Dua Tahun Invasi Rusia, Ukraina Ubah Taktik Lebih Fokus Pertahanan
Dua tahun agresi Rusia ke Ukraina, Ukraina mengambil posisi bertahan dengan pasukan dan amunisi yang terbatas.
”Ukraina akan memenangi perang”. Demikian penegasan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba ketika berbicara di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, AS, Jumat (23/2/2024) waktu setempat, menjelang dua tahun invasi Rusia ke Ukraina. Hari Sabtu, 24 Februari 2024, ini tepat dua tahun invasi itu berlangsung.
Pernyataan Kuleba di PBB tersebut ditujukan pada mereka yang skeptis bahwa Ukraina tidak akan pernah bisa menang atas Rusia. Dengan dukungan komunitas internasional, Ukraina yakin pasti akan bisa lebih cepat menang. Dengan catatan, Ukraina terus mendapatkan bantuan persenjataan dari negara-negara pendukungnya.
Baca juga: Ukraina Cari Akal Tutupi Kekurangan Pasukan
Meski Kuleba optimistis dengan masa depan Ukraina, gambaran keseluruhannya suram. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengakui, pihaknya kekurangan tentara dan kehabisan amunisi pasokan dari Barat untuk artileri dan pertahanan udara. Karena itu, dia meminta komunitas internasional untuk memprioritaskan pasokan senjata bagi Ukraina.
Menjadi semakin suram bagi Ukraina karena Kongres Amerika Serikat memblokir paket bantuan bagi Ukraina senilai 60 miliar dollar AS. Presiden AS Joe Biden kembali menyerukan kepada anggota parlemen dari Partai Republik untuk membuka blokir pendanaan tambahan bagi Ukraina itu.
Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen (tengah), suaminya, Bo Tengberg (kiri), dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (kanan)meletakkan karangan bunga saat upacara di Field of Mars di Pemakaman Lychakiv di Lviv, Ukraina, Jumat (23/2/2024).
Kuleba mengingatkan, ada 140 negara yang menyetujui resolusi Majelis Umum PBB yang mendukung Ukraina dan menyerukan penarikan seluruh pasukan Rusia. Majelis Umum menjadi badan terpenting PBB yang menangani Ukraina. Dewan Keamanan (DK) PBB yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan internasional dilumpuhkan oleh hak veto Rusia. Resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum, tetapi resolusi itu berfungsi sebagai barometer opini dunia.
Baca juga: Ukraina Hadapi ”Kesulitan Besar” di Garis Depan
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, membalas pernyataan Kuleba dengan mengulangi klaim Rusia bahwa bukan mereka yang memulai konflik, melainkan negara-negara Barat. Ukraina hanya menjadi alat ambisi geopolitik Barat.
Nebenzia menegaskan, Rusia tidak akan mengakhiri ”operasi militer”, khususnya sampai tujuannya tercapai, yakni demiliterisasi Ukraina dan memastikan ”status netral” Ukraina.
Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron menyadari ada rasa lelah dengan perang dan upaya kompromi tampaknya menarik. Namun, masalahnya, Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menginginkan kompromi, apalagi perdamaian. Cameron khawatir, seluruh dunia akan ikut menderita dengan agresi Rusia karena apa yang dilakukan di Ukraina bisa saja menjalar ke wilayah lain.
Menlu Polandia Radoslaw Sikorski di PBB juga mengajak dunia untuk mencegah delusi neo-imperial yang mungkin muncul di belahan dunia mana pun sebagai dampak agresi Rusia.
Foto yang diambil pada 23 Februari 2024 ini menunjukkan ”Tembok Peringatan Kejatuhan Ukraina”, sebuah peringatan bagi tentara Ukraina, di pusat kota Kyiv, Ukraina, menjelang dua tahun invasi Rusia ke Ukraina.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kembali menegaskan invasi Rusia melanggar Piagam PBB dan hukum internasional. Sampai sekarang perang di Ukraina menjadi ”luka terbuka di jantung Eropa” dan menjadi preseden yang berbahaya.
