Polisi Tutup Klinik Ilegal Pengobatan Sel Punca Alogenik
Polisi melakukan operasi tangkap tangan di tempat pelayanan kesehatan Hubsch Clinic di Jalan Kemang Selatan VIII, Jakarta Selatan, Sabtu (11/1/2020) malam. Operasi dilakukan karena pengobatan dilakukan ilegal.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya melakukan operasi tangkap tangan di tempat pelayanan kesehatan Hubsch Clinic di Jalan Kemang Selatan VIII, Jakarta Selatan, Sabtu (11/1/2020) malam. Operasi dilakukan karena pengobatan stem cell atau sel punca alogenik (diambil dari organ tubuh orang lain) dilakukan secara ilegal.
Serum sel punca dipesan di Jepang kemudian diterbangkan dari Jepang ke Indonesia. Polisi telah menetapkan tiga tersangka, yaitu YW, LH, dan Dr OH.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Suyudi Ario Seto, Minggu (12/1), menjelaskan, polisi mendapat informasi praktik kedokteran secara ilegal dengan modus penyuntikan sel punca tanpa izin edar BPOM, tanpa izin impor, serta dokter yang tidak kompeten melakukan penyuntikan. Polisi melakukan penyelidikan dan kooordinasi dengan Kemenkes serta BPOM, selanjutnya dipastikan praktik tersebut ilegal meskipun telah beroperasi selama tiga tahun.
Menurut Suyudi, peran tersangka YW adalah mendatangkan serum sel punca dari Jepang kemudian dijemput di Bandara Soekarno-Hatta karena serum hanya bertahan 48 jam. Adapun tersangka LJ adalah mencari konsumen melalui seminar dan media sosial. Dr OH adalah pemilik klinik dan dokter umum yang melakukan penyuntikan sel punca kepada pasien.
Kasubdit Keamanan Negara Ditreskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Dwiasi Wiyatputera mengatakan, biaya pengobatan sel punca di klinik tersebut sebesar 16.000 dollar AS atau sekitar Rp 230 juta.
Pasien harus membayar uang muka 50 persen atau Rp 115 juta, kemudian sisanya dibayarkan setelah penyuntikan sel punca selesai. Pembayaran uang muka diserahkan kepada tersangka YW, kemudian YW akan memesan serum sel punca ke sebuah perusahaan di Jepang, yaitu KCP.
Setelah dipesan, serum langsung dibawa ke Indonesia dan dijemput oleh YW di bandara. Serum dibawa ke klinik untuk selanjutnya disuntikkan ke pasien.
Polisi mendapat informasi akan dilakukan penyuntikkan stem cell kepada pasien di klinik tersebut pada Sabtu (11/1). Penyidik dipimpin Kanit 2 Subdit Kamneg Komisaris Dedi Wahyudi dan Ajun Komisaris Mulya Adhimara melakukan operasi tangkap tangan kegiatan tersebut dan menyita barang bukti, antara lain kuitansi pembayaran uang muka, hasil laboratorium pasien, botol serum sel punca, botol infus dan selang infus, alat suntik, registrasi pasien, dan brosur serta majalah.
”Jumlah pasien stem cell selama dua tahun sekitar 20 orang. Setiap bulan 1-2 pasien. Informasi tentang klinik ini beredar dari mulut ke mulut. Masyarakat diimbau waspada pengobatan stem cell yang sedang marak,” kata Dwiasi.
Dwiasi menambahkan, para tersangka dijerat pasal 204 Ayat 1 KUHP dan atau Pasal 263 KUHP; dan atau Pasal 75 Ayat 1, Pasal 76, UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; dan atau Pasal 201 juncto Pasal 198 juncto Pasal 108 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; dan atau Pasal 8 Ayat 1 huruf a UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana lima tahun dan denda Rp 150 juta rupiah.
Jumlah pasien sel punca selama dua tahun sekitar 20 orang. Setiap bulan 1-2 pasien. Informasi tentang klinik ini beredar dari mulut ke mulut. Masyarakat diimbau waspada pengobatan sel punca yang sedang marak.
Saat ini di Indonesia hanya 11 rumah sakit yang memiliki izin mengembangkan sel punca autologus (diambil dari organ tubuh pasien). Sementara sel punca yang diambil dari organ tubuh orang lain (alogenik) di Indonesia tidak diperbolehkan. Sek punca yang masuk dari luar negeri artinya tidak resmi dan tidak memiliki izin.