Pemerintah akan memindahkan 118.000 pegawai negeri sipil yang maksimal berusia 45 tahun pada 2023, dari Jakarta ke ibu kota negara baru, untuk menggerakkan roda pemerintahan 2024.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Untuk menggerakkan roda pemerintahan ibu kota negara baru, pemerintah terus mempersiapkan sejumlah langkah, di antaranya pemetaan pegawai negeri sipil yang akan dipindahkan dari Jakarta ke Provinsi Kalimantan. Pemetaan itu di antaranya pemindahan 118.000 PNS atau 2,8 persen dari total 4,2 juta PNS, yang hingga 2023 genap berusia maksimal 45 tahun. Pemindahan pegawai secara administratif baru akan dilakukan pada 2024.
”Berdasarkan perhitungan kami sampai saat ini, PNS yang akan dipindahkan itu berjumlah 118.000 orang, yang usianya maksimal 45 tahun pada 2023. Pemindahan akan dilakukan tahun depan,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Tjahjo tak merinci alasan pemerintah memilih usia PNS maksimal 45 tahun yang akan dipindahkan. Ia juga tak menjawab saat ditanya apakah pemindahannya dilakukan bertahap atau bergelombang.
Sementara, dari total 4,2 juta jumlah PNS, sebanyak 17 persen akan memasuki masa pensiun pada 2024. Sebanyak 118.000 PNS yang akan dipindah, lanjut Tjahjo, juga masih bisa berubah karena pemetaannya masih berlangsung.
Setiap orang yang menolak dipindahkan harus punya alasan yang jelas.
Hingga kini, kebutuhan pegawai di ibu kota negara baru, baik secara kuantitas maupun kompetensi, masih terus dimatangkan pemerintah. ”Kalau dari segi kuantitas jumlah PNS yang dipindahtugaskan belum mencukupi kebutuhan, pemerintah akan merekrut kembali, baik di tingkat pusat maupun Kalimantan Timur,” ujar Tjahjo.
Terhadap para PNS yang akan dipindah, mereka, disebutkan, juga wajib mengikuti uji kompetensi untuk memastikan kesesuaian dengan kompetensi yang dibutuhkan di ibu kota negara baru. Meskipun PNS wajib mengikuti semua program pemerintah, Tjahjo menyatakan, pihaknya tetap akan mengonfirmasi kesediaan mereka untuk pindah atau tidak. ”Setiap orang yang menolak dipindahkan harus punya alasan yang jelas,” kata Tjahjo.
Terkait dengan pembiayaan pindah, menurut Tjahjo, pemerintah akan menanggung seluruhnya. ”Fasilitas permukiman dan pendidikan untuk keluarga PNS pun akan disediakan,” kata Tjahjo, menjelaskan.
Kompetensi jadi dasar
Saat tanya jawab, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, mengingatkan agar pemindahan 118.000 PNS harus hati-hati. Selain persoalan personal dan keluarga pegawai, pemindahan juga harus benar-benar didasarkan pada kompetensi dan kebutuhan di ibu kota negara baru.
”Pak Menteri harus betul-betul arif dan bijaksana dalam menentukan mana yang akan berangkat dan mana yang tidak berangkat. Jangan sampai dipolitisasi,” kata Guspardi.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, pemindahan PNS dari DKI Jakarta ke ibu kota negara baru perlu dilakukan secara selektif dan bertahap.
Diharapkan, ada pemetaan yang tepat untuk mendahulukan kepindahan aparatur yang mempunyai fungsi krusial terhadap keberlangsungan ibu kota negara. ”Tahap pertama, yang terpenting untuk dipindahkan adalah perangkat kerja presiden, yaitu yang bekerja di Istana dan kementerian,” kata Robert.
Pemindahan PNS dari lembaga-lembaga lain, lanjut Robert, perlu juga disesuaikan dengan hasil evaluasi atas adaptasi PNS yang sebelumnya dipindahkan pada gelombang pertama.