KOMPAS.ID

Serangan Fajar Mengintai Jelang Pencoblosan 

Praktik bagi-bagi uang menjelang pencoblosan atau serangan fajar masih menjadi pilihan banyak caleg untuk mendulang suara warga. Serangan fajar ini disusun secara terstruktur dan sistematis hingga ke tangan pemilih 

arrow-scroll-down

Oleh Tim Harian Kompas

11 Feb 2024 08:00 WIB · Investigasi

Bagi-bagi uang tunai menjelang pencoblosan atau serangan fajar kian mengakar dan terus terjadi pada setiap pemilihan umum. Suara rakyat yang kerap dianggap sebagai suara Tuhan justru dinodai oleh aktor-aktor yang mengagungkan uang sebagai alat tempur politik untuk meraih kekuasaan. 

Praktik bagi-bagi uang dalam pemilihan umum turut terekam dalam Pemilu 2014 dan 2019. Dari data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kasus politik uang menempati urutan teratas dari sepuluh besar kasus pidana pemilu di Indonesia.  

Tak hanya kasus pidana yang meningkat. Indonesia bahkan menduduki peringkat pertama negara dengan jumlah politik uang tertinggi di dunia.   Temuan itu merupakan hasil riset dari Guru Besar Bidang Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Burhanuddin Muhtadi.  

Seruan Melawan "Serangan Fajar"
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sejumlah poster berisi ajakan melawan praktik politik uang saat Pemilu 2024 tertempel di sejumlah sudut Gedung Anti Corruption Learning Center (ACLC) Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (21/9/2023). Praktik politik uang saat menjelang pencoblosan pada Pemilu atau yang dikenal dengan istilah Serangan Fajar sering muncul dan menyasar untuk mempengaruhi pilihan hak pilih masyarakat. Praktik & Serangan Fajar merupakan salah satu praktik penyuapan yang pada akhirnya akan menjadi salah satu akar permasalahan korupsi. Oleh karena itu, bidang edukasi antikorupsi KPK berusaha mengajak masyarakat untuk melawan praktik ini, terutama menjelang Pemilu 2024.

Dalam temuannya, Burhanuddin menyebutkan, kalau pada pemilu 2014 dan pemilu 2019, ada 63,5 juta pemilih yang terlibat dalam politik uang untuk pemilihan legislatif atau pileg. Lalu, mengapa pemilu justru melanggengkan praktik bagi-bagi uang? 

Praktik politik uang masif terjadi di Pileg karena persaingan antar caleg pada sistem proporsional terbuka cukup sengit. Seorang caleg hanya membutuhkan margin suara yang tipis untuk mengalahkan teman satu partai. Dalam hal ini, politik uang menjadi penting meskipun efek untuk memengaruhi pemilih hanya 10 persen.

Politik uang bisa saja dianggap penting bagi sebagian caleg yang mengincar kursi empuk Senayan. Apalagi,  pada Pemilu 2024, ada 9.917 caleg DPR yang bertarung dengan peluang menang hanya 5,8 persen.  


Rekomendasi Artikel Pilihan

Nikmati tulisan lainnya dalam rubrik Tutur Visual di bawah ini.

Logo Kompas
App StorePlaystore
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000