Baca juga: Ukraina Kekurangan Amunisi, Avdiivka Jatuh ke Tangan Rusia
Satu-satunya jalan menuju perdamaian, lanjut Guterres, adalah dengan menghormati prinsip-prinsip dasar Piagam PBB mengenai kedaulatan dan integritas wilayah. ”Perang ini memperparah perpecahan geopolitik dan konflik ini berisiko meluas ke mana-mana,” ujarnya.
Sanksi baru
Sudah dua tahun, imbauan, kata-kata keras berupa protes dan kritikan, bahkan ancaman dilontarkan komunitas internasional pada Rusia. Tidak ada yang berubah. Bahkan, banjir sanksi-sanksi yang dijatuhkan pada Rusia, negara, atau individu yang terkait dengan Rusia pun seakan tak berdampak. Geregetan, Amerika Serikat kembali menjatuhkan 500 sanksi baru terhadap Rusia.
Begitu pula dengan Uni Eropa (UE) yang menjatuhkan sanksi terhadap beberapa perusahaan asing karena telah mengekspor barang-barang yang dapat digunakan Rusia untuk menyerang Ukraina. UE juga menyasar para pejabat Rusia, termasuk praktisi hukum, politisi lokal, dan orang-orang yang bertanggung jawab atas deportasi ilegal dan pendidikan ulang militer terhadap anak-anak Ukraina.
Banjir sanksi-sanksi yang dijatuhkan pada Rusia, negara, atau individu yang terkait dengan Rusia pun seakan tak berdampak.
Pembekuan aset dan larangan perjalanan UE merupakan paket tindakan ke-13 yang diberlakukan UE terhadap orang-orang dan organisasi yang dicurigai merusak kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina. ”Kami memperketat pembatasan terhadap sektor militer dan pertahanan Rusia. Kami tetap bertekad melemahkan mesin perang Rusia dan membantu Ukraina memenangi perjuangannya membela diri,” kata Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell.
Baca juga: Ukraina Frustrasi karena Bantuan AS-Uni Eropa Telat
Kementerian Luar Negeri Rusia menilai sanksi UE itu ilegal dan melemahkan hak prerogatif hukum internasional DK PBB. Secara keseluruhan, total ada 2.000 orang dan entitas, termasuk Putin, masuk dalam sanksi UE. Perusahaan-perusahaan yang membuat komponen elektronik, yang diduga bisa dipakai untuk keperluan militer dan sipil, dituding mendukung militer dan industri perang Rusia.
Ekspor perusahaan-perusahaan yang beberapa di antaranya berbasis di India, Sri Lanka, China, Serbia, Kazakhstan, Thailand, dan Turki, dibatasi ketat. Perusahaan-perusahaan itu diduga memproduksi suku cadang pesawat tanpa awak Rusia yang dianggap berperan penting dalam perang.
Perang ”drone”
Kurangnya pasukan dan amunisi serta kuatnya pertahanan lapangan Rusia memaksa Ukraina mengadopsi strategi baru yang fokus pada pertahanan. Zelenskyy, 19 Februari lalu, mengakui situasi di garis depan sangat sulit.
Media Al Jazeera, Jumat, mengutip Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina Oleksandr Syrsky yang diwawancara saluran ZDF, Jerman, 13 Februari 2024, yang menyebutkan Ukraina mengubah operasi ofensif menjadi defensif.
Sejarawan militer dan dosen di Universitas Sorbonne Perancis, Guillaume Lasconjarias, menjelaskan, setelah merebut kembali beberapa wilayah yang direbut Rusia, musim panas 2023 menandai titik balik dalam konflik. Garis pertahanan Rusia membuat Ukraina kehabisan tenaga. ”Rusia masih punya masalah komando, tetapi mereka belajar cepat dan mampu beradaptasi. Ini yang tidak bisa diremehkan,” ujarnya.
