pengungsi korban bencana masih kekurangan makanan, minuman, dan obat-obatan. Dapur umum yang dibuka karang taruna juga tidak bisa maksimal melayani warga lantaran keterbatasan personel dan bahan bakar.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Ribuan warga yang terdampak bencana longsor di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (3/1/2020), bertahan di posko pengungsian dalam situasi serba sulit. Bantuan sangat terbatas dan tidak mencukupi kebutuhan makan bagi ribuan korban di lokasi pengungsian.
Salah satu desa terdampak, Desa Harkatjaya, Kecamatan Sukajaya, pengungsi korban bencana masih kekurangan makanan, minuman, dan obat-obatan. Dapur umum yang dibuka karang taruna desa itu juga tidak bisa maksimal melayani warga lantaran keterbatasan personel dan bahan bakar.
Ketua Karang Taruna Desa Harkatjaya Nurdin mengatakan, sudah ada bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bogor berupa delapan karung beras, mi, dan air bersih. Ada juga bantuan bahan kebutuhan pokok dari sejumlah sukarelawan yang membantu di desa itu. Namun, bantuan itu dinilai masih sangat terbatas lantaran ada ribuan warga yang saat ini mengungsi. Sebagian besar masih kelaparan.
”Belum maksimal, masih sangat kurang karena pengungsi di sini ada ribuan. Warga desa kami di 13 RW semua terdampak,” kata Nurdin.
Ia menambahkan, hingga hari ketiga pascabencana longsor yang menelan korban jiwa 7 orang dan menimbun 11 rumah warga di lokasi itu, dapur umum yang tersedia hanya dapur umum darurat yang dibangun anggota karang taruna bersama warga.
Dapur umum tidak optimal lantaran keterbatasan bahan bakar dan tenaga untuk memasak.
Sebelumnya, pada Kamis (2/1/2020), Kompas menelusuri titik longsor di desa itu. Akses jalan ke tempat itu hanya bisa dilalui kendaraan bermotor lantaran beberapa ruas jalan tertutup material longsor.
Di lokasi bencana, warga bertahan di posko pengungsian, seperti balai desa, bangunan sekolah dasar, atau rumah keluarga dan kerabat. Di salah satu lokasi pengungsian, di Sekolah Dasar 03 Sukajaya, warga bertahan di ruang-ruang kelas dan tidur beralaskan tikar. Sebagian ruangan itu juga tampak berlumpur.
Siti Saropah (18), salah seorang warga mengatakan, mereka sangat membutuhkan makanan, minuman, air bersih, dan obat-obatan. Pada Rabu (1/1/2020) malam, mereka juga kedinginan lantaran tidur dengan selimut seadanya.
”Kami ke sini bawa pakaian di badan saja. Anak-anak kami butuh pakaian, selimut, dan popok,” ucapnya.
Banyak desa terisolasi
Bencana alam akibat hujan deras di malam pergantian tahun sejak 31 Desember 2019 sampai 1 Januari 2020 juga mengisolasi sekitar enam desa di Kabupaten Bogor. Salah satu desa yang masih terisolasi hingga Kamis adalah Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung. Di desa itu ada lima kampung, di antaranya Kampung Kumalasari, Teluk Waru, dan Pasir Bendera, yang akses jalannya tertutup longsor di Kampung Cibeber.
Padahal, untuk membeli bahan pokok, warga lima kampung itu mengandalkan pasar yang ada di Kampung Cibeber. Untuk menggapai Kampung Cibeber dengan berjalan kaki dari Kampung Teluk Waru atau kampung terdekat menghabiskan waktu tempuh sekitar satu jam.
”Di atas air pipa juga putus. Kami terpaksa minum air seadanya dari air hujan atau air sungai,” ujar Dayat (40), warga Kampung Teluk Waru.
Anggota DPRD Kabupaten Bogor, Aan Triana Al Muharom, mengatakan, desa lain yang jalannya tertutup akibat longsor adalah Desa Pasir Madang, Cisarua, Cileksa, Kiarapanda, dan Urug. Untuk tiba ke desa-desa itu, sejak terjadi longsor, harus ditempuh dengan naik turun gunung.
”Mereka terisolasi dan terancam kelaparan. Air dan listrik di sana putus,” katanya.