Keputusan PB PODSI menggelar pelatnas sejak Januari, tidak seperti kesepakatan dengan Kemenpora yang dimulai Juni, ditengarai menjadi penyebab belum terbayarnya honor atlet dan pelatih pelatnas dayung.
Oleh
Denty Piawai Nastitie/Adrian Fajriansyah
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Belum terbayarnya gaji atlet dan pelatih pelatnas dayung PB PODSI lima bulan terakhir karena perubahan kebijakan pengurus cabang. Cabang dayung termasuk kluster tiga yang pelatnasnya dijadwalkan Juni-Desember 2019. Tetapi, mereka menggelar pelatnas sejak Januari, sehingga menggunakan anggaran pelatnas untuk membayar honor dari Juni-Desember menjadi untuk Januari-Juli 2019.
”Dari data laporan pertanggungjawaban tahap pertama yang diterima Kemenpora, 16 Oktober, PB PODSI mengambil kebijakan sepihak menggunakan anggaran bantuan pelatnas yang harusnya untuk Juni-Desember, untuk digunakan Januari-Juli. Hal ini tidak sesuai dengan kesepakatan dan berpotensi menjadi temuan,” ujar Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto di Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Gatot mengatakan, Kemenpora sangat memerhatikan keperluan cabang olahraga. PB PODSI dan Kemenpora menandatangani MoU bantuan anggaran pelatnas pada 28 Juni. PB PODSI termasuk cabang kluster tiga dengan pelatnas yang disepakati tujuh bulan, dari Juni-Desember dengan besaran Rp 12.067.800.000.
Sesuai ketentuan, pemberian bantuan pelatnas dilakukan dua tahap. Tahap pertama 70 persen dari total anggaran. Tahap kedua sebesar 30 persen disalurkan setelah cabang menyerahkan LPJ penggunaan anggaran tahap pertama.
”Dari LPJ tahap pertama, PB PODSI melakukan kebijakan sepihak yang tidak sesuai MoU. Mereka menggunakan anggaran untuk Juni-Desember, sesuai dengan MoU, menjadi untuk Januari-Juli,” katanya. Menurut Gatot, setelah menyerahkan LPJ penggunaan anggaran tahap pertama, pada intinya mereka mengakui bahwa ada ketidaksesuaian penggunaan anggaran pelatnas yang sepenuhnya tanggungjawab mereka, bukan Kemenpora.
”Pada 11 November, kami minta PB PODSI menyampaikan proposal baru akibat ada ketidaksesuaian itu. Pada 13 November, kami melayangkan surat teguran kepada PB PODSI agar konsisten dan taat peraturan yang berlaku,” tuturnya.
Gatot menuturkan, Kemenpora sangat memperhatikan keperluan pelatnas. Selain anggaran pelatnas, PB PODSI difasilitasi mengikuti Kejuaraan Rowing Asia 2019 di Korea Selatan, 19-27 Oktober sebesar Rp 415.551.800. ”Prinsipnya kami sangat peduli dengan pelatnas. Tetapi, kami harap mereka melakukan sesuai aturan agar tidak menjadi penilaian buruk juga untuk Kemenpora,” ujar Gatot.
Tidak cukup
Wakil Ketua Umum PB PODSI Budiman Setiawan menyampaikan, anggaran pelatnas PB PODSI sekitar Rp 12 miliar tidak cukup untuk setahun. Apalagi dayung terdiri dari tiga disiplin, yakni kano/kayak, rowing, dan perahu naga.
PB PODSI harus memulai pelatnas sejak dini untuk mempersiapkan atlet ke SEA Games 2019 Filipina dan kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020. Apalagi mereka dituntut target tinggi, yakni meloloskan atlet ke Olimpiade dan enam emas SEA Games 2019, yakni dua emas dari kayak/kano, dua emas dari rowing, dan dua emas dari perahu naga.
”Dayung ini olahraga yang butuh kekuatan tubuh atlet yang prima. Persiapannya harus panjang dan berkelanjutan. Sekali saja berhenti atau stop berlatih, atlet harus memulai lagi latihannya dari nol,” tutur pelatih kepala rowing Muhammad Hadris.
Atlet rowing Ihram menyampaikan, dirinya berat sekali menjalani pelatnas dengan gaji yang tidak lancar. Tetapi, kalau pulang ke kampung halamannya di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dirinya akan lebih berat untuk menjaga daya tahan yang sudah terbentuk.
"Kalau saya pulang, nanti daya tahan saya turun. Untuk membentuknya lagi, itu sangat berat sedangkan SEA Games 2019 sudah tak lama lagi," pungkas atlet yang ditargetkan emas di SEA Games 2019 ini.