Sejumlah pantai di Kota Padang, Sumatera Barat, dipenuhi tumpukan sampah yang antara lain berasal dari hulu sungai. Selain mengganggu keindahan, tumpukan sampah juga mengeluarkan aroma busuk sehingga mengusik pengunjung.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
KOMPAS/YOLA SASTRA
Puluhan ton sampah menumpuk di obyek wisata Pantai Muaro Lasak, Padang, Sumatera Barat, Sabtu (11/1/2020). Saat hujan deras, sampah itu hanyut dari wilayah hulu sungai ke muara, kemudian terdampar di pantai.
PADANG, KOMPAS — Sejumlah pantai di Kota Padang, Sumatera Barat, kembali dipenuhi tumpukan sampah yang antara lain bersumber dari hulu sungai. Selain mengganggu keindahan, tumpukan sampah itu mengeluarkan aroma busuk sehingga mengusik kenyamanan wisatawan.
Pantauan pada Sabtu (11/1/2020), salah satu lokasi yang dipenuhi tumpukan sampah adalah Pantai Muaro Lasak, Kelurahan Rimbo Kaluang, Padang Barat. Lokasi ini merupakan muara dari Banjir Kanal atau Banda Bakali yang berhulu di kawasan timur Kota Padang.
Berbagai jenis sampah, mulai dari plastik, styrofoam, kayu, hingga bangkai ikan, menumpuk sepanjang sekitar 100 meter di pantai yang terkenal dengan Monumen Merpati Perdamaian itu. Tinggi tumpukan sekitar 1 meter. Sampah juga mengapung di perairan tepi pantai.
Ita (48), pedagang di Pantai Muaro Lasak, mengatakan, sampah yang hanyut itu mulai menumpuk sejak Kamis, 9 Januari, setelah hujan mengguyur deras. Pada Sabtu pagi, tumpukannya semakin banyak karena hujan deras kembali turun Jumat.
”Setiap hujan deras kondisinya selalu begini. Sampah dari hulu hanyut ke muara. Akhirnya, yang terdampak kami. Padahal, pedagang di pantai sudah berupaya menjaga kebersihan,” ucap Ita.
Warga memulung kaleng minuman bekas di tumpukan sampah di Pantai Muaro Lasak, Padang, Sumatera Barat, Sabtu (11/1/2020). Puluhan ton sampah menumpuk di sejumlah pantai dekat kawasan muara di Padang pascahujan deras tiga hari terakhir.
Menurut Ita, sejak sampah menumpuk di pantai, jumlah wisatawan berkurang drastis. Mereka tidak nyaman menikmati jajanan di tepi pantai. Selain mengganggu keindahan, sampah itu juga mengeluarkan aroma busuk.
Dampak kurangnya pengunjung akibat tumpukan sampah juga dirasakan Gusmaniar (52), pedagang lain. Sebagian pengunjung memilih pergi ketika tahu pantai di hadapan mereka penuh dengan tumpukan sampah. ”Mereka terkejut pantai dipenuhi sampah,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Walhi Sumbar Uslaini mengatakan, selain dari hulu sungai, sebagian sampah juga berasal dari warga sekitar pantai, pengunjung, ataupun pedagang. Selain itu, ada pula sampah yang selama ini dibuang ke laut, lalu pada musim pasang terbawa arus ke pantai.
Sebagian pengunjung memilih pergi ketika tahu pantai di hadapan mereka penuh dengan tumpukan sampah.
Dikubur
Pada Sabtu pagi, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang bekerja sama dengan Dinas Pariwisata serta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) mulai membersihkan pantai. Satu ekskavator milik Dinas PUPR dikerahkan.
Awalnya, sampah itu dikumpulkan dan dimuat ke truk kontainer untuk dibuang ke TPA Air Dingin, Koto Tangah, Padang. Namun, karena keterbatasan armada, tenaga, dan waktu, sampah akhirnya dikuburkan di tepi pantai.
”Tadi ada dua kontainer sampah yang kami angkut ke TPA Air Dingin, selebihnya kami kuburkan di tepi pantai karena tumpukannya terlalu banyak,” kata Kepala Bidang Pengolahan Sampah dan Kebersihan DLH Padang Syafrizal.
Ekskavator dikerahkan untuk menguburkan sampah yang terdampar di Pantai Muaro Lasak, Padang, Sumatera Barat, Sabtu (11/1/2020). Pemerintah Kota Padang terpaksa mengubur puluhan ton sampah itu di pinggir pantai karena keterbatasan armada pengangkut sampah, tenaga, dan waktu.
