Menanti Kiprah KSP yang Baru
Kantor Staf Presiden di bawah kepemimpinan kedua Moeldoko memiliki wajah baru. Selain dibantu wakil kepala staf kepresidenan, juga bertambah tugasnya sebagai delivery unit. Bahkan, pegawainya direkrut baru.
Kantor Staf Presiden di bawah kepemimpinan kedua Moeldoko memiliki wajah baru. Selain dibantu wakil kepala staf kepresidenan, juga bertambah tugasnya sebagai delivery unit. Bahkan, pegawainya direkrut baru.
Dua bulan sejak dilantik, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2019 tentang Kantor Staf Presiden yang akan menggantikan Perpres No 26/2015 tentang KSP. Perpres itu dikeluarkan dengan menimbang peningkatan kelancaran pengendalian program prioritas nasional, komunikasi politik kepresidenan, dan efektivitas pengelolaan isu strategis presiden.
Perpres yang diterbitkan pada 18 Desember 2019 itu tak sekadar mengukuhkan kembali KSP sebagai supporting unit presiden yang melancarkan tugas-tugas dan kerja presiden, tetapi juga menguatkan kelembagaan KSP. Penguatan KSP justru muncul di tengah kabar yang tak sedap sebelumnya bahwa setelah KSP dibubarkan menyusul berakhirnya jabatan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, KSP tak dibentuk lagi.
Namun, sebenarnya, Moeldoko yang dilantik untuk kedua kali sebagai Kepala Staf (Kastaf) Kepresidenan bersama-sama dengan kabinet baru pada hari ketiga sejak pelantikan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin menunjukkan pentingnya KSP bagi presiden lima tahun mendatang. ”Lembaga ini (KSP) tetap ada. Waktu berbincang-bincang dengan Presiden, arahannya (justru) tugasnya ditambah satu, yaitu delivery unit,” kata Moeldoko jelang berakhirnya tugas KSP, pertengahan Oktober 2019.
”Lembaga ini (KSP) tetap ada. Waktu berbincang-bincang dengan Presiden, arahannya (justru) tugasnya ditambah satu, yaitu delivery unit”
Selain penambahan tugas, yakni menerjemahkan gagasan-gagasan presiden dalam sebuah konsep dan program kerja ke kementerian dan lembaga (K/L), penguatan KSP juga ditunjukkan dengan menambah wakil kepala staf kepresidenan sebagai satu kesatuan dengan kastaf kepresidenan.
Kepada Kompas, Moeldoko yang dipercaya menjadi Kastaf Kepresidenan menyampaikan, KSP tidak hanya bertugas menjalankan fungsi komunikasi politik, tetapi juga memastikan kebijakan-kebijakan pemerintah dilaksanakan dengan baik serta program-program juga tepat sasaran. Tak hanya itu, KSP pun bertugas memonitoring dan evaluasi atas perkembangan pembangunan di lapangan.
Peran sentral
Merujuk isi Perpres No 83/2019, Presiden Jokowi ingin KSP memiliki peran sentral memberikan dukungan pada kerja-kerja politik dan pemerintahan. Tak hanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden, kastaf kepresidenan juga termasuk satu di antara delapan menteri/kepala lembaga yang diminta langsung melaporkan perkembangan apa pun kepada presiden.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman menyebut, kastaf kepresidenan akan lebih fokus memberikan dukungan terkait kebijakan Presiden Jokowi. Sementara, wakil kastaf kepresidenan bertugas memastikan visi, misi, dan program Presiden Jokowi-Wapres Amin berjalan baik.
Keberadaan lembaga pendukung kerja politik dan pemerintahan presiden seperti KSP lazim ada di negara-negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Amerika Serikat, misalnya, memiliki Kantor Eksekutif Kepresidenan atau Executive Office of the President (EOP) yang diawasi seorang Kepala Staf Gedung Putih (White House Chief of Staff).
Di ”Negeri Paman Sam” ini, EOP merupakan lembaga permanen yang dibentuk Presiden FD Roosevelt pada 1939. Fungsinya mendukung presiden menjalankan tugasnya serta mengomunikasikan pesan-pesan presiden. Tak hanya kepada bawahan presiden, tetapi juga kepada publik lewat media.
"Di \'Negeri Paman Sam\' ini, EOP merupakan lembaga permanen yang dibentuk Presiden FD Roosevelt pada 1939. Fungsinya mendukung presiden menjalankan tugasnya serta mengomunikasikan pesan-pesan presiden. Tak hanya kepada bawahan presiden, tetapi juga kepada publik lewat media."
