Konfrontasi Masih Dominan, KTT G20 Bisa Sulit Capai Konsensus
Bukan kolaborasi, melainkan konfrontasi yang banyak mewarnai pertemuan persiapan Konferensi Tingkat Tinggi G20. Sementara situasi perang Rusia-Ukraina sebagai akar fragmentasi G20 potensial berkepanjangan.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·5 menit baca
Konferensi Tingkat Tinggi G20 bisa kesulitan menghasilkan konsensus untuk menjawab tantangan mutakhir global. Fragmentasi akibat komplikasi politik perang Rusia-Ukraina masih mendominasi dua pertemuan penting di pertengahan Juli ini. Konfrontasi masih mendominasi ekspresi dan posisi politik antara Barat dan Rusia.
Pertemuan Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 atau G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) ke-3 berlangsung pada 15-16 Juli. Sementara pada 7-8 Juli Pertemuan Para Menteri Luar Negeri G20 atau G20 Foreign Ministers Meeting (FMM) digelar.
Kedua acara berlangsung di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali. Pertemuan ini posisinya sentral bagi puncak agenda acara G20 tahun ini, yakni Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, 15-16 November.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku Koordinator Finance Track Presidensi G20 Indonesia menggelar konferensi pers bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Bali, Sabtu (16/7/2022). Tidak ada komunike bersama sebagaimana tradisi dalam forum-forum FMCBG tahun-tahun sebelumnya. Sebagai silihnya adalah risalah rapat dari pemimpin rapat. ”Ini adalah hasil terbaik yang bisa dicapai,” katanya menjawab pertanyaan wartawan.
Menurut Sri Mulyani, risalah rapat FMCBG mencakup 14 paragraf. Sebanyak 12 paragraf disepakati semua delegasi G20. Sementara dua paragraf lainnya tidak bisa disepakati karena adanya beda pandangan di antara anggota G20. Hal ini berkaitan dengan posisi politik sejumlah negara pada perang Rusia-Ukraina.
Sri Mulyani mengatakan, perbedaan itu terjadi karena masih ada isu yang belum bisa direkonsiliasikan di antara sejumlah anggota G20 berkaitan dengan perang Rusia-Ukraina. Demikian pula dengan posisi politik tiap-tiap negara yang masih bertahan pada tempatnya masing-masing.
”Tentu saja masih ada forum-forum lain, seperti PBB dan lain sebagainya. Namun, karena mereka ingin sampaikan pandangan terkait isu terntentu (pada G20), khusunya terkait perang, pernyataan-pernyataan yang berbeda merefleksikan masih adanya perberdaan pandangan-pandangan di antara anggota G20. Kita tempatkan seperti itu saja,” tuturnya.
Sri Mulyani mengakui, tantangan Presidensi G20 Indonesia 2022 amat luar biasa. ”Kita semua sepakat bahwa pertemuan G20 di bawah Presidensi Indonesia berada di saat-saat yang penuh tantangan dan sulit. Jadi, kami semua sadar tentang bagaimana kita menjadi tuan rumah dan menyelenggarakan pertemuan,” katanya.
Pada satu sisi, Sri Mulyani melanjutkan, semua negara aggota G20 dalam pertemuan bilateral dengan Indonesia menyatakan dukungannya kepada tuan rumah. Tiap-tiap negara anggota juga sepakat untuk terus mempertahankan G20 sebagai forum global kerja sama ekonomi.
”Semua anggota juga menegaskan untuk mempertahankan kerja sama dan semangat multilateralisme. Oleh karena itu, Indonesia fokus pada agenda untuk melanjutkan komunikasi di bawah presidensi kita. Dan bahkan kita mengumumkan sebuah chair summary yang menjelaskan area-area apa yang sudah kita capai,” kata Sri Mulyani.
AFP melaporkan bahwa fragmentasi terjadi pada pertemuan selama dua hari di Bali tersebut. Oleh karena itu, komunike bersama tidak dapat tercapai. Dalam pembahasan dua hari, para pimpinan keuangan mencari solusi atas persoalan krisis energi dan krisis pangan. Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutu menyalahkan Rusia yang menyebabkan persoalan menjadi semakin parah.
Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, Menteri Keuangan Australia Jim Chalmers, dan Menteri Keuangan Kanada Chrystia Freeland pada pembahasan hari Jumat menyalahkan invasi Rusia yang menjadi penyebab tekanan ekonomi global saat ini. Baik Yellen maupun Freeland, keduanya keturunan Ukraina, menyatakan bahwa perwakilan Rusia tidak memiliki tempat pada forum itu.
Sementara Kremlin menyebut bahwa retaliasi Barat terhadap ”operasi militer khusus” yang dilancarkan Rusia ke Ukraina menjadi penyebab utama persoalan ekonomi mutakhir. Respons yang dimaksud merujuk pada sanksi-sanksi Barat yang antara lain memblokade pengapalan pangan dari Rusia ke pasar global.
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov berpartisipasi secara virtual. Adalah Wakil Menteri Keuangan Rusia, Timur Maksimov, yang hadir secara langsung di Bali. Menteri Keuangan Ukraina Serhiy Marchenko juga berpartisipasi secara virtual.
Maksimov berada dalam ruang rapat saat Barat mengungkapkan kecamannya terhadap invasi Rusia. Sementara Marchenko menyerukan kepada negara-negara G20 untuk memberikan sanksi yang lebih berat lagi kepada Moskwa.
Direktur Eksekutif Jubilee USA Network, Eric LeCompte, berpendapat, kegagalan mencapai komunike bersama akan menghalangi upaya terkoodinasi G20 dalam menangani persoalan meroketnya inflasi dan kurangnya pasokan pangan.
Yellen di sela-sela FMBCG di Bali menggelar sejumlah pertemuan di Bali. Salah satu misinya ialah mengajak negara-negara untuk menerapkan batas atas harga minyak Rusia.
AS dalam hal itu menggelar pertemuan bilateral dengan Indonesia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Australia, Singapura, dam Turki. Tujuannya memutus pendanaan perang Rusia.
Sri Mulyani menegaskan bahwa G20 tidak membahas misi AS tersebut. Beberapa hal yang dibahas dan mencapai ”kemajuan”, antara lain, perubahan aturan main dalam pajak internasional yang akan menerapkan batas minimum pajak penghasilan badan untuk korporasi sebesar 15 persen mulai 2024.
Situasi konfrontatif antara Barat dan Rusia yang berlangsung pada FMCBG ke-3 di Bali itu juga terjadi pada FMM yang digelar sepekan sebelumnya. Negara-negara G7, misalnya, tidak hadir pada saat upacara penyambutan yang digelar Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pada Kamis (7/7/2022) petang. Sebab, ada Lavrov di situ.
Sebaliknya, Lavrov meninggalkan ruangan saat Menlu Jerman Annalena Baerbock mendapat giliran bicara. Demikian pula saat Menlu Ukraina Dmytro Kuleba memberikan pidato secara virtual. Di bagian akhir pertemuan, tidak ada sesi foto bersama sebagaimana tradisi selama ini.
Menlu AS Antony Blinken menyatakan, ada ”paduan suara” kuat dalam pertemuan G20 yang meminta Rusia mengakhiri perang di Ukraina. ”Apa yang kami dengar hari ini adalah paduan suara yang kuat dari seantero dunia, bukan hanya dari AS, melainkan juga dari seluruh dunia, tentang perlunya menghentikan agresi,” kata Blinken kepada wartawan sebelum menggelar pertemuan bilateral dengan India di sela-sela pertemuan G20.
Blinken juga dikabarkan menyebut Rusia sebagai sumber persoalan. ”Rusia adalah sumber masalah. AS fokus pada solusi,” kata Blinken menurut anggota delegasi AS yang sama itu.
Sementara mengutip kantor berita Rusia, RIA, Menlu Rusia Sergey Lavrov kepada wartawan di sela-sela pertemuan menyatakan, negara-negara Barat menghindari mandat G20 untuk mendiskusikan persoalan-persoalan ekonomi dalam pertemuan G20. Mereka menyimpang dari agenda dengan menyerang Rusia dengan sejumlah kritik atas situasi di Ukraina.