Modal Kerja Kabinet Indonesia Maju
Susunan kabinet baru telah diumumkan. Nama Prabowo Subianto, Nadiem Makarim, dan Sri Mulyani Indrawati menjadi nama terpopuler di deretan menteri yang baru dilantik. Selain ketiganya, 26 nama lain juga disebut. Pengenalan publik ditambah optimisme terhadap tim kerja Presiden Joko Widodo ini menjadi modal menjawab tantangan bangsa.
Penyusunan kabinet sudah menarik perhatian bahkan sebelum Presiden dan Wakil Presiden dilantik. Isu nama-nama calon menteri pun semakin berseliweran setelah hari pelantikan. Berbagai versi tersebar sehingga Presiden Jokowi bereaksi melalui akun Instagram-nya, @jokowi, dengan mengunggah foto gagang telepon yang terjuntai dengan tulisan, ”Sabar! Sebentar lagi…” pada 17 Oktober 2019.
Nama Prabowo Subianto, Nadiem Makarim, dan Sri Mulyani Indrawati menjadi nama terpopuler di deretan menteri yang baru dilantik.
Kabinet yang dinamakan Indonesia Maju akhirnya diumumkan pada Rabu, 23 Oktober, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengumumkan 34 menteri, Jaksa Agung, dan tiga pejabat setingkat menteri. Komposisi terdiri dari 18 sosok dengan latar belakang partai politik dan 16 sosok dengan latar belakang profesional.
Hasil jajak pendapat menunjukkan, 63 persen responden puas terhadap nama-nama yang ada di Kabinet Indonesia Maju. Meski Jokowi-Amin terlihat jelas berusaha mengkomodasi sejumlah partai politik, munculnya sejumlah nama lama dan baru yang mumpuni tak pelak memberikan harapan.
Lima target
Guna mencapai target di tengah tantangan yang semakin besar, terdapat tiga nomenklatur kementerian yang berubah. Pertama adalah Menteri Koordinator Kemaritiman yang ditambahi cakupan bidang investasi.
Kedua adalah hilangnya cakupan pendidikan tinggi menjadi Menteri Riset dan Teknologi sekaligus sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional. Terakhir adalah penambahan bidang industri kreatif dalam tanggung jawab Kementerian Pariwisata.
Presiden dan Wakil Presiden juga telah menyampaikan lima target kerja pemerintah dalam lima tahun mendatang, yakni melanjutkan pembangunan infrastruktur, pemangkasan kendala regulasi di antaranya lewat dua undang-undang omnibus, membangun sumber daya manusia, penyederhanaan birokrasi berorientasi investasi, dan transformasi ekonomi.
Tak tanggung-tanggung, seusai pelantikan, Presiden Jokowi langsung meminta 38 pejabat yang dilantik menyanggupi tujuh komitmen.
Pada pidatonya seusai pelantikan, Presiden Jokowi menyampaikan cita-cita Indonesia saat perayaan satu abad kemerdekaan pada 2045, yakni keluar dari jebakan pendapatan menengah. Harapannya, Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan.
Tak tanggung-tanggung, seusai pelantikan, Presiden Jokowi langsung meminta 38 pejabat yang dilantik menyanggupi tujuh komitmen. Komitmen itu adalah tidak korupsi, harus kerja cepat, kerja keras dan kerja produktif, tidak terjebak pada rutinitas yang monoton, harus berorientasi pada hasil, selalu mengecek di lapangan, serta harus bekerja serius (Kompas 24/10/2019).
Hasil jajak pendapat menunjukkan lebih dari tiga perempat responden menyatakan bahwa Kabinet Indonesia Maju akan mampu mewujudkan target pemerintah dalam hal pembangunan infrastruktur.
Rasanya memang tak ada yang lebih tepat daripada Basuki Hadimuljono sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang akan mampu melanjutkan pembangunan infrastruktur. Terbukti pembangunan infrastruktur yang pesat selama lima tahun kemarin, mulai dari jalan tol, bendungan, hingga untuk menyokong Asian Games 2018.
Selanjutnya, 71 persen responden menilai bahwa Kabinet Indonesia Maju akan mampu mewujudkan target pembangunan sumber daya. Fokus utama pemerintah lima tahun mendatang adalah menghasilkan manusia Indonesia yang unggul dan maju. Pilihan untuk mewujudkan hal ini jatuh kepada Nadiem Makarim, mantan CEO Go-Jek Indonesia.
Berdasarkan rilis dari Sekretariat Kabinet Indonesia Maju, Rabu (23/10/2019), Nadiem dipilih karena Jokowi-Amin memandang ia berhasil membuat terobosan dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang siap kerja. Kuncinya ialah mencetak SDM yang memiliki keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara dunia pendidikan dan bursa tenaga kerja.
Perihal menyederhanakan regulasi, 55,1 persen responden menjawab kabinet baru akan mampu mencapai target ini. Meski tidak bisa dibilang angka yang kecil, jika dibandingkan dengan keyakinan responden terhadap target lainnya, persoalan regulasi ini menjadi yang terendah.
Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Sorotan publik masih tertuju pada posisi Menteri Hukum dan HAM terkait sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang akan dilanjutkan pembahasannya oleh DPR bersama pemerintah setelah ditunda karena desakan publik.
RUU tersebut antara lain RKUHP, RUU Mineral dan Batubara, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, serta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Penyelesaian RUU tersebut tidak kalah mendesak dibandingkan dengan penyederhanaan regulasi terkait investasi.
Politik akomodatif
Penyusunan kabinet seyogianya menjadi ajang Presiden dan Wakil Presiden membentuk the dream team untuk mewujudkan visi-misi sekaligus janji kampanye. Di periode kedua ini harapan agar Jokowi tidak tersandera dengan beban politik cukup besar. Sayangnya hanya tinggal harapan belaka terlihat bahwa Presiden Jokowi berusaha mengakomodasi banyak parpol, termasuk lawan politiknya.
Berbeda dibanding komposisi pada kabinet sebelumnya yang berisikan lebih banyak kalangan profesional, yakni 21 dari 34 menteri. Jika dirinci, PDI-P mendapatkan kursi paling banyak dalam kabinet, yakni lima kursi. Jumlah ini hanya selisih satu kursi dengan Partai Golkar. Berturut-turut partai dengan jumlah kursi yang didapat pendukung Jokowi-Amin adalah Partai Nasdem (tiga kursi), PKB (tiga kursi), dan PPP (satu kursi).
Tentu hal yang paling mengejutkan adalah masuknya Partai Gerindra dalam pemerintahan. Sebenarnya hal ini sudah bisa diprediksi ketika pada 11 Oktober lalu Presiden Jokowi bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Merdeka. Salah satu agenda yang dibahas adalah masuknya Gerindra dalam koalisi parpol pendukung pemerintahan Jokowi-Amin (Kompas 12/10/2019).
Atas nama kepentingan nasional, bangsa, dan negara, oposisi pun akhirnya merapat juga ke koalisi pendukung pemerintah. Gerindra pun mendapatkan dua jatah menteri yang diwakili Ketua Umum (Prabowo Subianto) dan Wakil Ketua Umum (Edhy Prabowo).
Kompromi politik memang dibutuhkan untuk memperluas dukungan sekaligus mengamankan posisi politik presiden. Koalisi Jokowi-Amin setelah pelantikan kabinet menguasai 74,26 persen kursi DPR yang terdiri dari PDI-P, Partai Golkar, Gerindra, PKB, dan PPP dengan 427 kursi.
Angka ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan periode kedua SBY yang didukung 75,5 persen kursi DPR. Akan tetapi, besarnya koalisi tentu bukan jaminan pemerintah akan berjalan lebih lancar mengingat dinamika politik yang terus berubah.
Gerindra pun mendapatkan dua jatah menteri yang diwakili oleh Ketua Umum (Prabowo Subianto) dan Wakil Ketua Umum (Edhy Prabowo).
Tak berhenti sampai di sini, Jokowi-Amin juga kembali bagi-bagi kursi lewat wakil menteri. Pada Jumat, 25 Oktober, Presiden Jokowi melantik 12 wakil menteri, lima di antaranya berasal dari parpol dan lima dari kalangan profesional. Sementara dua lainnya adalah sukaralewan dan tim pemenangan Jokowi-Amin saat pemilu lalu.
Posisi wakil menteri sudah pernah ada pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi-Jusuf Kalla. Pengangkatan wakil menteri memang dimungkinkan oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara apabila terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus.
Menteri populer
Hasil jajak pendapat juga menunjukkan nama-nama menteri yang paling diketahui oleh responden. Di urutan teratas adalah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Popularitas mantan lawan Jokowi dalam dua kali pemilu ini tentu tidak perlu diragukan lagi. Sejak tahun 2008 Prabowo sudah memimpin Gerindra dan pernah mendampingi Megawati untuk maju di Pilpres 2009.
Di posisi kedua adalah Nadiem Makarim yang semakin disorot media ketika datang ke Istana Negara saat pemanggilan calon menteri. Nadiem (35) menjadi menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju. Gaya anak muda yang ia miliki terbawa ketika sudah menjadi menteri. Panggilan Nadiem sebagai ”Mas Menteri” pun menjadi viral.
Kegiatan Nadiem sebagai menteri juga mulai ramai di media sosial. Berdasarkan video yang diunggah akun Twitter Kemendikbud pada 25 Oktober, terlihat Nadiem berkenalan dengan tim pendukung kelancaran kerja sehari-hari. Nadiem bahkan meminta izin mengubah sedikit ruang rapat untuk menciptakan kantor yang lebih terbuka.
Sementara di posisi ketiga adalah Sri Mulyani yang telah menjadi Menteri Keuangan mulai tahun 2005-2010 dan 2016-2019. Popularitas mantan Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional ini memang tidak perlu diragukan.
Pada akhirnya, kinerja menteri adalah yang utama dan bukan soal popularitas semata. Mari kita awasi kinerja mereka demi tercapainya target pemerintah untuk kemajuan negara.