Polisi menyelisik kesalahan Klinik Utama Cahaya Mentari di Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Diduga, klinik ini melakukan lebih dari satu kesalahan.
Oleh
J GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesalahan Klinik Utama Cahaya Mentari di Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, berganda. Selain mempekerjakan dokter asal China tanpa dokumen memadai, obat yang dipakai dokter juga didatangkan dari negara itu tanpa melalui prosedur pemberian izin edar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
”Semua obat didatangkan dari China yang tidak terdaftar di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan),” ucap Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus dalam konferensi pers di markas polda, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2020).
BPOM dalam informasi di lamannya mengingatkan masyarakat bahwa obat tanpa izin edar berarti kandungannya belum terjamin memenuhi aspek keamanan, mutu, dan khasiat sehingga dapat membahayakan kesehatan dan jiwa masyarakat.
Meski demikian, polisi belum menerapkan pasal ketentuan terkait penggunaan obat izin edar terhadap dokter asing ilegal LS alias dokter LI atau pada pemilik klinik Cahaya Mentari yang berinisial A. Berdasarkan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan obat tanpa izin edar dipidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Yusri mengatakan, pihaknya terlebih dahulu akan berkoordinasi dengan BPOM untuk memeriksa kandungan obat-obatan yang digunakan LI. Polda Metro Jaya juga akan membawa barang bukti obat ke Pusat Laboratorium Forensik Polri untuk diuji. Petugas masih mendalami ada atau tidaknya pasien yang mengalami masalah kesehatan akibat obat yang disuntikkan pelaku.
”Pelaku mempromosikan pengobatan antara lain dengan brosur dan media sosial,” ujar Yusri.
Pasien mau mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk dilayani dokter ilegal itu karena termakan bujuk rayu bahwa pengobatan sinusitis dokter LI tidak dengan operasi. Selain itu, berobat di luar negeri sudah menjadi tren di kalangan masyarakat sehingga pasien cenderung lebih percaya pada dokter asing daripada dokter lokal. Bahkan, dokter LI menakut-nakuti pasien dengan menyampaikan, penyakit yang dialami sudah parah dan jika dibiarkan, penyakit berkembang menjadi kanker.
Pengakuan LI, dirinya baru tiga bulan melayani pasien. Namun, polisi masih mendalami kemungkinan dia sudah lebih lama berpraktik karena pernyataan baru tiga bulan itu bisa jadi karena ia kembali setiap tiga bulan sekali ke negaranya untuk memperpanjang visa. Adapun LI masuk ke Indonesia hanya berbekal paspor dan visa kunjungan wisata.
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati menuturkan, dokter asing wajib memiliki surat izin praktik (SIP) sebelum melayani pasien di Indonesia.
Untuk mengurus SIP, dokter asing tersebut harus punya surat tanda registrasi (STR) terlebih dahulu. STR bisa didapatkan setelah memenuhi seluruh persyaratan, antara lain dokter asing memiliki izin kerja sesuai undang-undang di Indonesia, sudah lolos evaluasi, sehat secara fisik dan mental, mematuhi etika profesi, serta mampu berbahasa Indonesia.
Adapun Klinik Utama Cahaya Mentari dipastikan Ani awalnya merupakan fasilitas kesehatan legal dan berizin. Klinik itu mendapat izin operasional pada Februari 2019.
Dinas Kesehatan mendapatkan informasi tentang dugaan tenaga kerja asing berkarya di sana dan Ani menyatakan sudah menjalankan upaya meminta klarifikasi.
Petugas dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara pernah datang ke klinik itu. Pihak Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara juga melayangkan surat ke klinik itu untuk meminta klarifikasi soal iklan yang menyatakan pasien klinik bisa mendapatkan layanan dokter asing. Penanggung jawab klinik saat itu menjawab tidak ada tenaga kerja asing. ”Sesudah itu, kami belum melakukan tindakan yang lebih dalam lagi, sampai dengan pihak kepolisian melakukan penindakan,” kata Ani.
10 pasien sehari
Yusri menuturkan, dokter melayani rata-rata 10 pasien per hari. Dengan biaya berobat Rp 7 juta-Rp 15 juta per pasien, berarti klinik kemungkinan menerima uang Rp 70 juta-Rp 150 juta per hari.
Kepala Unit 4 Subdit 3/Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Imran Gultom mengatakan, berdasarkan penuturan sejumlah pasien, mereka meminati pengobatan dokter LI karena cenderung lebih percaya kepada dokter asing daripada dokter lokal serta karena terpikat dengan iming-iming sembuh tanpa operasi.
Terhadap dokter LI, Imran menjelaskan, polisi mengenakan Pasal 78 juncto Pasal 73 Ayat 2 dan/atau Pasal 75 Ayat 3 juncto Pasal 32 Ayat 1 dan/atau Pasal 76 juncto Pasal 36 dan/atau Pasal 77 juncto Pasal 73 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Ia terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 150 juta.
Selain menangkap dokter LI, petugas juga membekuk satu orang lagi berinisial A sebagai pemilik klinik dan yang mempekerjakan LI. Ia dikenai Pasal 201 juncto 197 juncto 198 juncto 108 UU No 36/2009 tentang Kesehatan, dengan pidana paling lama 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1,5 miliar.