Dugaan Korupsi di Jiwasraya Berpotensi Rugikan Negara Rp 13,7 Triliun
Penyidikan Kejaksaan Agung terhadap kasus dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menemukan potensi kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun. Jumlah itu masih mungkin bertambah seiring pendalaman kasusnya.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
KOMPAS/KELVIN HIANUSA
Perayaan ulang tahun Jiwasraya, Senin (8/1/2018), di Gedung Jiwasraya, Jakarta Pusat.
JAKARTA, KOMPAS — Penyidikan Kejaksaan Agung terhadap kasus dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menemukan bahwa potensi kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun. Jumlah itu masih mungkin bertambah seiring dengan pendalaman kasus yang terus dilakukan.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, di Jakarta, Rabu (18/12/2019), menjelaskan, dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya disidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak 17 Desember. Sebelumnya, sejak status kasus ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan pada Juni 2019, pengusutan dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Pemindahan ke Kejagung didasarkan pada lingkup kasus yang tak hanya melibatkan DKI Jakarta, tetapi juga wilayah lain. Selain itu, kasus juga melibatkan 13 perusahaan yang diduga melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good governance) sejak 2018.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman
Sampai saat ini, sudah ada 89 saksi yang diperiksa. Pengumpulan alat bukti dan koordinasi dengan sejumlah lembaga untuk menghitung kerugian negara akibat dugaan korupsi itu juga tengah dilakukan. Selain itu, penyisiran calon tersangka juga masih berlangsung.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, penghitungan kerugian negara telah dilakukan hingga Agustus 2019. Potensi kerugian negara yang tercatat bisa bertambah karena penyidikan masih dilakukan hingga tiga bulan ke depan. ”Sampai Agustus 2019, PT Asuransi Jiwasraya menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun,” ucapnya.
Penghitungan kerugian negara telah dilakukan hingga Agustus 2019. Potensi kerugian negara yang tercatat bisa bertambah karena penyidikan dilakukan hingga tiga bulan ke depan.
Ia menambahkan, potensi kerugian itu muncul karena pelanggaran dalam pengelolaan dana yang dihimpun dari produk asuransi JS Saving Plan. Produk itu mengalami gagal bayar terhadap klaim yang sudah jatuh tempo.
Adapun kegagalan pembayaran sudah diprediksi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebagaimana tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan, dan biaya operasional tahun 2014-2015.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Jaksa Agung ST Burhanuddin
Menurut Burhanuddin, sejak 2018 ada kejanggalan investasi yang dilakukan Jiwasraya. Sebagian besar investasi ditempatkan pada lembaga yang tak bisa dipercaya.
Contohnya, 95 persen dari investasi saham senilai Rp 5,7 triliun ditempatkan pada perusahaan yang berkinerja buruk. Adapun penempatan saham pada perusahaan berkinerja baik (LQ 45), porsinya hanya 5 persen.
”Penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun juga demikian. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 2 persen dikelola oleh manajer investasi Indonesia dengan kinerja baik (top tier management), sedangkan 98 persennya dikelola manajer investasi berkinerja buruk,” ujarnya.
Bentuk panitia khusus
Indikasi korupsi pada Jiwasraya mulanya tercium oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah mengkaji laporan keuangan yang dinilai tak dibuat secara transparan. Selain itu, kondisi keuangan perusahaan pelat merah itu juga terus merugi.
Dalam laporan keuangan tahun 2018, Jiwasraya diketahui rugi Rp 15,83 triliun. Kerugian itu antara lain disebabkan keterlambatan pembayaran bunga polis yang jatuh tempo di produk bancassurance. Nilai utang dari pembayaran itu mencapai Rp 801 miliar. Oleh karena itu, Jiwasraya membutuhkan suntikan dana hingga Rp 32,89 triliun.
Pemasukan dari bisnis perusahaan sulit untuk menopang kerugian itu karena premi yang dikumpulkan tergerus pembayaran bunga atas polis yang sudah jatuh tempo. Hingga 30 September 2019, aset Jiwasraya tersisa Rp 25,68 triliun. Padahal, pada 2017 aset mencapai Rp 45,69 triliun.
Parlindungan Siregar
Kinerja PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
Anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade, mengatakan telah mengadakan pembicaraan tertutup dengan Jiwasraya. Mereka melaporkan beberapa langkah yang akan diambil untuk menuntaskan persoalan kerugian dan utang tersebut. Salah satunya mencari investor.
Namun, dari beberapa calon potensial, belum ada yang sudah sepakat untuk menyuntikkan dana. Seluruhnya masih dalam tahap negosiasi.
”Kita ingin mencari solusi yang lain, untuk itu akan ada rapat gabungan antara Komisi VI, Komisi XI, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Jiwasraya pada masa sidang berikutnya (Januari 2020). Jika dalam rapat gabungan itu belum ada solusi, rencananya kami akan membentuk panitia khusus,” kata Andre.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade.
Andre berharap, dari panitia khusus itu, permasalahan yang membelit Jiwasraya bisa diurai. Tidak hanya terkait utang, tetapi juga untuk mendukung proses hukum dugaan korupsi. ”DPR ingin memastikan bahwa pelakunya bisa ditangkap,” ujarnya.
Andre menambahkan, dugaan korupsi di Jiwasraya menunjukkan lemahnya pengawasan, baik dari OJK maupun Kementerian BUMN, selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, ia mendorong agar ada investigasi menyeluruh dan penyelesaian secara komprehensif terhadap perusahaan BUMN itu.