Polisi Rekonstruksi Wajah Mayat Dalam Koper di Bogor
Langkah rekonstruksi ditempuh sebagai upaya mengungkap identitas korban. Jika kelak identitas korban diketahui, pelaku pembunuhan bisa ditelusuri.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Disaster Victims Identification Rumah Sakit Polri Kramatjati merekonstruksi wajah mayat terbungkus plastik di dalam koper yang ditemukan di tepi jurang Teluk Waru, Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (10/11/2019). Hasilnya diharapkan mampu mengungkap identitas korban dan pelaku pembunuhan.
”Wajah korban sulit dikenali karena saat korban ditemukan sudah lima hari. Rekonstruksi untuk mempercepat proses identifikasi identitas korban. Hasil rekonstruksi wajah akan dibuat sketsa dan disebar ke masyarakat,” ujar Kepala Instalasi Forensik RS Polri Komisaris Besar Edy Purnomo, Kamis (14/11/2019).
Sebelum langkah rekonstruksi ditempuh, tim dokter sudah mengidentifikasi sidik jari, gigi, dan sampel DNA pada mayat.
Namun, selama tidak ada data fisik korban sebelum meninggal atau antemortem, sulit bagi tim dokter mengungkap identitasnya. Data tersebut biasanya diperoleh dari keluarga korban. Persoalannya, hingga kini belum ada keluarga yang melapor kehilangan ke pihak RS Polri atau Polres Bogor.
Menindaklanjuti upaya tim DVI, Kepolisian Resor Bogor bersiap membuat sketsa wajah korban berdasarkan hasil rekonstruksi.
Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Muhammad Joni mengatakan, pembuatan sketsa tersebut agar kepolisian dapat mengenali bentuk kerangka wajah yang sudah rusak.
”Pembuatan sketsa wajah untuk membuka identitas korban. Kami harap setelah selesai dan disebar ada kerabat yang melaporkan. Untuk ciri-cirinya, berjenggot, berusia 40 tahun, tinggi badan sekitar 183 sentimeter,” katanya.
Selain itu, pria tersebut mengenakan jas hitam dan ada bekas jahitan di kaki sebelah kanan karena patah. Hal lainnya, ada bekas jahitan di bagian perut seluas 4 sentimeter x 6 sentimeter.
Diberitakan sebelumnya, dari hasil otopsi yang dilakukan tim forensik kedokteran Rumah Sakit Polri Kramatjati, terdapat luka benturan benda tumpul di kepala bagian belakang.
”Dari hasil forensik, ada benturan keras di kepala. Itu yang menyebabkan pria berusia sekitar 40 tahun itu meninggal. Selain itu, ada luka lebam di bibir bawah. Terindikasi korban disekap,” kata Joni.
Dengan melihat kondisi korban, psikolog forensik Reza Indragiri menengarai pelaku pembunuhan sudah punya niat menghilangkan barang bukti agar polisi tak bisa melacaknya. Reza mengatakan, ada dua misi kejahatan, yakni merealisasikan visi dan menghindari pertanggungjawaban, termasuk secara hukum. Sementara membunuh menjadi salah satu cara untuk meluapkan perasaan negatif.
”Menghilangkan barang bukti, baik identitas maupun ciri-ciri korban, termasuk dalam menghindari pertanggungjawaban,” ucap Reza.
Berdasarkan data dari Biro Pengendalian Operasi Polri, kasus pembunuhan terbilang tinggi setiap tahun. Sepanjang tahun 2015, misalnya, terjadi 1.491 kasus. Kemudian 2016 sebanyak 1.292 kasus dan 2017 sebanyak 1.150 kasus. Selanjutnya pada Januari hingga Oktober 2018, ada 625 kasus pembunuhan. Dalam berbagai kasus pembunuhan, 80 persen pelaku dan korban pernah berinteraksi atau memiliki hubungan, sedangkan sisanya, korban dan pelaku tidak saling kenal.