Isu Pemilihan Umum Memanas
Rapat Kerja Nasional Partai Amanat Nasional memunculkan isu pencalonan kader yang akan menduduki posisi ketua umum partai. Pandangan kader di rakernas terbelah, karena ada dua aras besar sikap di internal partai.
JAKARTA, KOMPAS – Rapat Kerja Nasional Partai Amanat Nasional yang digelar, Sabtu (7/12/2019) di Jakarta, sedianya membahas mengenai jadwal dan lokasi kongres. Namun, isu-isu lain seperti pencalonan kader yang akan menduduki posisi ketua umum partai mengemuka.
Pandangan kader di rakernas terbelah, karena ada dua aras besar sikap di internal partai. Satu pihak menginginkan ketum hanya satu kali, atau ada penggantian ketum, sementara satu pihak lainnya mendorong agar ada kebebasan untuk menentukan apakah ketum saat ini layak mendapatkan dukungan kembali menjadi ketum, ataukah tidak.
Rakernas V yang dihadiri oleh jajaran pimpinan pusat dan daerah PAN itu dibuka oleh Ketua Umum PAN yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Zulkifli Hasan. Jajaran pimpinan pusat lainnya juga hadir, termasuk Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais, Ketua Majelis Penasihat Sutrisno Bachir, dan para pimpinan Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN.
Pandangan kader di rakernas terbelah, karena ada dua aras besar sikap di internal partai.
Rakernas memutuskan akan menggelar Kongres V PAN pada Maret 2020. Namun, lokasi kongres belum ditentukan, karena masih akan dilakukan survei kesiapan masing-masing daerah dalam menggelar kongres.
Ketua Panitia Pengarah Rakernas PAN V Saleh Partaonan Daulay Animo mengatakan, pengurus daerah untuk menjadi penyelenggara amat tinggi. Oleh karena itu, panitia belum bisa memutuskan, namun telah menetapkan sembilan kandidat daerah. Sejumlah daerah itu dipilih berdasarkan raihan suara tertinggi atau daerah tempat kenaikan signifikan suara PAN pada Pemilu 2019.
“Kesembilan calon tuan rumah itu adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Papua,” kata Saleh.
Namun, di luar keputusan mengenai jadwal dan lokasi kongres, isu mengenai ketum PAN selanjutnya juga santer terdengar, dan secara implisit mengemuka di dalam dan di luar arena rakernas. Di dalam pembukaan, misalnya, Amien Rais menyatakan kegelisahannya dengan sikap pimpinan partai yang memberikan dukungan tanpa syarat kepada pemerintahan Joko Widodo. Ia seolah ingin merujuk pada sikap Zulkifli Hasan yang sebelumnya menegaskan untuk memberikan dukungan kepada Jokowi tanpa syarat.
“Yang saya betul-betul tidak paham, ada tokoh PAN kok takut sama orang, begitu lho. Aku mendukung tanpa syarat. Saudara sekalian, saya menangis,” ujarnya.
Menurut dia, dukungan tanpa syarat tak semestinya diberikan pada tokoh politik lainnya. Selain memunculkan ketergantungan, politisi merupakan manusia biasa yang juga penuh kealpaan. Ia berharap, kader PAN tetap berintegritas dan tidak bergantung bahkan dimanfaatkan pihak lain. “Kalau (kader) hanya akan ditunggangi sesaat, itu saya yang akan mengambil perhitungan. Apa perhitungan itu? Tentu tunggu tanggal mainnya,” kata Amien.
Amien pun sempat mengomentari sejumlah sorakan pendukung Zulkifli saat ia akan menutup pidatonya. Beberapa orang meneriakkan “lanjutkan! lanjutkan!” Amien menegur, dan meminta sorakan itu tidak dilanjutkan, karena ajang rakernas bukanlah kongres untuk memilih ketum. “Maaf, tidak ada yel, lanjutkan. Belum tentu ya,” sahut Amien.
Sementara itu, Zulkifli dalam pidato pembukaannya mengatakan, untuk menghadapi tantangan ke depan, partai harus mengutamakan rasionalitas. Program partai juga harus riil, manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Selain itu, kerja sama antarpartai juga dibutuhkan.
