi dampak pandemi sangat strategis.
Di tengah situasi saling terhubung, saatnya memikirkan kepentingan bersama agar pulih bersama-sama.