Suntikan Modal dari Pemerintah Belum Efektif Dorong Kinerja BUMN
Suntikan penyertaan modal negara belum efektif mendorong kinerja neraca keuangan BUMN. Sejumlah BUMN merugi, bahkan berpotensi mengalami kebangkrutan.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suntikan penyertaan modal negara belum efektif mendorong kinerja neraca keuangan BUMN. Sejumlah BUMN merugi, bahkan berpotensi mengalami kebangkrutan. Kemampuan BUMN untuk leverage (memicu pertumbuhan) bisnis juga dinilai rendah.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penyertaan modal negara (PMN) yang disalurkan ke BUMN sepanjang 2015-2018 mencapai Rp 130,399 triliun. Dari suntikan modal itu, BUMN dapat mendanai total proyek senilai Rp 356 triliun. Kemampuan BUMN untuk laverage bisnis hanya 2,72 kali dalam kurun waktu empat tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, data yang disajikan adalah gambaran umum efektivitas suntikan PMN ke BUMN. Tidak semua BUMN mampu mengelola dan mengoptimalkan PMN dengan baik. Kemampuan BUMN untuk laverage bisnis tergantung kondisi neraca keuangannya.
Pada 2018, ada 34 BUMN memperoleh laba dan 7 BUMN merugi. Ketujuh BUMN yang rugi adalah PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertanian Indonesia (Pertani), Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel.
”Setiap BUMN memiliki kapasitas berbeda untuk melakukan laverage yang masih dianggap aman,” kata Sri Mulyani seusai rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (2/12/2019), di Jakarta.
Sri Mulyani mengatakan, kinerja keuangan BUMN penerima PMN tidak terlalu baik. BUMN bidang pertanian dan BUMN aneka industri mengalami kesulitan likuiditas, bahkan berpotensi mengalami kebangkrutan. Hal itu tecermin pada Z-Score BUMN pertanian dan BUMN aneka industri yang masuk zona merah, masing-masing 0 dan negatif 0,4.
Z-Score menjadi indikator memprediksi kebangkrutan dan kesulitan likuiditas. BUMN yang memiliki Z-Score di bawah 1,23 masuk kategori distress.
Adapun BUMN dalam kategori waspada adalah BUMN di bidang konstruksi, BUMN infrastruktur, BUMN tambang, BUMN energi, dan BUMN barang konstruksi. Sedangkan BUMN yang masuk kategori aman adalah BUMN perumahan, BUMN pariwisata, dan BUMN transportasi.
Sri Mulyani mengatakan, Kemenkeu dan Kementerian BUMN tengah mengevaluasi efektivitas PNM. Skema PNM mungkin diubah untuk memperkuat BUMN dalam mendukung agenda pembangunan pemerintah. Namun, di sisi lain, neraca keuangan BUMN tetap terjaga keberlangsungannya.
”Kemenkeu dan Kementerian BUMN akan melihat mana yang perlu diperkuat, dalam bentuk apa, dan bagaimana misi pembangunan tetap bisa dijalankan secara lebih akuntabel,” kata Sri Mulyani.
Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, berpendapat, selama ini BUMN mendapatkan suntikan modal dari pemerintah yang berlebihan, tetapi kemampuan untuk laverage relatif rendah. Pengalokasian dan pengawasan PMN harus dikaji ulang. Jangan sampai suntikan PMN membuat BUMN tidak berdaya saing.
”Selama ini pembiayaan disuntik oleh negara, proyek dari negara, tetapi keuntungan yang dikembalikan BUMN ke negara tidak signifikan,” kata Misbakhun.
Berhati-hati
Kemenkeu mengalokasikan PMN Rp 18,7 triliun pada 2020. Suntikan PMN, antara lain, diberikan kepada PT Sarana Multi Infrastruktur Rp 2,5 triliun, PT Hutama Karya Rp 3,5 triliun, PT Permodalan Nasional Madani Rp 1 triliun, PT Geo Dipa Energi Rp 700 miliar, dan PT Perusahaan Listrik Negara Rp 5 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, pemerintah akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan PMN. Suntikan modal akan diberikan kepada BUMN yang dinilai prospektif. Neraca keuangan BUMN dipantau secara intensif dan berkala.
Mengutip peta risiko fiskal tahun 2020 yang dihitung Kemenkeu, BUMN menjadi sumber risiko fiskal terbesar bagi APBN. Risiko BUMN dalam pembangunan infrastruktur mencapai level 4 dari skala 1-5 pada sumbu dampak (impact). Level risiko BUMN juga sama dengan risiko penerimaan pajak.
”Ada beberapa BUMN menggunakan leverage yang sangat tinggi (over-leverage) sehingga harus berhati-hati. Kemenkeu akan kendalikan dan beri tambahan modal yang akan menyehatkan lagi,” kata Isa.
Pada 2020, kata Isa, Kemenkeu secara khusus mengalokasikan PNM sebesar Rp 1 triliun untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan. PNM akan diberikan kepada beberapa BUMN yang memiliki kriteria mampu meningkatkan kinerja ekspor nasional dan menekan impor, khususnya impor migas.
Dihubungi terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra PG Talattov, berpendapat, BUMN menjadi sumber risiko fiskal terbesar bagi APBN. Besarnya alokasi PMN tidak berdampak positif bagi kinerja BUMN. Banyak BUMN justru menghadapi tekanan keuangan yang akhirnya kembali membebani APBN.
Menurut Abra, pemerintah jangan memaksakan BUMN mengerjakan proyek penugasan. Berikan BUMN kesempatan untuk meninjau ulang studi kelayakan dari setiap proyek yang diinisiasi pemerintah, apakah proyek-proyek tersebut memang layak secara bisnis. Jika tidak, BUMN terus menjadi sumber risiko fiskal terbesar bagi APBN.