Lima Tantangan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Selain melanjutkan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, ada sejumlah tantangan dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang turut dibahas dalam rapat perdana ini.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darwawati meminta dukungan DPR dalam mewujudkan berbagai program pemerintah. Selain melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, ada sejumlah tantangan dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Bintang menyampaikan hal itu saat pertama kali menghadiri rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Rabu (13/11/2019). Selain memaparkan evaluasi program dan anggaran 2019, rencana kerja 2020, dan kelanjutan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, Bintang meminta dukungan DPR dalam merealisasikan sejumlah program pemerintah.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi VIII Yandri Susanto itu dihadiri sekitar 40 anggota Komisi VIII DPR. Menteri PPPA didampingi Sekretaris Menteri PPPA Pribudiarta Nur Sitepu, Deputi Perlindungan Hak Perempuan Vennetia R Dannes, Deputi Tumbuh Kembang Anak Lenny N Rosalin, Deputi Perlindungan Anak Nahar, Deputi Bidang Kesetaraan Jender Agustina Erni, dan staf ahli menteri.
”Karena saya baru, hitungan hari, ini lebih banyak saya konsolidasi untuk mempelajari apa yang ada di kementerian sehingga ke depan saya bisa membangun fondasi yang kuat untuk membawa arah kementerian ini mencapai tujuan dengan baik. Tentunya tidak terlepas dari dukungan teman-teman Komisi VIII DPR,” tutur Bintang.
Pada kesempatan itu, Bintang memaparkan lima tantangan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang akan dihadapi dalam lima tahun ke depan. Lima tantangan itu meliputi rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan, tingginya kekerasan terhadap perempuan dan anak, peran keluarga dalam pengasuhan anak, tingginya jumlah pekerja anak, dan tingginya angka perkawinan anak.
”Kementerian PPPA terus berupaya meningkatkan mutu hidup perempuan dan anak, dengan melakukan berbagai terobosan dan inovasi serta fokus kepada beberapa kebijakan dan program prioritas,” ucap Bintang.
Kementerian PPPA terus berupaya meningkatkan mutu hidup perempuan dan anak, dengan melakukan berbagai terobosan dan inovasi serta fokus kepada beberapa kebijakan dan program prioritas.
Program prioritas terutama untuk menguatkan mutu keluarga dan perannya dalam pencegahan kekerasan (termasuk perkawinan anak dan pekerja anak), menguatkan penerapan strategi pengarusutamaan jender dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Pemerintah juga memprioritaskan penguatan sinergi dan jejaring antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah, pemerintah desa, lembaga masyarakat, dunia usaha, serta media.
Selain itu, pemerintah akan menggalakkan promosi pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak akan diperkuat melalui kebijakan kabupaten/kota layak anak, ada penguatan kampanye publik dan gerakan masif melibatkan banyak pihak untuk promosi kebijakan PPPA dan pengembangan model-model yang relevan untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Realisasi anggaran
Terkait evaluasi program, Bintang menyatakan realisasi anggaran sampai dengan 12 November 2019 sebesar Rp 371,7 miliar atau 75,30 persen dari anggaran total Rp 493,6 miliar.
Bintang juga memaparkan, status KPPPA yang berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 tentang Organisasi Kementerian Negara termasuk dalam kementerian kelompok III, yakni kementerian yang bertugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Terkait tugas itu, KPPPA menyelenggarakan fungsi utamanya, yakni perumusan dan penetapan kebijakan bidang PPPA serta koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang PPPA.
”Kementerian PPPA sebagai kementerian fasilitator yang mempunyai fungsi mempercepat pencapaian hasil pembangunan, dengan memastikan bahwa perempuan dan anak dilayani dan dicakup oleh semua bidang pembangunan,” ujar Bintang yang menutup paparannya dengan pemutaran film kunjungan kerja perdananya di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kehadiran dan paparan Menteri PPPA yang pertama kali di Komisi VIII DPR mendapat sambutan hangat dari anggota DPR. Bahkan, beberapa menyampaikan ucapan selamat kepada Bintang yang terpilih sebagai Menteri PPPA. Ada juga yang memuji Bintang karena memaparkan program dengan gaya keibuan.
Namun, sejumlah anggota Komisi VIII DPR menyinggung beberapa persoalan terkait perempuan dan anak, termasuk tingginya kekerasan terhadap anak dan perempuan. Ada juga yang menyinggung kelanjutan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
”Walaupun ada pro dan kontra di periode lalu DPR tahun 2014-2019, fraksi kami tetap mendorong agar RUU ini disahkan menjadi undang-undang. Kami berharap tahun ini masuk Program Legislasi Nasional,” kata Zainul Arifin dari Fraksi Partai Gerindra.