Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membebaskan biaya SPP bagi siswa SMA, SMK, dan SLB negeri di provinsi itu per Januari 2020. Melalui program itu, diharapkan angka partisipasi kasar sekolah terus meningkat.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membebaskan biaya SPP bagi siswa SMA, SMK, dan SLB negeri di provinsi itu per Januari 2020. Melalui program itu, diharapkan angka partisipasi kasar sekolah terus meningkat dan tingkat kemiskinan dapat semakin ditekan.
Dengan digratiskannya SPP, biaya operasional sekolah berasal dari dua sumber. Pertama, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari APBN dan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) dari APBD Jateng. Dari APBD 2020, Pemprov Jateng menganggarkan Rp 860,4 miliar.
Sejumlah SMA dan SMK di Jateng pun menyambut baik program tersebut. Dengan demikian, para siswa yang berasal dari kalangan tak mampu tidak lagi terhambat urusan administrasi, dari sejak masuk hingga lulus.
Kepala SMAN 14 Semarang, Sulastri, di Kota Semarang, Kamis (16/1/2020), mengatakan, di sekolahnya, terdapat lebih dari 200 siswa (dari total 950 siswa) yang tak mampu. “Dengan SPP digratiskan, mereka terjamin, meskipun selama ini kami juga memberi keringanan,” katanya.
Baca juga; Sekolah Minta Sistem Pendaftaran SNMPTN Kembali Seperti Tahun Lalu
Namun, dengan peraturan baru itu, kata Sulastri, sejumlah kegiatan ekstrakulikuler siswa yang tidak berjenjang (tidak ada tingkatan kota-provinsi-nasional), tak bisa dibiayai oleh BOP dan BOS. Sebab sudah ada pos-pos yang ditentukan. Pembiayaan secara mandiri menjadi jalan yang ditempuh.
Kepala SMKN 2 Kudus, Harto Sundoyo, tak memungkiri, selama ini ada beberapa siswa terhambat persoalan administrasi. Terlebih 20 persen siswa (dari total 1.246 siswa) masuk kategori tidak mampu. “Program ini baik dan melengkapi gerakan nasional orangtua asuh yang ada di sekolah kami,” katanya.
rogram ini baik dan melengkapi gerakan nasional orangtua asuh yang ada di sekolah kami
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng, Jumeri, mengatakan, masyarakat atau orangtua siswa masih dapat berpartisipasi untuk biaya bersifat investasi, seperti pembangunan infrastruktur. Namun, sifatnya sukarela dan tak ada paksaan. Sekolah juga bisa mencari sponsor.
Kendati demikian, hal tersebut tak berkaitan dengan akademik dan siswa miskin dibebaskan dari hal itu. “Jadi, tidak boleh lagi misalnya, siswa yang tidak menyumbang tak bisa ikut ujian atau ijazahnya ditahan. Siswa benar-benar dibebaskan dari biaya untuk sekolah,” kata Jumeri.
Ia menambahkan, sekolah wajib mengembalikan uang SPP yang terlanjur dibayarkan siswa untuk Januari 2020 dan seterusnya. Tenggat waktu pengembalian yakni enam bulan.
Menurut Jumeri, biaya operasional ideal SMA di Jateng per tahun yakni Rp 3,5 juta per siswa, tetapi yang tertutup BOS dan BOP baru Rp 2,8 juta per siswa. Untuk SMK, dari Rp 4,5 juta baru tertutup Rp 3,3 juta. Sementara standar untuk SLB yakni Rp 5 juta dan baru tertutup Rp 3,5 juta.
Data Pemprov Jateng, terdapat 1.591 SMK (235 negeri dan 1.356 swasta), 867 SMA (360 negeri dan 507 swasta), serta 189 SLB (39 negeri dan 150 swasta).
Pemprov Jateng juga menyiapkan Biaya Operasional Sekolah Daerah (Bosda) untuk SMA-SMK swasta, terutama yang terakreditasi B dan C, sebesar Rp 123,85 miliar. Adapun Bosda untuk MA negeri dan swasta sebesar Rp26,5 miliar.
Jumeri menuturkan, penggratisan biaya SPP diharapkan terus meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) sekolah di Jateng. Menurut data Badan Pusat Statistik, APK jenjang SMA/SMK/MA di Jateng pada 2018 yakni 84,15 persen. Selain itu, tingkat kemiskinan Jateng, sebesar 10,58 persen per September 2019, juga diharapkan terus menurun.
“Lewat pendidikan, kami harap tingkat kemiskinan terus terkikis menjadi satu digit. Kami beri kesempatan sebanyak mungkin agar masyarakat bisa sekolah. Dengan demikian, masyarakat dapat mencari penghidupan, serta pola pikirnya berubah, menjadi lebih maju,” ujar Jumeri.
Terpisah, Kepala Bidang Pemerintahan, Sosial, dan Budaya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Wonosobo, Haris Gunarto, berharap, penggratisan SPP bakal meningkatkan APK SMA/SMK/MA di Wonosobo yang masih 68 persen. “Pendidikan menjadi investasi jangka panjang, yang hasilnya tentu tidak akan seketika terlihat,” katanya.
Seiring intervensi pemerintah di bidang pendidikan, Haris berharap kemiskinan di Wonosobo juga akan terus menurun. Menurut data BPS Jateng, pada 2019, tingkat kemiskinan di Wonosobo yakni 16,63 persen atau tertinggi kedua di Jateng setelah Kebumen yang 16,82 persen.