Baca juga: Rusia-Ukraina Tingkatkan Serangan Pesawat Nirawak
Di medan perang Ukraina, penggunaan pesawat tak berawak secara besar-besaran juga berdampak serius pada operasi ofensif. Dengan posisi ”mata” ini di sepanjang garis depan kedua pihak, medan perang menjadi ”transparan”. Elemen kejutan yang disukai para ahli strategi militer menjadi usang. Rusia terlambat mengadopsi penggunaan pesawat berawak dan harus menanggung akibatnya karena upaya militernya untuk mengejutkan Ukraina gagal.
Al Jazeera, 21 Februari 2024, menyebutkan, pesawat tak berawak Ukraina digunakan untuk menjatuhkan granat ke posisi Rusia sehingga melemahkan semangat pasukan yang terjebak di parit dan lubang perlindungan.
Artileri Ukraina menggunakannya untuk mencari baterai yang dapat dengan cepat mengatur tembakan, dan menangkap tentara serta tank Rusia di tempat terbuka saat mereka mencoba bergerak melintasi medan datar.
Seiring waktu, pasukan Rusia juga melakukan hal yang sama dan membalikkan keadaan. Kini, Ukraina yang dihancurkan serangan artileri Rusia.
Baca juga: Ukraina Mempertahankan Kemerdekaan dan Identitas Bangsa
Kini, kedua pihak menyadari manfaat tidak hanya dari pesawat tak berawak pengintai, tetapi juga pesawat tak berawak jarak jauh yang bisa dipakai untuk menyerang sasaran jauh di belakang garis musuh. Rusia sudah menggunakan ratusan pesawat tak berawak, Shahed-136, yang diimpor dari Iran sebagai rudal jelajah murah.
Ukraina memetik pelajaran bahwa banyak pesawat tak berawak bersenjata yang murah dan efektif mengimbangi kekuatan angkatan udara yang lebih lemah. Ukraina berencana memproduksi massal pesawat tak berawak yang bisa menghancurkan target hingga 1.000 kilometer dan secara teoretis mampu menjangkau Moskwa dan St Petersburg.
Yang lebih penting lagi, pangkalan militer, fasilitas pelabuhan, depo kereta api, dan barak kini berpotensi menjadi sasaran serangan sehingga memperumit upaya Rusia memasok pasukannya di garis depan. Ukraina menargetkan produksi satu juta pesawat tak berawak pada tahun ini dengan separuh komponen dibuat di dalam negeri dan separuh lagi dari AS.
Baca juga: Ukraina Kini Punya Tiga Kompi Tank Tempur Utama
Pakar militer Rusia di Universitas Bologna, Nicolo Fasola, mengatakan, banyak peralatan canggih yang dipasok ke Ukraina, tetapi belum digunakan secara efektif. Pasukan Ukraina harus dilatih terlebih dahulu untuk memanfaatkannya dan ini butuh waktu.
Bersamaan dengan itu, Rusia akan terus memasok pasukan dan peralatan ke garis depan. ”Perang ini akan terus berlanjut dengan cara yang sama seperti sekarang. Perlahan namun pasti, akan menguntungkan Rusia,” ujar Fasola.
Di Kyiv, suasananya suram dan semangat bertempur pasukan Ukraina melemah. Banyak yang kemudian menyerah kepada pasukan Rusia. “Kami kehabisan peluru dan tentara Rusia terus berdatangan. Banyak teman yang terluka dan tewas. Segalanya menjadi semakin buruk,” kata seorang tentara di Bakhmut.
Ukraina memperkirakan sekitar 50.000 warga sipil tewas. Pada Agustus 2023, harian The New York Times mengutip para pejabat AS yang menyebutkan Ukraina kehilangan 70.000 orang tewas dan 100.000-120.000 orang terluka. (REUTERS/AFP/AP)