Pasokan Barang di Sangihe Lancar, Harga Masih Fluktuatif
Masyarakat Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menilai program tol laut mampu menstabilkan pasokan dan menambah variasi barang konsumsi di wilayah perbatasan. Namun, harga barang masih fluktuatif.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
TAHUNA, KOMPAS — Masyarakat Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menilai program tol laut mampu menstabilkan pasokan dan menambah variasi barang konsumsi di wilayah perbatasan. Namun, harga barang masih fluktuatif. Pemerintah kabupaten pun mendorong evaluasi program tol laut secara menyeluruh.
Belinda Maindoka (56), pedagang bahan pangan di Pasar Towo’e, Kecamatan Tahuna, mengatakan, harga sebungkus minyak goreng 18 liter dari agen langganannya telah naik dari Rp 176.000 menjadi Rp 192.000 dalam empat hari. Dengan harga setara Rp 10.600 per liter, ia pun menjual kembali minyak goreng itu seharga Rp 13.300 per liter, di atas harga acuan Rp 10.500 per liter.
Bukan berarti tol laut tidak berpengaruh sama sekali karena malah bisa saja jadi lebih tinggi.
Harga gula juga cenderung naik. Beberapa waktu lalu, agen langganannya memasang harga Rp 655.000 untuk sekarung gula 50 kg, kemudian naik menjadi Rp 670.000. Harga pada awal tahun melonjak menjadi Rp 710.000 atau Rp 14.200 per kg. Harga konsumen pun ditetapkannya Rp 16.000 per kg, di atas harga acuan Rp 12.500 per kg.
”Bukan berarti tol laut tidak berpengaruh sama sekali karena malah bisa saja jadi lebih tinggi. Tapi, tol laut memang tidak bisa menekan harga sampai rendah sekali, apalagi oleh kami pedagang kecil. Kalau harga di agen naik, kami juga terpaksa naik,” kata Belinda, Jumat (10/1/2020).
Uto (41), pedagang lainnya, mengatakan, kehadiran tol laut memastikan Kepulauan Sangihe tak pernah kehabisan pangan. Pilihan produk juga semakin banyak bagi masyarakat.
Namun, harga bahan pokok dinilainya sama seperti lima tahun lalu sebelum tol laut dilaksanakan. Beras premium pun konstan di angka Rp 12.500-Rp 13.000 per kg, mendekati harga eceran tertinggi (HET) Rp 12.800 per kg di Sulawesi. ”Pasokan barang makin stabil sejak ada tol laut, tapi harga barang memang dari dulu segitu-segitu saja,” katanya.
Sejak akhir 2016, Pelabuhan Tahuna disinggahi kapal tol laut dengan rute Surabaya-Makassar-Tahuna. Ada 23 pedagang Kepulauan Sangihe yang tergabung dalam Gerai Maritim untuk mengisi muatan datang ataupun balik KM Caraka Niaga Jaya. Kapal itu kemudian digantikan Kapal Logistik Nusantara 1 sejak 2018.
Selama 2018, Pelabuhan Tahuna mendatangkan 959 peti kemas ukuran 20 kaki (TEU), terbanyak dibandingkan dengan Pelabuhan Morotai (746), Pelabuhan Dobo (600), ataupun pelabuhan tol laut lainnya di Nusantara. Dengan rata-rata 80 peti kemas per bulan, Pelabuhan Tahuna dianugerahi Penghargaan Tol Laut pada 2019 oleh Kementerian Perhubungan.
Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kepulauan Sangihe, total peti kemas yang didatangkan 23 pedagang Gerai Maritim anjlok menjadi 324 peti kemas sepanjang 2019. Penyebabnya, para pedagang sempat berhenti menggunakan tol laut selama Januari-Mei 2019 saat ujung rute dipindah dari Tahuna ke Bitung.
