Sejumlah daerah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk merapikan dan dalam upaya keterbukaan administrasi pendidikan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Sejumlah daerah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk merapikan dan dalam upaya keterbukaan administrasi pendidikan.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian pendidikan dan Kebudayaan memberikan penghargaan Anugerah Kihajar bagi daerah yang bisa memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk membenahi dan meningkatkan mutu pendidikan. Melalui metode yang serba daring ini, pencatatan kinerja guru dan tenaga kependidikan menjadi runut sehingga intervensi terhadap kinerja dan peningkatan kompetensi lebih terarah.
Penghargaan ini diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan setiap tahun melalui Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom). Sebanyak 155 daerah berupa provinsi, kabupaten, dan kota mendaftar ikut lomba Kihajar 2019.
Panitia yang terdiri dari akademisi, Kemdikbud, Organisasi Menteri-Menteri Pendidikan Asia Tenggara (Seamolec), dan perwakilan masyarakat menjadi juri hingga melakukan peninjauan ke lapangan. Tim juri memutuskan enam kabupaten, dua provinsi, dan delapan kota sebagai pemenang dengan tingkat pertama, madya, dan utama.
"Aspek yang dinilai adalah adanya kebijakan sebagai payung hukum, program turunan dari kebijakan untuk merincikan praktik nyata di lapangan, alokasi anggaran, dan hasil yang sudah tampak dari perubahan tersebut," kata Kepala Pustekkom Kemdikbud Gogot Suharwoto di sela-sela pemberian Anugerah Kihajar 2019 di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Jawa Timur dan Sulawesi Utara menjadi provinsi yang memenangi Anugerah Kihajar 2019. Surabaya memiliki 23 aplikasi berbagai unit pendidikan seperti sistem runut capaian akademik dan kinerja guru sehingga pemberian gaji dan tunjangan transparan. Ada pula aplikasi untuk mengawasi pemakaian bantuan operasional sekolah. Program-program ini bisa diunduh oleh masyarakat sehingga mereka turut mengawasi kinerja dan perkembangan dunia pendidikan.
Surabaya memiliki 23 aplikasi berbagai unit pendidikan seperti sistem runut capaian akademik dan kinerja guru sehingga pemberian gaji dan tunjangan transparan.
Menurut Gogot, digitalisasi administrasi selain menghemat biaya, efisien, juga mempermudah penjaminan integritas guru, tenaga kependidikan, dan perangkat daerah. Di saat yang sama, mereka juga menjadi melek teknologi dan mengintegrasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Utara Vesje Punuh menjelaskan, pihaknya mengaktifkan keterlibatan cabang-cabang dinas di kabupaten/kota untuk memetakan ketersediaan akses internet di sekolah. Kini di Pulau Miangas, Sangihe, dan Talaud setiap sekolah memiliki akses internet.
"Kami menargetkan bisa melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer 100 persen di tahun depan karena hemat biaya dan pengawasan kejujuran semua pihak sangat efektif dilakukan secara daring," tuturnya.
Libatkan mahasiswa
Di Kabupaten Maluku Tenggara, pemerintah memastikan guru-guru melek teknologi dengan melibatkan mahasiswa, terutama mahasiswa yang lulus kuliah di rantau seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar. Mereka setiap hari usai jam sekolah berakhir mendatangi sekolah-sekolah untuk melatih guru bergawai secara sehat dan produktif.
"Bahkan, mahasiswa yang pulang kampung untuk berlibur juga diberi tanggung jawab supaya punya kontribusi ke daerah. Jangan cuma mengkritisi guru-guru banyak yang gaptek (gagap teknologi), mahasiswa harus ikut mencari solusi," kata Bupati Maluku Tenggara Muhamad Thaher Hanubun.
Jangan cuma mengkritisi guru-guru banyak yang gaptek (gagap teknologi), mahasiswa harus ikut mencari solusi.
Selain memanfaatkan aplikasi dan situs Rumah Belajar dari Kemendikbud, pemerintah Maluku Tenggara juga mengembangkan berbagai portal untuk mengakomodasi inovasi pemelajaran dari para guru. Kabupaten telah mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pendidikan, tetapi itu saja tidak cukup. Butuh guru yang kreatif agar bisa mengadaptasi standar kurikulum dan metode pemelajaran agar sesuai dengan kebutuhan siswanya.
"Kerajinan guru mengikuti pelatihan, jumlah inovasi yang diunggah, dan umpan balik dari siswa maupun orangtua turut menjadi pertimbangan pemerintah kabupaten ketika menentukan guru tersebut layak diberi beasiswa melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi," kata Thaher.