”Omnibus Law” Atur Tiga Aspek Utama Ketenagakerjaan
Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja akan mengatur tiga aspek utama ketenagakerjaan, yaitu upah minimum, pemutusan hubungan kerja, serta peningkatan perlindungan pekerja dan perluasan lapangan kerja.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja akan mengatur tiga aspek utama ketenagakerjaan, yaitu upah minimum, pemutusan hubungan kerja, serta peningkatan perlindungan pekerja dan perluasan lapangan kerja. Substansi ketenagakerjaan mengakomodasi kepentingan pekerja, calon pekerja, dan pemberi kerja.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, ada dua pokok kebijakan upah minimum dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, yaitu upah minimum tidak turun dan tidak dapat ditangguhkan, serta kenaikan upah minimum memperhitungkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja baru yang masa kerjanya kurang dari satu tahun. Namun, mereka tetap dimungkinkan menerima di atas upah minimum dengan pertimbangan kompetensi, pendidikan, dan sertifikasi. Adapun pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun mengikuti ketentuan upah sesuai struktur dan skala upah masing-masing perusahaan.
”Pemerintah memikirkan dunia usaha, pekerja, dan ada orang yang masih belum bekerja. Kita pikirkan bersama-sama,” ujar Susiwijono di Jakarta, Senin (20/1/2020).
Terbaru, perusahaan dimungkinkan menerapkan skema upah per jam untuk menampung jenis pekerjaan tertentu dan pekerjaan baru, terutama yang bergerak di bidang ekonomi digital. Pengaturan upah berbasis jam kerja ini tidak menghapus ketentuan upah minimum sebagai hak dan perlindungan atas pekerjaan tersebut.
Susiwijono mengatakan, pemerintah juga menambah Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk melindungi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Manfaat JKP berupa bantuan tunai, pendidikan vokasi, dan akses terhadap pekerjaan baru. JKP tidak menambah beban iuran bagi pekerja dan perusahaan.
”JKP tidak menggantikan jaminan sosial lain. Ini tambahan baru dari pemerintah dalam RUU Cipta Lapangan Kerja,” ujar Susiwijono.
Pekerja yang mendapat JKP tetap mendapat jaminan sosial lain, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. RUU juga memberikan perlindungan bagi pekerja kontrak berupa pemberian kompensasi akibat pengakhiran hubungan kerja.
Pekerja kontrak dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan alih daya (outsourching) mendapatkan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap. Di Indonesia, sebagian pekerja kontrak berkecimpung di bidang teknologi dan ekonomi digital. Mereka berhak menerima upah, jaminan sosial, serta kompensasi akibat pengakhiran kerja.
Susiwijono menekankan, fleksibilitas waktu kerja tetap mengedepankan hak dan perlindungan pekerja. Waktu kerja paling lama 8 jam sehari atau 40 jam dalam seminggu. Pekerja yang melebihi jam kerja diberikan upah lembur. Namun, ada beberapa pekerjaan yang tidak menerapkan jam kerja normal, seperti di sektor pertambangan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
Khusus UMKM
Susiwijono menambahkan, RUU Cipta Lapangan Kerja akan mempermudah operasional UMKM, antara lain dengan menerapkan perizinan tunggal, pengelolaan terpadu secara kluster, peningkatan kemitraan, dan pemberian insentif pembiayaan berupa agunan pinjaman untuk usaha mikro kecil (UMK).
Nantinya, seluruh UMK mesti mendaftar ke sistem perizinan tunggal. Perizinan ini sekaligus pemenuhan atas izin edar, jaminan produk halal, sertifikat pangan, dan hak kekayaan intelektual. Kementerian/lembaga serta pemerintah daerah didorong aktif melakukan pendaftaran UMK binaannya.
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya berpendapat, semangat transformasi ekonomi melalui omnibus law hendaknya dimaknai untuk memperkuat UMKM. Kinerja UMKM bisa menjadi salah satu indikator keberhasilan transformasi ekonomi.
”Omnibus law jangan hanya dimaknai untuk mengundang dan memberi jalan tol bagi pengusaha besar, baik lokal maupun global,” ujar Berly.
Dari 11 kluster dalam omnibus law, hanya ada satu yang fokus pada UMKM. Hambatan terbesar UMKM saat ini adalah perizinan yang memakan biaya dan waktu, serta prosedur yang kompleks. Jika perizinan dipermudah dan dipermurah, UMKM akan lebih mudah mengakses keuangan formal dan program-program pemerintah.
Substansi pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja terdiri dari 11 kluster, yaitu penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pemberdayaan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi.
Guru Besar Ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika menambahkan, kelancaran proses politik menentukan keberhasilan RUU Cipta Lapangan Kerja. Deregulasi harus menjadi agenda utama pemerintah dalam lima tahun ke depan. Selama ini terlalu banyak duri dalam aturan lama yang menghambat investasi.
Menurut Ahmad, langkah pemerintah untuk melakukan deregulasi investasi melalui skema omnibus law tepat. Namun, proses pengesahan dan implementasi RUU menjadi kunci utama. Koordinasi di tingkat pusat dan daerah harus berjalan baik agar simplifikasi perizinan benar-benar bisa terimplementasi.