OTT Wahyu Setiawan, Hasto Tak Tahu Anggota Stafnya Ikut Ditangkap KPK
OTT KPK atas komisioner KPU, Wahyu Setiawan, terkait permohonan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR, Riezky Aprilia, dari PDI-P ke KPU. Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto tak menampik ada permohonan PAW tersebut.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/AGNES THEODORA/KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengaku tidak tahu anggota stafnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus yang juga menjerat komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Dia juga menampik ruang kerjanya di kantor DPP PDI-P disegel KPK.
”Sampai saat ini saya masih belum tahu karena itulah saya menunggu keputusan dan apa yang disampaikan KPK. Upaya yang dilakukan KPU dan KPK merupakan hal yang positif,” kata Hasto di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/1/2020) sore.
Namun, jika memang benar anggota stafnya terlibat, dia akan bertanggung jawab. Sebab, tugasnya sebagai sekretaris jenderal (sekjen) mencakup pembinaan terhadap semua anggota staf dan kader partai.
Pada Kamis (9/1/2020) malam, KPK mengumumkan telah menetapkan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina (orang kepercayaan Wahyu), dan Saeful (anggota staf dari Hasto) sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR, Riezky Aprilia, anggota DPR dari PDI-P. Mereka ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Terkait dugaan suap dalam proses PAW tersebut, Hasto menyangsikannya. Sebab, proses PAW selama ini sangat ketat. Oleh karena itu, tidak mungkin dimanipulasi.
”Kami diikat dengan UU Parpol, dan KPU tidak ada ruang gerak untuk bermain karena peraturannya sangat ketat. PAW sudah dilakukan puluhan kali dan tidak ada proses negosiasi untuk PAW karena konfigurasi hukumnya sangat jelas dan tidak bisa hal tersebut dinegosiasikan,” ucapnya.
Namun, dia tidak menampik ada permintaan PAW Riezky Aprilia dari PDI-P ke KPU agar diganti dengan Harun Masiku. Permohonan penggantian disebutnya dikuatkan oleh fatwa dari Mahkamah Agung. Namun, pada akhirnya, KPU yang berhak menentukan keputusan akhir PAW.
”Dia (Harun) merupakan sosok bersih dan dalam upaya pembinaan hukum juga selama ini cukup baik track record-nya. Namun, kami pertimbangkan hal tersebut karena adanya putusan MA. Tanpa adanya putusan MA itu, kami tidak akan mengambil keputusan terhadap hal tersebut,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Hasto juga membantah kabar yang beredar bahwa dirinya lari ke Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, untuk menghindari pemeriksaan oleh KPK. Sejak pagi dia tidak terlihat, alasannya sedang tidak enak badan serta fokus menyiapkan peringatan HUT Ke-47 PDI-P dan Rapat Kerja Nasional I PDI-P, 10-12 Januari 2020.
Sementara terkait penggeledahan kantor DPP PDI-P yang dilakukan KPK pagi ini, Hasto menampik dalam penggeledahan itu, ruang kerjanya disegel. Dia menilai, penggeledahan oleh KPK tidak memenuhi prosedur karena tidak ada surat perintah.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, kasus ini perlu dibongkar tuntas, apakah hanya berhenti pada Wahyu atau melibatkan komisioner KPU lainnya.
Selain itu, dia juga mendorong penguatan peran inspektorat KPU dalam melakukan pengawasan internal.
”KPU secara kelembagaan harus segera lakukan pembenahan di internal KPU. Jika diperlukan segera membuat berbagai aturan yang bisa membatasi dan memperketat akuntabilitas kerja personel KPU agar tidak rentan terhadap tindakan menyimpang,” ucapnya.
Titi pun mendorong ada strategi komunikasi publik yang baik dari KPU agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang proporsional, tidak berspekulasi. Dengan demikian, kepercayaan publik kepada KPU tetap terjaga.
”Harus pula mulai dipikirkan adanya masa jeda bagi mantan anggota KPU untuk bisa terlibat dalam aktivitas politik. Pola perekrutan KPU harus diperbaiki untuk menekan bias politik dalam penentuan calon terpilih,” katanya.