Struktur Kelembagaan Komite Nasional Keuangan Syariah Segera Diubah
Pengembangan sistem syariah diperluas dari hanya keuangan syariah menjadi ekonomi dan keuangan syariah. Struktur kelembagaan Komite Nasional Keuangan Syariah akan menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah. Revisi yang menyangkut pengembangan sistem ekonomi syariah dan kelembagaannya itu guna mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, lingkup pengembangan sistem syariah diperluas dari hanya keuangan syariah menjadi ekonomi dan keuangan syariah. Untuk itu, dibutuhkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2016 sebagai payung hukumnya.
”Revisi aturan untuk memperkuat kelembagaan sekaligus mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia,” kata Amin saat menjadi pembicara kunci dalam Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) 2019 di Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Selain memperluas lingkup pengembangan, lanjut Wapres, revisi Perpres No 91 Tahun 2016 untuk mengubah struktur kelembagaan Komite Nasional Keuangan Syariah menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. Lembaga itu akan dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo, sementara Wakil Presiden sebagai ketua harian.
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah akan memiliki divisi baru yang khusus menangani industri halal, industri keuangan syariah, dan dana sosial, seperti zakat dan wakaf.
Meski demikian, Wapres belum memastikan tenggat revisi Perpres No 91 Tahun 2016 selesai. Pemerintah masih berkoordinasi dengan sejumlah pelaku ekonomi syariah. ”Revisi akan dilakukan secepatnya. Pemerintah ingin ekonomi dan keuangan menjadi arus baru ekonomi Indonesia,” ujar Amin.
Ia menambahkan, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah akan difokuskan pada empat hal, yakni pengembangan dan perluasan industri produk halal, industri keuangan syariah, dana sosial syariah, serta kegiatan ekonomi syariah. Keempat hal itu diyakini dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah akan difokuskan pada empat hal, yakni pengembangan dan perluasan industri produk halal, industri keuangan syariah, dana sosial syariah, serta kegiatan ekonomi syariah.
Indonesia dinilai memiliki potensi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah cukup besar. Berdasarkan laporan tahunan perbankan dan keuangan syariah global atau Global Islamic Finance Report 2019, Indonesia menempati peringkat ke-4 sebagai negara dengan pasar keuangan syariah terbaik dunia setelah Malaysia, Bahrain, dan Uni Emirat Arab.
Aset keuangan syariah Indonesia meningkat 5 persen dari 82 miliar dollar AS pada 2017 menjadi 86 miliar dollar AS pada 2018. Adapun aset keuangan syariah global tumbuh 3 persen dari 2,4 triliun dollar AS pada 2017 menjadi 2,5 triliun dollar AS pada 2018.
Perkuat mata rantai
Menurut Amin, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah bukan berarti membenturkannya dengan sistem konvensional. Indonesia menganut sistem ekonomi ganda sehingga pengembangan sistem syariah harus bersinergi dengan konvensional secara sistematis dan bertahap.
”Dengan itu, Indonesia bisa mengatasi ketertinggalan pangsa pasar keuangan syariah dari Mesir yang mencapai 9,5 persen dari total aset keuangan nasional, Pakistan 10,4 persen, dan Malaysia 28,2 persen,” ujarnya.
Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah bukan berarti membenturkannya dengan sistem konvensional. Sistem syariah harus bersinergi dengan konvensional secara sistematis dan bertahap.
Otoritas Jasa Keuangan mencatat, per Juli 2019 aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) sebesar Rp 1.359 triliun atau tumbuh sekitar 5 persen sejak awal tahun ini. Pangsa pasarnya 8,7 persen dari total aset keuangan nasional.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menambahkan, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah butuh komitmen dan kerja sama dengan berbagai pihak. Pelaku ekonomi syariah harus melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pondok pesantren, serta industri halal sebagai mata rantainya.
Pelaku ekonomi syariah harus melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pondok pesantren, serta industri halal sebagai mata rantainya.
Adapun sektor-sektor ekonomi syariah yang berpotensi dikembangkan ialah industri makanan dan minuman, pertanian, tekstil dan busana jadi, serta pertanian. ”Potensi ekonomi syariah di UMKM masih terus digarap karena potensinya sangat besar. Salah satunya dengan menggandeng pesantren,” ujar Perry.
BI bersama 110 pesantren akan membentuk usaha induk pesantren nasional. Usaha induk ini akan mengintegrasikan beberapa unit usaha pesantren untuk memperkuat permodalan, pengembangan pasar, dan akses informasi.