Presiden PKS Minta Program Normalisasi Dilanjutkan
Program penanganan banjir di Jakarta yang sudah berjalan diminta dilanjutkan. Desakan ini menguat datang dari berbagai unsur, termasuk dari elit politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Partai Keadilan Sejahtera mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melanjutkan program normalisasi kali-kali di Jakarta untuk mengantisipasi banjir. Tuntutan itu menambah daftar permintaan serupa yang sebelumnya disampaikan beberapa pihak.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman setelah mengunjungi korban banjir di RW 04, Kelurahan Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Jumat (3/1/2020), mengatakan, sebanyak 3.700 warga setempat terdampak banjir akibat luapan Kali Sunter. Badan sungai tersebut menyempit pada sejumlah bagian sehingga tak bisa menampung air yang mengalir di sana.
“Kami meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta atau pun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat segera melanjutkan normalisasi Sungai Sunter ini,” kata Sohibul.
Menurut dia, normalisasi yang pernah dilakukan terhadap Kali Sunter sebelumnya belum tuntas. Masih tersisa 1 kilometer lagi sehingga masih ada permukiman yang terdampak banjir.
“Ini sangat disayangkan, normalisasi yang sudah berjalan baik di ujung sana, tetapi pada 2017 dihentikan tanpa diketahui sebab musababnya,” ujar Sohibul.
Ia menambahkan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga tidak bisa bersikukuh mempertentangkan konsep normalisasi dan naturalisasi. Hal itu semestinya digabungkan, menyesuaikan dengan kondisi sekitar sungai.
Sebelumnya, desakan agar program normalisasi sungai di Jakarta dilanjutkan juga disampaikan oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. Menurut Edi, program normalisasi tidak bisa ditunda lagi.
Mau tidak mau, suka tidak suka, normalisasi diperlukan demi kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Sekalipun harus menggusur warga di bantaran kali, hal itu tetap harus dilakukan. “Lebar kali yang menyempit harus dikembalikan ke lebar semula. Masa kampanye sudah selesai,” kata Edi (Kompas, 3/1/2020).
Senada, pengamat perkotaan Nirwono Joga mengatakan hal serupa. Menurut dia, normalisasi Kali Ciliwung bersama dengan Kali Sunter, Kali Angke, dan Kali Pesanggrahan sudah diprogram sejak lama dengan dana bantuan Bank Dunia. Dengan dana itu, semestinya normalisasi bisa dilakukan hingga tuntas.
Meski demikian, normalisasi harus diikuti revitalisasi waduk dan situ, serta penambahan luasan ruang terbuka hijau (RTH). Menurut Nirwono, Jakarta masih punya pekerjaan rumah menambah 20 persen luasan RTH.
Sementara itu, untuk 13 kali di Jakarta, pemerintah bisa mengatur kali-kali mana yang akan dinormalisasi sepanjang lima tahun. Begitu pula dengan 109 waduk dan situ yang ada di Jakarta. “Pertanyaannya, Gubernur DKI berani atau tidak mengerjakan normalisasi karena harus menggusur atau memindahkan warga,” kata Nirwono.
Terkait dengan keengganan Anies menggusur warga bantaran kali sebagaimana janji kampanyenya, Sohibul menilai semestinya Anies dan jajaran Pemprov DKI sudah memiliki formula sendiri untuk mengatasi hal tersebut. “Saya kira pemprov mempunyai mekanisme sendiri untuk menyelesaikan perselisihan dengan warga,” kata Sohibul.
Sebagai perwakilan partai politik pengusung Anies, Sohibul menilai sejumlah kritik yang disampaikan kepada Anies semestinya diterima sebagai bahan introspeksi. “Pemimpin itu hadir untuk dikritik, begitu dia tidak mengerjakan sesuatu dengan baik, dikritik itu wajar,” ujar Sohibul.