Lawatan Presiden Xi Jinping ke Myanmar ini merupakan yang pertama kali bagi Xi sejak berkuasa dan sekaligus kunjungan pertama presiden China dalam 19 tahun terakhir.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
YANGON, JUMAT – Hubungan China dengan Myanmar kian erat menyusul lawatan Presiden China Xi Jinping ke Myanmar, Jumat (17/1/2020). Xi akan menandatangani sejumlah proyek kerja sama infrastruktur dalam Prakarsa Sabuk dan Jalan serta bertemu dengan para pemimpin politik Myanmar.
Bendera China dan Myanmar dan spanduk bergambar foto Xi berkibar di tepi jalanan Naypyitaw, menyambut kedatangan presiden China tersebut, Kamis (16/1/2020). taman-taman tepi jalan dibersihkan dan sejumlah hotel pun memasang tanda selamat datang.
Lawatan ke Myanmar kali ini merupakan yang pertama kali bagi Xi sejak berkuasa dan sekaligus kunjungan pertama dari presiden China dalam 19 tahun terakhir. Xi dijadwalkan bertemu dengan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Panglima Angkatan Bersenjata Min Aung Hlaing serta para pemimpin partai politik lain di ibu kota negara, Naypyitaw.
Di Beijing, Wakil Menteri Luar Negeri China, Luo Zhaohui, mengatakan, tujuan lawatan tersebut adalah untuk mempererat hubungan, memperdalam kerja sama Prakarsa Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative atau BRI), dan “memanfaatkan” Koridor Ekonomi China-Myanmar. Koridor ini merupakan proyek koridor ekonomi berbentuk huruf y yang menghubungkan China dengan Samudra Hindia.
“Persiapan terus dilakukan dan kalian akan menyaksikan hasil bersejarah dan pengaruh dari kunjungan bersejarah ini,” ujar Luo kepada wartawan.
Menurut data Bank Dunia, China merupakan negara kedua terbesar yang menanamkan investasi di Myanmar setelah Singapura. Ekspor Myanmar ke China senilai 5,5 miliar dolar AS tahun 2018, sementara impornya senilai 6,2 miliar dolar AS.
“Tidak ada negara yang berinvestasi di Myanmar selain China,” kata Hla Kyaw Zaw, analis politik di Provinsi Yunnan. “China mampu menyodorkan kesepakatan yang baik,” ujarnya.
China merupakan negara kedua terbesar yang menanamkan investasi di Myanmar setelah Singapura.
Beberapa proyek China di Myanmar itu termasuk jaringan pipa gas alam dari Timur Tengah menuju China melalui daratan, bukan melalui Selat Malaka.
Selain itu, salah satu agenda yang kemungkinan dibicarakan Xi selama dua hari lawatannya adalah pembangunan pelabuhan laut dalam di Negara Bagian Rakhine yang diperkecil tahun 2018 karena kekhawatiran jebakan utang serta pembangunan mega bendungan senilai 3,6 miliar dolar AS di Negara Bagian Kachin yang tertunda. Jika terlaksana, proyek bendungan yang didukung oleh China ini akan memaksa puluhan ribu orang pindah.
Suu Kyi, yang semula mengkritik rencana pembangunan bendungan tersebut, akhir-akhir ini justru mendesak etnis Kachin untuk berpikiran terbuka.
Hubungan kedua negara kembali menghangat setelah China menolak bergabung dengan dunia internasional yang mengecam tindakan militer Myanmar yang memaksa 730.000 warga etnis Rohingya mengungsi ke perbatasan Bangladesh tahun 2017.
Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, China membela Myanmar di dunia internasional. Hal ini dilihat sebagai hambatan terbesar untuk membawa pemimpin Myanmar ke pengadilan kejahatan perang internasional.
Sebaliknya, bersama Laos dan Kamboja, Myanmar menjadi pendukung China yang bisa diandalkan untuk mengimbangi kritik di dalam ASEAN terhadap klaim China atas Laut China Selatan.