Kepala staf Gedung Putih pun tak hanya diberi peran administrasi, tetapi juga politik. Besarnya peran dan fungsi EOP membuat lembaga itu disebut-sebut sebagai penguasa ketiga setelah presiden dan wapres AS.
Di Indonesia, lembaga serupa sudah ada sejak Presiden Soeharto, lewat Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (Sesdalopbang). Dalam ”Intrik dan Lobi Politik Para Penguasa dari Soekarno sampai SBY”, Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Tjipta Lesmana mengatakan, Sesdalopbang merupakan salah satu pembantu terdekat presiden.
Tak heran jika ruang kerja Sesdalopbang persis di sebelah ruang kerja presiden di Bina Graha, yang kini digunakan SKP. Setiap saat presiden bisa memanggil Sesdalopbang untuk memberikan tugas atau menanyakan kemajuan persoalan yang ditangani. Namun, tugas yang diberikan banyak terkait pengawasan bantuan presiden di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan.
Pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie juga pernah ada rencana mengubah sekretariat negara menjadi asisten eksekutif presiden. Namun, rencana itu tidak jadi karena masa jabatan Habibie yang relatif singkat.
Lembaga serupa kembali muncul di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Periode pertamanya, lembaga itu diberi nama Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R). Berikutnya, periode kedua (2009-2014), diubah dan diperkuat jadi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Lembaga yang dibentuk dengan Perpres No 54/2009 itu bertugas membantu presiden mengawasi dan mengendalikan pembangunan, termasuk kinerja menteri. UKP4 juga menjadi lembaga yang mengoperasikan ruang kendali (situation room) presiden untuk mendukung keputusan strategis. Namun, ruang itu tak optimal digunakan hingga sekarang ini, termasuk oleh KSP.
”Political appointee”
Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia Eko Prasojo melihat, KSP mirip dengan Sesdalopbang ataupun UKP4. Sesdalopbang memastikan rencana-rencana pembangunan terutama program prioritas berjalan, termasuk memantau perkembangannya. UKP4 pun demikian. Secara periodik, K/L bahkan harus melaporkan kemajuan program pembangunan disertai bukti fisik dan fotonya.
Hanya saja KSP menjalankan fungsi tambahan, terutama fungsi politik. KSP juga bertugas memastikan dukungan politik di parlemen, baik dari parpol koalisi maupun nonkoalisi, dapat memperkuat pemerintah. Bagaimana memastikan parlemen mendukung kebijakan serta program pemerintah.
Jika dengan alasan efektivitas pemerintahan Presiden Jokowi ingin membuat KSP seperti EOP, pengajar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Gabriel Lele, berpendapat, akan lebih baik jika lembaga itu diisi oleh staf permanen yang betul-betul ahli di bidangnya.
”Kalau diisi orang-orang Jokowi, itu bertentangan dengan prinsip netralitas EOP walaupun hubungan kerja dengan Presiden tentu lebih mudah. Sebaiknya memang stafnya harus permanen, bukan politisi, apalagi sukarelawan atau donatur”
”Kalau diisi orang-orang Jokowi, itu bertentangan dengan prinsip netralitas EOP walaupun hubungan kerja dengan Presiden tentu lebih mudah. Sebaiknya memang stafnya harus permanen, bukan politisi, apalagi sukarelawan atau donatur,” ujar Gabriel.
Sebagai political appointee, KSP sebelumnya diisi oleh orang dekat Presiden. Sejak pertama dibentuk, Presiden Jokowi menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan yang pada Pemilu 2014 merupakan pengarah Tim Kampanye Nasional Jokowi-Jusuf Kalla. Posisi Luhut kemudian diganti Teten Masduki, anggota Tim 11 atau tim sukarelawan Jokowi-Kalla. Moeldoko yang kemudian menggantikan Teten, dan hingga saat ini dipertahankan menjadi Kastaf Kepresidenan juga merupakan Ketua Harian Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019.
Sebaliknya, Eko tidak mempersoalkan siapa yang mengisi KSP, apakah sukarelawan atau profesional. Alasannya, pengangkatan KSP merupakan hak prerogatif presiden. Sebab, yang terpenting adalah KSP diisi orang-orang yang punya pemahaman baik terhadap berbagai persoalan pembangunan.
Meski hingga kini Presiden belum melantik wakil kastaf kepresidenan dan lima deputinya yang baru karena KSP masih merekrut baru pegawainya, Presiden Jokowi telah memperkuat KSP. Harapannya, KSP menjadi ”tangan kanan” mengoordinasikan sekaligus mengawasi kebijakan dan program pemerintah. Tentu tak hanya Presiden Jokowi, rakyat pun menanti KSP yang baru.