Edukator Berperan Tingkatkan Pengendalian Faktor Risiko
Diperkirakan hanya satu dari tiga orang dengan diabetes melitus yang sudah terdeteksi. Kesadaran masyarakat untuk mencegah dan mendeteksi penyakit tersebut masih minim.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Diperkirakan hanya satu dari tiga orang dengan diabetes melitus yang sudah terdeteksi. Kesadaran masyarakat untuk mencegah dan mendeteksi penyakit tersebut masih minim. Padahal, pasien yang terlambat terdeksi bisa mendapatkan komplikasi yang lebih berat.
Untuk itu, peran edukator di fasilitas pelayanan kesehatan perlu lebih optimal untuk meningkatkan promosi dan edukasi kesehatan pada masyarakat.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) Agung Pranoto di Jakarta, Senin (11/11/2019) menuturkan, perubahan perilaku menjadi lebih sehat merupakan cara utama untuk mengendalikan diabetes yang dimiliki oleh seseorang. Perubahan perilaku ini meliputi konsumsi makanan yang rendah karbohidrat dan gula, rutin beraktivitas fisik, dan mengelola stres dengan baik.
“Sekitar 98 persen perubahan perilaku ini bisa dicapai tergantung pada pasien itu sendiri. Tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat hanya berperan 2 persen. Meski begitu, lewat tenaga kesehatan edukasi mengenai hidup sehat bisa didapatkan,” katanya.
Menurut dia, tenaga kesehatan terutama di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti puskesmas dan klinik pratama meningkatkan kompetensinya dalam mengedukasi masyarakat terkait kesehatan. Tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab sebagai edukator kesehatan masyarakat, sekaligus mendorong untuk melakukan deteksi dini.
Deteksi dini ini penting agar diabetes melitus yang dimiliki seseorang bisa dikendalikan sejak awal untuk mencegah terjadinya komplikasi. Faktor risiko yang tidak dikendalikan bisa memicu terjadinya penyakit katastropik, seperti jantung koroner, gagal ginjal, dan stroke. Penyakit tersebut menjadi beban tertinggi dalam program Jaminanan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
Asisten Deputi Bidang Pembiayaan Manfaat Kesehatan Primer Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Nurifansyah menuturkan, jumlah pasien diabetes melitus yang ditanggung BPJS Kesehatan saat ini sekitar 4,2 juta orang. Dari jumlah itu, biaya yang dikeluarkan sektiar Rp 6,1 triliun. Jumlah ini belum termasuk pasien dengan komplikasi.
Data BPJS Kesehatan pada 2018 menunjukkan, komplikasi penyakit akibat diabetes seperti jantung, gagal ginjal, dan stroke menduduki beban terbesar dari penyakit katastropik yang harus ditanggung. Penyakit jantung membutuhkan biaya sekitar Rp 10,5 triliun, stroke Rp 2,5 triliun, dan gagal ginjal Rp 2,3 triliun.
“Risiko komplikasi pada penyakit diabetes sangat tinggi. Apalagi penyakit ini tidak memiliki gejala yang berarti sehingga sulit terdeteksi tanpa pemeriksaan. Untuk itu, BPJS Kesehatan sendiri terus menggalakkan program pengelolaan penyakit kronis (prolanis) diabetes untuk mengendalikan penyakit ini agar tidak menjadi komplikasi,” ujarnya.
Meski begitu, program ini dinilai belum optimal. Dari 4,2 pasien diabetes melitus di Indonesia baru ada sekitar 400 pasien yang menjalani program ini. Hal ini terjadi karena kesadaran masyarakat untuk mengendalikan diabetes yang dimiliki masih kurang. Peran tenaga kesehatan sebagai edukator dan promotor kesehatan juga belum optimal.
Risiko komplikasi pada penyakit diabetes sangat tinggi. Apalagi penyakit ini tidak memiliki gejala yang berarti sehingga sulit terdeteksi tanpa pemeriksaan
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono menyampaikan, pemerintah sebagai regulator terus berupaya untuk mendorong peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengendalikan penyakit diabetes. Penyakit ini telah masuk dalam salah satu standar pelayanan minimal (SPM) yang harus dilakukan oleh FKTP.
“Soal edukasi itu sudah masuk dalam layanan yang harus dilakukan di FKTP dalam hal ini puskesmas. Edukai ini bisa masuk lewat tenaga kesehatan yang juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Tujuannya agar masyarakat bisa mengenali sejak awal terkait penyakit diabetes agar intervensinya juga lebih cepat dan lebih mudah,” ucapnya.