"Publik saat ini perlu substansi. Itu yang lebih penting ketimbang slogan oposisi atau pun bukan oposisi. Publik sekarang perlu hal pragmatis dalam artian positif. Jualan surga dan neraka sudah tidak laku,” kata Zulkifli.
Nama-nama muncul
Sejumlah nama pun mengemuka untuk maju sebagai caketum PAN. Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan, saat ini sudah ada beberapa nama yang akan mencalonkan dan berpeluang untuk mencalonkan diri seperti Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Wakil Ketua Umum PAN Mulfachri Harahap, Anggota Fraksi PAN di DPR Asman Abnur, Wakil Ketua Umum PAN Hanafi Rais, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Drajad Wibowo, dan Wali Kota Bogor, Jawa Barat Bima Arya.
“Calon-calon itu masih mungkin bertambah, karena saya melihat ada beberapa tokoh baik dari pusat maupun daerah yang juga berkeinginan untuk mengajukan dirinya. Itu saya kira sah-sah saja, semua pejuang partai itu memiliki kesempatan yang sama dalam perhelatan ini,” kata Eddy.
Asman Abnur dan Bima Arya membenarkan, mereka berdua akan mengajukan diri sebagai calon ketua umum pada Kongres V PAN 2020 mendatang. Asman, misalnya, mengaku telah dan masih akan terus bersafari ke sejumlah DPD dan DPW untuk menggalang dukungan. Begitu juga dengan Bima Arya. Bima mengklaim sudah ada dukungan dari sejumlah DPD dan DPW untuk dirinya. Oleh karena itu, sejumlah langkah lanjutan sudah disiapkan.
“Kita pastikan dulu kongresnya kapan, tanggal berapa, setelah itu kami akan menyusun langkah-langkah. Saya juga akan berkomunikasi dengan semuanya, termasuk meminta pendapat Hatta Rajasa (mantan Ketua Umum PAN), tentang partai ke depan seperti apa, ini saya kira penting,” ujar Bima.
Adapun Zulkifli sejak beberapa pekan lalu telah mengumumkan bahwa dirinya diminta oleh sejumlah DPW untuk kembali ikut berkontestasi untuk periode kedua kepemimpinannya. Ketua DPP PAN Yandri Susanto mengatakan, dukungan untuk Zulkifli per hari ini telah bertambah, dari 28 menjadi 30 DPW.
Pengajar Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Arya Budi mengatakan, belum pernah dalam sejarahnya ketum PAN dua kali terpilih. “Sebagai contohnya Soetrisno Bachir, dan Hatta Rajasa, yang tidak jadi ketum kedua kali karena tidak disetujui oleh Amien Rais. Hal ini di satu sisi bagus, karena mendorong regenerasi dan demokratisasi di internal partai lebih baik. Akan tetapi, dampaknya ialah inkumben seolah tidak memiliki kontribusi apa-apa setelah dia tidak menjabat ketum. Dua ketum PAN sebelumnya pun seperti tidak lagi mengurusi partai,” kata Arya.
Idealnya, jika memang masa jabatan ketum hanya dibatasi satu kali di PAN, maka hal itu harus diatur atau dilembagakan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. Dengan demikian jelas, tidak boleh ada ketum dua kali menjabat. Hal itu juga menghindari ada intervensi informil dari orang atau pihak tertentu di luar penentu legitimasi kepemimpinan partai, yakni para pimpinan wilayah yang memiliki hak suara dalam kongres.
Inkumben seolah tidak memiliki kontribusi apa-apa setelah dia tidak menjabat ketum.
Wakil Ketum PAN Bara Hasibuan mengatakan, sosok Ketum PAN selanjutnya harus independen dan mampu membebaskan diri dari ketergantungan pada sosok tertentu.
“Selama ini, Ketum tidak leluasa memimpin dan memberikan direksi kepada partai di DPP dan pengurus daerah, karena tergantung pada satu sosok. Untuk bisa berkembang, PAN selanjutya membutuhkan figur ideal yang benar-benar bisa lepas total dari orang tersebut,” katanya tanpa secara eksplisit menyebutkan orang yang dimaksud.