Syafrizal memperkirakan, jumlah tumpukan sampah itu mencapai 20 kontainer. Setiap kontainer rata-rata dapat mengangkut 4 ton sampah. Artinya, jumlah tumpukan sampah di Pantai Muaro Lasak diperkirakan sekitar 80 ton.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang Arfian mengatakan, selain Pantai Muaro Lasak, obyek wisata pantai lain juga mengalami hal serupa, seperti Pantai Air Manis dan Pantai Pasir Jambak. ”Hampir semua pantai yang ada muaranya mengalami ini. Sampah bukan bersumber dari pedagang atau pengunjung di pantai, tetapi kiriman dari hulu,” lanjutnya.
Menurut Arfian, menumpuknya sampah di pantai rutin terjadi setiap terjadi hujan deras. Hal ini tidak terlepas dari minimnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke bantaran sungai. Hal ini diakuinya dapat berdampak pada berkurangnya jumlah wisatawan ke obyek wisata pantai.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Pemulung mencari sampah yang masih layak di antara berbagai jenis sampah mengotori sisi selatan kawasan Pantai Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Selasa (10/10/2017) pagi. Sampah dari masyarakat itu terbawa hingga ke laut melalui daerah aliran sungai yang mengaliri Kota Padang. Kondisi itu sangat memprihatinkan dan harus menjadi perhatian bersama mengingat Padang adalah etalase Sumatera Barat. Selain itu, Pantai Padang merupakan salah satu ikon pariwisata yang sedang dikembangkan di kota berpenduduk sekitar 900.000 jiwa itu.
Berdasarkan catatan Kompas, kondisi serupa pernah terjadi di obyek wisata Pantai Padang pada 12 Oktober 2017. Kala itu, DLH Padang memperkirakan jumlah tumpukan sampah di Pantai Muaro Lasak mencapai 90 ton. Adapun di Pantai Muaro Padang, muara dari Sungai Batang Arau, jumlahnya sekitar 60 ton. Kini, di Pantai Muaro Padang juga terdapat tumpukan sampah, tetapi tidak terlalu banyak.
Pada perhelatan Festival Perahu Naga Internasional Padang XVII 2019, awal Agustus 2019, atlet dari luar negeri juga mengeluhkan persoalan sampah. Air di Banjir Kanal di GOR Haji Agus Salim, Padang, yang menjadi arena lomba dipenuhi sampah (Kompas, 5/8/2019). Sampah itu hanyut dari hulu seusai hujan deras.
Syafrizal menyebutkan, kejadian ini terus berulang karena masyarakat sudah terbiasa membuang sampah ke sungai ataupun selokan. Butuh waktu untuk mengubah kebiasaan itu. Menurut Syafrizal, yang juga berdomisili di kawasan hulu, anak-anak sedari kecil diajarkan orangtua untuk membuang sampah ke selokan.
”Jadi, sejak kecil sudah tertanam di alam bawah sadar membuang sampah ke bandar (selokan). Ibu-ibu juga, habis menyapu, sampah dibuang ke bandar,” ujarnya.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Empat tim perahu naga berlomba di Banjir Kanal GOR Haji Agus Salim, Padang, Sumatera Barat, dalam Festival Perahu Naga Internasional Padang XVII, Jumat (2/8/2019). Semarak festival yang berlangsung 1-4 Agustus 2019 itu terganggu oleh serbuan sampah dari hulu sungai yang masuk arena lintasan.
Mengubah perilaku
Syafrizal menambahkan, butuh peran semua pihak untuk mengubah perilaku masyarakat. Ketua RT dan RW, lurah, hingga pihak sekolah perlu menyosialisasikan dampak buruk membuang sampah ke sungai serta cara pengelolaan sampah yang baik.
Uslaini berpendapat, permasalahan sampah di Padang sulit terselesaikan jika hanya mengandalkan pemerintah dalam menyediakan tenaga kebersihan dan tempat sampah. Perubahan perilaku masyarakat mengurangi produksi serta mengelola sampah sangat dibutuhkan.
”Aksi bersih-bersih sampah yang dilakukan pada waktu tertentu hanya akan jadi solusi sesaat jika tata kelola sampah dan perilaku masyarakat tidak diperbaiki,” kata Uslaini.
Ia juga mendorong Pemerintah Kota Padang untuk tegas dan konsisten menegakkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah. Aturan itu jika ditegakkan secara baik bisa memberikan efek jera kepada masyarakat yang membuang sampah sembarangan.
Peraturan yang diterapkan sejak 1 Oktober 2015 itu salah satunya mengatur tentang hukuman tindak pidana ringan (tipiring). Siapa pun yang kedapatan membuang sampah sembarangan dikenai hukuman tipiring berupa 3 bulan kurungan atau denda Rp 5 juta. Namun, sampai kini upaya penegakan hampir tidak terlihat.