Biaya tambahan
Kepala Disperindag Kepulauan Sangihe Feliks Gaghaube mengatakan, para pedagang masih berkomitmen kuat mengurangi disparitas harga antara Jawa dan Kepulauan Sangihe. Namun, ia khawatir misi tersebut akan gagal karena adanya biaya-biaya lain yang mesti ditanggung pedagang.
”Selama 2016-2018 kami terbantu, harga bisa turun 6-16 persen. Namun, sejak 2019, kami khawatir harga naik lagi. Selain ada biaya tambahan di pelabuhan, tiba-tiba ada juga tagihan pajak dalam jumlah besar. Ada yang kena PPN (Pajak Pertambahan Nilai) Rp 126 juta,” katanya.
Menurut Feliks, para pedagang tidak akan menolak membayar pajak. Namun, perlu sosialisasi terlebih dahulu agar pedagang bisa menyiapkan diri.
Pelabuhan Tahuna kecil, truk tronton tidak bisa masuk sehingga barang harus dikeluarkan di sana. Tapi, ongkos buruh mahal sekali.
Siska Tandaju, pemilik UD Zion yang mendatangkan tepung terigu, gula pasir, dan beras dari Makassar, mengatakan, biaya peti kemas dan pengiriman mencapai Rp 10,6 juta. Itu belum mencakup biaya bongkar muat Rp 3 juta di Pelabuhan Tahuna dan pengantaran ke gudangnya.
”Pelabuhan Tahuna kecil, truk tronton tidak bisa masuk sehingga barang harus dikeluarkan di sana. Tapi, ongkos buruh mahal sekali. Saya juga harus mengirim orang buat mengawasi barang saya karena beberapa kali hilang,” kata Siska.
David Mogi, pemilik Toko Maju yang menjual aneka makanan jadi, mendatangkan hampir semua barangnya dari Surabaya dengan kapal tol laut. Total biaya pengiriman hanya sekitar Rp 13 juta, selisih Rp 10 juta dibandingkan dengan pengiriman swasta. Namun, ia mengeluhkan tagihan pajak dari Kantor Pajak Pratama Tahuna sebesar Rp 2 miliar.
”Memang, toko saya sudah berbentuk CV. Tapi, tiba-tiba ada tagihan sebesar itu tanpa penjelasan. Bagaimana saya mau turunkan harga buat konsumen?” katanya memprotes.
Sebaliknya, Michael Thungari, Direktur PT Pancaran Berkat Mulia yang mendatangkan makanan jadi dari Surabaya, mengaku sangat terbantu dengan kehadiran tol laut. Biaya pengiriman Rp 9 juta ditambah bongkar muat Rp 3 juta di pelabuhan dinilainya tidak memberatkan.
Ia juga menampik ada ketidakjelasan pajak. ”Baru-baru ini, ada pemeriksaan pajak. Pengusaha yang dulunya UMKM tapi tidak lapor kalau sudah naik kelas, mau tidak mau dikenai PPN,” katanya.
Sementara itu, Kepala Cabang Tahuna PT Pelni, Hamdan Janis, mengatakan, biaya tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di pelabuhan telah disepakati oleh Bupati Kepulauan Sangihe dan pedagang. ”Sekarang, biayanya Rp 150.000 per ton. Kapasitas satu peti kemas sekitar 18,5 ton. Itu sudah sangat murah dengan memperhitungkan upah minimum regional Sulut,” kata Hamdan.
Biaya kirim oleh PT Pelni pun telah lebih murah Rp 10 juta daripada swasta. ”Mau kurang murah bagaimana lagi? Kalau barang masih mahal, itu karena pedagang tidak mau turunkan harga,” katanya.
Terkait hal ini, Kepala Disperindag Kepulauan Sangihe Feliks berharap ada evaluasi pelaksanaan tol laut secara langsung di daerah, bukan melalui rapat di Jakarta. Ia juga mengharapkan keterlibatan swasta dalam program tol laut agar harga barang bisa lebih kompetitif.