Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mengamanatkan agar pemerintah dan swasta mempekerjakan penyandang disabilitas. Implementasi UU ini belum banyak dirasakan oleh penyandang disabilitas.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor / Ayu Pratiwi
·4 menit baca
Komitmen pemerintah/badan usaha milik negara maupun perusahaan swasta dalam mewujudkan Indonesia yang inklusi masih jauh dari harapan. Hingga kini, implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang mengamanatkan agar pemerintah dan swasta mempekerjakan penyandang disabilitas, belum banyak dirasakan oleh penyandang disabilitas.
Kenyataannya, jangankan memenuhi kuota pegawai dari penyandang disabilitas dua persen di lembaga pemerintahan/pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, serta satu persen pegawai/pekerja di perusahaan swasta, komitmen atau pun gerakan konkret untuk menerima pegawai/pekerja dari penyandang disabilitas belum terlihat. Sosialiasi pelaksanaan UU tersebut juga masih minim.
Bahkan, jumlah lembaga pemerintahan atau perusahaan swasta yang benar-benar merekrut penyandang disabilitas diperkirakan masih jauh di bawah kuota yang diwajibkan undang-undang. Bahkan, perusahaan dinilai belum mampu menggali potensi mereka untuk bekerja seperti pekerja lain. Tidak cukup dengan itu, karyawan perusahaan perlu disiapkan untuk dapat bekerja sama dengan mereka.
Cara pandang terhadap disabilitas yang belum berubah, yakni masih melihat disabilitas sebagai sosok yang tidak memiliki kemampuan, masih mendominasi sebagian besar perusahaan swasta, sehingga sulit membuka peluang bagi penyandang disabilitas.
“Ketika masuk lingkungan kerja baru, yang kaget bukan hanya penyandang disabilitas, tetapi juga karyawan lain. Selain audit aksesibilitas kantor untuk penyandang disabilitas, kita juga memberikan pemahaman kepada karyawan lain mengenai disabilitas, dan bagaimana berkomunikasi dengan mereka,” kata Fanny Evrita dari Thisable Enterprise, di Jakarta, akhir pekan lalu. Thisable Enterprise adalah organisasi yang melatih dan menyediakan tenaga kerja disabilitas.
Hingga kini, perusahaan maupun lembaga pemerintahan belum siap menerima pegawai/pekerja disabilitas karena lingkungan sendiri belum aksesibel untuk penyandang disabilitas. Misalnya, disabilitas daksa dengan tongkat atau kursi roda, mereka akan kesulitan bekerja di lingkungan kerja yang perlu naik-turun tangga dan tidak memiliki lift. Begitu juga, disabilitas netra memerlukan jalur pemandu atau guiding block untuk bisa mencapai tempat tujuan secara mandiri, serta membutuhkan informasi secara audio.
Zulhendri (45), disabilitas netra yang bekerja sebagai operator telepon di sebuah perusahaan media mengaku, penyandang disabilitas hingga sekarang masih kesulitan mencari pekerjaan sendiri dan perlu difasilitasi melalui organisasi atau yayasan lain. Selain itu perlu pelatihan dan pembekalan sebelum bekerja. Namun tidak semua perusahaan menyediakan waktu dan ruangnya untuk melatih calon karyawan disabilitas.
Penyandang disabilitas hingga sekarang masih kesulitan mencari pekerjaan sendiri dan perlu difasilitasi melalui organisasi atau yayasan lain.
“Kesempatan untuk kerja ada tapi masih harus didorong. Dunia usaha maunya difasilitasi. Saya difasilitasi sebuah yayasan tuna netra untuk bisa menemukan pekerjaan. Lembaga itu melobi perusahaan untuk meyakinkan penyandang disabilitas itu bisa. Lalu, mendampingi kami selama masa orientasi, sehingga saat dipekerjakan kami sudah siap,” kata Zulhendri, yang sudah bekerja di perusahaan media selama lebih dari 20 tahun.
Pada awalnya, rekan kerjanya merasa aneh dengan keberadaan karyawan disabilitas. Namun, setelah beberapa waktu, semua bisa bersahabat dan bekerja dengan baik. “Setiap tahun, ada karyawan baru, dan selalu merasa aneh dengan keberadaan kita. Itu sudah biasa. Yang penting kita enggak buru-buru terpengaruh. Tetapi, itu bagian dari proses. Kalau sudah kenal lama, ya aman dan enggak masalah,” ujar Zul.
Ia hanya menyayangkan, perusahaan tidak memberi cukup kesempatan bagi karyawan disabilitas untuk mengembangkan karirnya. Salah satunya karena kurang tahu pekerjaan lain apa yang bisa dilakukan disabilitas.
Berikan ruang yang sama
Untuk mewujudkan pembangunan inklusi, komitmen sejumlah pemerintah daerah sebenarnya sudah mulai muncul. Langkah Walikota Banjarmasin Ibnu Sina, misalnya, yang mulai melibatkan penyandang disabilitas dalam kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) Kota Banjarmasin.
“Kami selalu diminta memberikan masukan kepada pemkot dalam rangka mewujudkan kota yang ramah bagi semua,” ungkap Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Banjarmasin Slamet Triadi.
Selain melibatkan penyandang disabilitas dalam pengambilan kebijakan, komitmen untuk memberikan kesempatan yang sama dalam bekerja dan berkarya kepada penyandang disabilitas harus konkret.
Pemerintah Kota Surabaya memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk bekerja. Misalnya dengan membangun layanan pijat yang berada di Mal Pelayanan Publik Siola. Seluruh terapis di tempat tersebut merupakan tuna netra yang memiliki keahlian pijat dan bersertifikat.
“Kami memberi kesempatan kepada penyandang disabilitas agar mereka bisa mandiri, tidak lagi bergantung kepada orang lain. Sama dengan warga lain, mereka juga harus bekerja untuk mencari nafkah,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Rabu (11/12/2019), di Surabaya.
Kami memberi kesempatan kepada penyandang disabilitas agar mereka bisa mandiri, tidak lagi bergantung kepada orang lain.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana Payaman Simanjuntak menilai belum banyak perusahaan yang menerapkan kewajiban yang tertulis dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 karena UU tersebut belum tersosialisasikan dengan baik kepada seluruh instansi dan perusahaan.
“Contohnya, kita dapat melihat pada bangunan instansi pemerintah, belum semua mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan penyandang disabilitas. Berarti mereka belum mempersiapkan diri untuk menerima karyawan penyandang disabilitas,” ujar Payaman.
(FADJAR RAMADHAN / COKORDA YUDISTIRA / JUMARTO YULIANUS / ERWIN EDHI PRASETYA / IQBAL BASYARI / HARIS FIRDAUS)