Pemerataan Pembangunan Manusia Menjadi Tantangan Serius
Ketimpangan pembangunan dan layanan dasar masyarakat membuat laju pertambahan nilai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tertahan.
Oleh
M Zaid Wahyudi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketimpangan pembangunan dan layanan dasar masyarakat membuat laju pertambahan nilai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tertahan. IPM tumbuh tetapi lambat. Meski demikian, pemerataan pembangunan sebagai syarat mendongkrak IPM banyak menghadapi tantangan.
Kendati pusat ekonomi baru ditumbuhkan, Jawa masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2045. Lebih 57 persen penduduk tinggal di Jawa hingga layanan dasar pun terpusat di Jawa. Namun, inovasi daerah untuk meningkatkan mutu layanan dasar dan kesejahteraan warganya pun berjalan lambat.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdulah di Jakarta, Kamis (12/12/2019), mengatakan investasi sumber daya manusia mutlak diperlukan untuk meningkatkan IPM. Namun, investasi pendidikan dan kesehatan akan memberikan hasil lama.
Peningkatan pendapatan per kapita memang bisa mendongkrak IPM secara cepat. Namun, "Laju pendapatan akan melambat manakala terjadi ketimbangan pendidikan dan kesehatan," katanya.
Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) untuk pertama kali memasukkan IPM Indonesia 2018 dalam kelompok tinggi. IPM Indonesia ada di ranking 111 dari 189 negara, di bawah Malaysia (61) dan Filipina (106). Walau naik dari tahun lalu, kesenjangan layanan pendidikan, kesehatan, teknologi, mitigasi bencana, dan lapangan kerja jadi penahan.
Layanan dasar
Ketua Umum Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia Sudibyo Alimoeso mengatakan tak mudah menaikkan layanan dasar di Indonesia. Jumlah penduduk yang besar dengan beban pendidikan dan kesehatan masa lalu yang tidak menggembirakan serta kondisi geografis yang beragam menyulitkan akselerasi layanan dasar.
Situasi itu diperparah dengan lemahnya respon pemerintah daerah dalam mempercepat kualitas manusia mereka. IPM bukan isu seksi dalam kontestasi politik lokal. Akibatnya, persoalan kematian ibu, tengkes, masih merebaknya berbagai penyakit infeksi hingga tingginya anemia pada perempuan belum jadi perhatian serius.
Situasi itu diperparah dengan lemahnya respon pemerintah daerah dalam mempercepat kualitas manusia mereka. IPM bukan isu seksi dalam kontestasi politik lokal.
"Keinginan pemerintah pusat meningkatkan kualitas sumber daya manusia tak akan memberikan hasil optimal selama pemerintah daerah tidak memiliki visi yang sama," katanya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Na Endi Jaweng menambahkan undang-undang sebenarnya telah memberi kewenangan pada pemerintah daerah guna mengembangkan sistem untuk memperbaiki kehidupan masyarakat tanpa menunggu perintah pusat. Nyatanya, inovasi daerah tetap berjalan lambat.
Komitmen pemerintah daerah terhadap pemerataan akses adalah kunci menaikkan mutu layanan dasar. Namun, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia Christophe Bahuet menilai kinerja pemerintah daerah untuk memastikan terpenuhinya pelayanan masyarakat di segala lini belum tercapai.
Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah belum terwujud. Wajib belajar 12 tahun juga belum tercapai hingga sangat sedikit penduduk yang bisa kuliah. Selain itu, belum ada juga upaya untuk memastikan semua anak usia sekolah bisa menerima pendidikan, baik formal, nonformal, atau informal.
Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Supriano menambahkan salah satu penghambat peningkatan mutu pendidikan adalah sebaran guru dan bobot kualitas pemelajaran yang mereka berikan pada siswa. Guru adalah pegawai pemerintah daerah hingga penyebarannya sangat bergantung inisiatif pemerintah daerah.
Salah satu penghambat peningkatan mutu pendidikan adalah sebaran guru dan bobot kualitas pemelajaran yang mereka berikan pada siswa.
Mutu pendidikan juga sangat ditentukan oleh perlindungan dari ancaman bencana. Saat ini, ada 37.408 sekolah yang terletak di daerah bencana. Namun, respon pemerintah daerah terhadap hal itu belum ada.
"Pendekatan yang dilakukan sifatnya masih reaktif, baru bergerak ketika bencana sudah terjadi," kata Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Negeri Jakarta Muhammad Zid. Pencegahan dan upaya meminimalkan risiko bencana belum jadi kebutuhan.
Karena itu, pendampingan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah dalam merancang dan melaksanakan program pembanguan perlu terus dilakukan. Selama upaya mendongkrak IPM hanya menjadi perhatian pemerintah pusat dan pemerintah daerah kurang memberikan perhatian, maka pertumbuhan IPM Indonesia tetap akan lambat, kalah bersaing dengan negara-negara lain yang berusaha menaikkannya dengan cepat.